Dari survei itu, profesi wartawan cenderung mengalami depresi dan kejenuhan umum di tengah pandemi virus corona yang melanda Indonesia. Bahkan, tingkat depresi wartawan lebih tinggi dari tenaga kesehatan.
Melansir dari timesindonesia.co.id, disebutkan, ada sebanyak 45,92 persen wartawan mengalami gejala depresi. Sedangkan 57,14 persen wartawan merasakan kejenuhan umum di tengah pandemi virus corona yang saat ini melanda Indonesia.
"Terdapat 45,92 persen wartawan yang memiliki gejala depresi, jauh lebih tinggi dari tenaga kesehatan sebesar 28 persen," demikian dinyatakan tim survei CEDS FE Unpad dikutip dari timesindonesia.co.id.
Mengubah pola kerja pekerja media, mungkinkah?
Bagaimanapun, wartawan tidak akan bisa mengubah semua rutinitas pola kerja mereka di masa pandemi ini. Semisal semua proses mendapatkan berita dilakukan dari rumah. Mewawancara narasumber dari rumah dan menulis di rumah.Â
Memang, dengan kecanggihan teknologi informasi yang ada sekarang, tugas wartawan kini menjadi lebih mudah. Semisal melalui wawancara lewat WhatsApp (WA) maupun melakukan wawancara narasumber melalui video call. Praktis. Juga aman.
Apalagi bila narasumbernya asyik. Semisal berkenan menulis jawaban dengan tulisan lumayan panjang. Sehingga, wartawan tinggal mengirimkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan via WA, lantas menunggu jawaban dari narasumber.
Masalahnya, tidak semua berita bisa ditangani dari rumah. Bagaimana dengan agenda jumpa pers yang dilakukan pejabat pemerintah di kantornya, semisal terkait penanganan Covid-19 di daerahnya?
Tentu saja, wartawan masih harus datang langsung ke lokasi. Mendengarkan pejabat menyampaikan statementnya, lantas bertanya. Dan tentu saja, dalam situasi seperti itu, mereka bertemu dan bersinggungan dengan banyak orang.
Belum lagi bila ada berita yang harus didatangi tempat kejadian perkara (TKP) nya. Semisal bila terjadi kecelakaan lalu lintas, kebakaran, maupun rekonstruksi tindak kejahatan. Tentu saja, wartawannya harus datang ke lokasi untuk mendapatkan berita dan cerita lengkapnya.
Nah, kejadian-kejadian seperti itu tidak bisa hanya dipantau dari rumah. Kecuali bagi 'wartawan pemalas' yang hanya tinggal meminta berita dari rekannya yang datang ke lapangan. Ataupun hanya menunggu 'berita rilis' dari instansi yang mengirimkan rilis.
"New normal" bagi pekerja media