Sebab, masih ada AS Roma, Manchester United, juga Inter Milan, tim dengan nama tenar dan berpengalaman tampil di Liga Champions.
Karenanya, ketika Sevilla bisa menyingkirkan AS Roma di babak 16 besar dan memulangkan Wolverhampton Wanderers di perempat final, Sevilla belum dilirik. Banyak orang lebih suka bila Manchester United bertemu Inter Milan di final yang mereka anggap final impian.
Baru ketika Sevilla bisa menyingkirkan Manchester United lewat kemenangan 2-1 di semifinal (17/8), orang mulai ingat bahwa tim Spanyol ini memang tidak bisa diremehkan. Sevilla dianggap punya DNA Europa League.
Dan, di final dini hari tadi, Sevilla membuktikan itu. Menghadapi Inter Milan di Kota Koln, Jerman, gawang Sevilla sudah jebol di menit kelima oleh penalti Romelu Lukaku.
Yang terjadi kemudian, striker asal Belanda, Luuk de Jong, berbalik membawa Sevilla unggul lewat dua golnya di menit ke-12 dan 33. Inter segera bereaksi di menit ke-35 lewat sundulan Diego Godin. Skor pun sama 2-2.
Di babak kedua, laga final yang memang diprediksi berjalan ketat ini mendapat pembenaran. Di menit ke-74, bek Sevilla, Diego Carlos melepas "tendangan sepeda" yang mengarah ke gawang Inter. Lukaku yang berdiri di depan gawang berniat menghalau bola. Apa daya, bola malah masuk ke gawangnya sendiri.
Itu gol terakhir di laga itu. Upaya pelatih Inter, Antonio Conte memasukkan Alexis Sanchez, Christian Eriksen, Victor Moses, juga Antonio Candreva untuk menyamakan skor, gagal. Sevilla pun menang 3-2. Mereka meraih gelar keenam di turnamen yang dulunya bernama Piala UEFA ini.
Dalam wawancara dengan UEFA.com seusai final, Lopetegui mengaku beruntung bisa dipertemukan dengan Sevilla di 'kehidupan kedua' nya.
"Saya punya dua tahun yang hebat di (Timnas) Spanyol dan hanya waktu singkat di Real Madrid. Kini, saya sangat beruntung bisa berada di klub ini. Ini klub yang luar biasa," ujar Lopetegui.
Rahasia sukses Lopetegui
Sebenarnya, apa rahasia Lopetegui di Sevilla?