Rasanya, tidak mungkin semua wartawan di negeri ini dilengkapi dengan alat seperti itu. Sebab, tidak mungkin media yang mempekerjakan mereka, bisa punya alat seperti itu dalam jumlah banyak. Bagaimanapun, kemampuan finansial instansi media berbeda-beda.
Toh, masih ada cara "new normal berbasis kearifan lokal" yang masih bisa dilakukan untuk melindungi para jurnalis dalam menjalankan pekerjaannya. Salah satunya ketika jumpa pers.
Dulu, wartawan harus datang ke lokasi jumpa pers. Tidak jarang, mereka duduk berdekatan, bahkan berdiri berdesakan demi mengambil gambar. Bahkan, ada seorang kawan jurnalis bercerita, lha wong ketika pengumuman pemberlakuan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saja, model jumpa pers nya masih seperti itu.
Nah, di era new normal ini, cara jumpa persnya bisa diubah. Tentu saja, yang berubah bukan hanya cara kerja wartawannya. Tapi juga narasumbernya. Salah satunya instansi pemerintah.
Semisal mengubah jumpa pers tatap muka langsung menjadi berbasis teknologi video. Seperti melalui teleconference dari tempat kerja narasumber dengan wartawan di ruang pokjanya. Â
Â
Atau, narasumbernya bisa merekam keterangan (berita voice) yang ingin disampaikan kepada awak media. Lantas, mengirim keterangan tersebut ke alamat email wartawan masing-masing. Plus didukung keterangan rilis.
Memang, cara ini ada sisi minusnya. Semisal teleconference, tentu tidak akan bisa seluwes jumpa pers biasanya. Atau ketika mengirim rekaman, wartawan jadi tidak bisa bertanya langsung ke narasumber.
Tentu saja itu akan terasa janggal. Tidak luwes. Tapi, itulah cara new normal yang bisa dilakukan. Awalnya janggal, nanti terbiasa. Sembari berjalan, bisa dicari solusinya. Toh, tujuannya demi untuk tujuan lebih besar, agar wartawan dan narasumber aman.
New normal juga tentang berperilaku hidup sehat
Tapi, yang sulit diubah adalah kebiasaan wartawan melakukan wawancara door stop alias 'wawancara cegat'. Jenis wawancara ini dilakukan ketika wartawan bertemu narasumber dan langsung bertanya perihal informasi yang ditanyakan tanpa melalui jumpa pers.
Dalam prakteknya, wawancara gaya ini memang sulit menerapkan physical distancing. Sebab, wartawan dan narasumbernya berdekatan. Bila tidak berdekatan, bagaimana bisa menyampaikan pertanyaan dan mendengarkan jawabannya.
Pendek kata, sulit melakukan wawancara door stop "jaga jarak" seperti yang dilakukan wartawan Jerman di pertandingan Bundesliga pada akhir pekan kemarin. Namun, new normal tentunya tidak hanya tentang perubahan pola kerja.