Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sevilla Juara, Manisnya "Kehidupan Kedua" untuk Lopetegui

22 Agustus 2020   10:19 Diperbarui: 22 Agustus 2020   10:09 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Mata Julen Lopetegui basah laksana rumput dibasuh embun pagi saat wasit Danny Makkelie asal Prancis meniup peluit yang mengakhiri laga final Europa League, Sabtu (22/8) dini hari tadi. Dia tak kuasa membendung haru kala tim asuhannya Sevilla, jadi juara usai mengalahkan Inter Milan 3-2.

Beberapa detik kemudian, yang terlihat hanya kegembiraan. Lopetegui memeluk staf dan pemain-pemainnya. Lantas, pemain-pemainnya 'membalas' dengan menerbangkan badan sang pelatih ke udara. Sebuah selebrasi untuk sang pelatih.

Wajar bila Lopetegui larut dalam haru. Bila melihat betapa kehidupan berubah menjadi keras baginya dalam dua tahun terakhir, gelar juara Europa League bersama Sevilla itu sangat bermakna baginya.

Sampean (Anda) yang rajin mengikuti kabar bola, pastinya tidak asing dengan nama Julen Lopetegui. Dua tahun lalu, pelatih kelahiran Spanyol ini pernah bikin heboh.

Betapa tidak heboh, Lopetegui yang meloloskan Timnas Spanyol ke Piala Dunia 2018, justru memilih mundur ketika turnamen akan dimulai. Penyebabnya, dia lebih memilih 'bujuk rayu' tawaran melatih Real Madrid.

Yang terjadi, nasib Lopetegui di Real Madrid justru berakhir tragis. Bayangkan, di bulan Oktober 2018 atau ketika kompetisi baru berjalan tiga bulan, dia sudah dipecat seiring rentetan hasil buruk yang diraih Madrid.

Lopetegui sempat 'menganggur' dari aktivitas melatih klub. Baru musim 2019/20 lalu, pelatih berusia 53 tahun ini kembali melatih. Sevilla-lah yang dipilihnya.

Dan, pagi tadi, dia merasakan betapa hidup itu adil. Hidup yang sempat begitu kejam itu kembali terasa manis baginya.

Menengok kisah Lopetegui, saya jadi teringat kisah Scott Murphy di film Touchback yang rilis April 2012 lalu. Sebuah film yang berkisah tentang manisnya 'kehidupan kedua'.

Scott Murphy, mulanya dia atlet football top yang meraih kejayaan di usia 20 tahun. Di usia 20 tahun, dia sudah menjadi superstar. Kaya dan tenar. Kisah awal itu boleh kita sebut sebagai kehidupan pertamanya.

Yang terjadi kemudian, cedera kaki yang dialaminya di sebuah pertandingan, membuat kehidupannya langsung berubah. Kakinya cacat. Hidupnya tak lagi sama. Dia memilih bertani demi bertahan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun