Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tenaga Medis, Totti, dan Makna Loyalitas Profesi di Tengah Pandemi

14 April 2020   12:54 Diperbarui: 14 April 2020   13:26 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu, ketika bekerja sebagai "tukang menulis" di instansi pemerintah, rutinitas membaur dalam aktivitas wali kota maupun beberapa kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), membuat saya tahu beberapa slogan yang diusung beberapa OPD.

Slogan yang mencerminkan semangat para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di OPD tersebut. Semisal slogan "Pantang Pulang Sebelum Padam". Menyebut slogan tersebut, sampean (Anda) pasti tahu apa ranah tugas OPD nya.

Ada juga OPD yang memiliki slogan "Loyal itu Sakit, Tapi Lebih Sakit Lagi Kalau Tidak Loyal". Dulu, saya seperti terpanah demi membaca kalimat slogan  itu. Tercenung sembari menerka-nerka apa maksudnya. Terlebih pada bagian lebih sakit bila tidak loyal.  

Lalu apa maksudnya? Maksudnya jelas. Bahwa menjadi loyal itu tidak mudah. Sebab, terkadang, loyal itu tidak seperti menaiki perahu di tengah lautan yang tenang pada malam yang bertabur bintang. Sebaliknya, loyal itu bak mendayung perahu di tengah hujan badai dan ombak yang menggulung.

Dalam situasi pandemi coronavirus disease (Covid-19) seperti sekarang, apa yang dilakukan para tenaga medis, menjadi cerminan betapa loyalitas itu tidak mudah. Bahkan sakit.

Bila upaya melawan Covid-19 ini diibaratkan perang, para tenaga medis itu berada di garis depan untuk melawan penularan virus yang dampaknya begitu dahsyat bagi kehidupan manusia ini.

Para petugas kesehatan itu harus mengenakan pakaian berlapis-lapis untuk melindungi diri. Ironisnya, tidak semua tenaga medis memakai alat pelindung diri (ADP) yang memenuhi standar karena jumlahnya yang tidak mencukupi. Yang terjadi, beberapa dari mereka ada yang positif tertular corona. Ada yang meninggal.

Dikutip dari katadata.co.id, hingga Minggu (12/4/2020) kemarin, Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (FSP FARKES/R) mencatat sebanyak 44 tenaga medis meninggal dunia akibat terinfeksi virus corona. Rinciannya, 32 dokter dan 12 perawat.

Karena itu, FSP FARKES/R mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan keselamatan petugas kesehatan yang menangani pandemi corona. Caranya, dengan menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) yang memenuhi standar dengan jumlah yang mencukupi.

Hal ini sebagaimana diatur dan dijamin dalam Pasal 57 Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Salah satu hak tenaga medis yakni memperoleh perlindungan hukum selama menjalankan tugas sesuai dengan Standar Profesi dan SOP.

Seluruh anggota FSP FARKES/R di Indonesia juga diimbau untuk mengenakan pita hitam di lengan kanan selama 13-15 April. Aksi ini sebagai belasungkawa atas banyaknya tenaga kesehatan yang meninggal akibat Covid-19. Aksi tersebut sekaligus memberikan dukungan penuh kepada tenaga medis lainnya yang menangani virus corona seperti dikutip dari katadata.co.id.

Foto Tenaga Medis dengan APD Bertuliskan Totti

Terlepas dari imbauan agar pekerja kesehatan dan farmasi mengenakan pita hitam di lengan tersebut, jagad media sosial diramaikan oleh temuan sebuah foto tenaga medis yang menggugah.

Foto itu, ada seorang tenaga medis menggunakan APD dan berpakaian lengkap serba putih. Yang tidak umum, di bagian punggung pakaian medis itu, bertuliskan kata Totti dan angka 10.

Saya tidak tahu detail foto itu, tepatnya tenaga medis dari mana. Sebab, ketika melakukan penelusuran di kolom pencarian Google dengan kata kunci tenaga medis dan Totti, tidak ada keterangan ataupun informasi yang berkaitan dengan kata kunci tersebut.

Yang jelas, foto itu muncul di beberapa akun Instagram. Salah satunya di akun @quotesbola dengan narasi: "salah seorang tenaga medis yang menunjukkan loyalitas terhadap profesinya. Yaitu dengan menulis nama Totti di belakang alat pelindung diri. Hormat untuk mereka yang berjuang melawan pandemi Covid-19".  

Postingan ini mendapat respons positif dari warganet. Karena postingannya di akun sepak bola, banyak warganet yang langsung paham dengan makna dari foto tersebut. Ada warganet yang menulis kalimat begini: "Motivasi dia Totti. Yang totalitasnya dan setia terhadap pekerjaannya".

Malah, ada beberapa warganet yang langsung meneruskan langsung postingan tersebut (nge-tag) ke akun Instagramnya Totti. Ada yang menulis @francescototti look this picture. Tujuan meneruskan pesan tersebut, agar Totti melihat langsung foto itu. Bahwa dia merupakan simbol loyalitas dan menginspirasi tenaga medis.

Seperti apa loyalitas Totti?
Mengapa Totti yang menjadi simbol loyalitas yang dituliskan oleh tenaga medis tersebut. Kok bukan nama-nama pesepakbola loyal lainnya?
 
Ada beberapa versi jawaban. Boleh jadi, tenaga medis tersebut memang mengidolakan Totti. Atau mungkin, sejak dulu dia memang menjadi fans dari AS Roma, klubnya Totti. Atau juga masa mudanya diwarnai dengan cinta kepada Liga Italia. Bukan lainnya.

Namun, apapun versinya, pemilihan Totti untuk simbol loyalitas sangatlah tepat. Meski, di jagad sepak bola, ada beberapa nama yang seperti Totti. Mereka yang dari muda hingga pensiun, hanya membela satu klub. Sebut saja Paolo Maldini di AC Milan, Ryan Giggs di Manchester United, atau Charles Puyol di FC Barcelona. Namun, Totti tetaplah berbeda.

Francesco Totti. Dia lahir besar di Roma pada 27 September 1976. Di tahun 1992, di usia 16 tahun, Totti 'naik kelas' dari tim akademi ke tim senior. Sejak itu, Totti setia membela Roma. Dari debut di 28 Maret 1993, hingga 28 Mei 2017. Total, dia tampil dalam 618 penampilan di Roma dengan mencetak 250 gol.

Apa yang membedakan loyalitas Totti dengan pemain lainnya sehingga tepat menjadi representasi bahwa loyal itu sakit?

Karena di Italia, AS Roma itu bukanlah tim supertop yang hampir setiap tahun bisa meraih trofi seperti Juventus. Bukan pula tim tenar di Eropa seperti Barcelona ataupun Manchester United yang 'banjir gelar' selama era Totti bermain.  

Kalau ada pemain yang loyal di tim besar yang hampir setiap musim bisa bersaing meraih trofi, meski itu keren, tetapi tidak terlalu spesial. Dengan bisa meraih banyak gelar dan gaji yang sesuai, ya wajar bila seorang pemain mau terus bertahan tanpa tergoda untuk pindah klub.

Francesco Totti, pesepak bola loyal yang selama 25 tahun bermain di AS Roma. Dia kini dianggap legenda dan pahlawan.Foto: SkySports
Francesco Totti, pesepak bola loyal yang selama 25 tahun bermain di AS Roma. Dia kini dianggap legenda dan pahlawan.Foto: SkySports
Bandingkan dengan Totti. Selama 25 tahun membela AS Roma, Totti lebih banyak merasakan momen biasa, bahkan duka di akhir musim. Selama seperempat abad pengabdiannya untuk klub kota kelahirannya itu, dia 'hanya' bisa meraih lima trofi bersama AS Roma.

Yakni juara Liga Serie A Italia (Scudetto) di musim 2000-01, dua kali juara Coppa Italia pada musim 2006/07 dan 2007/08 dan juara Super Coppa Italia 2001 dan 2007. Bayangkan, 25 tahun hanya bisa meraih lima trofi.

Padahal, bila berpikir pindah ke "zona nyaman" alias ke klub yang lebih besar dan punya peluang meraih trofi, Totti sangat bisa melakukannya. Lha wong dia pemain top yang membuat banyak klub top tertarik. Lha wong klub top Spanyol, Real Madrid pernah menawar dirinya pada tahun 2003 silam.

Kala itu, Madrid berstatus Los Galacticos yang bertabur pemain bintang seperti Zinedine Zidane, Ronaldo, Luis Figo, hingga David Beckham. Sementara Roma tengah dalam situasi tak pasti setelah sempat jadi juara Liga Italia. Padahal, andai Totti merapat ke Madrid, dia pastinya telah memenangi banyak trofi.

Totti pernah dikabarkan menyesal telah menolak pinangan Madrid. Namun, saat pensiun, dia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menyesali keputusan saya.

"Saat saya bertemu pemain Real Madrid dari masa itu, mereka pasti bilang.'Anda gila, Anda menolak tim terbaik di dunia'. Saya membuat keputusan demi cinta yang tidak pernah saya sesali. Bertahan di Roma adalah kemenangan ganda. Bermain 25 tahun mengenakan tim yang saya dukung," ujar Totti dalam wawancara dengan media.

Karenanya, kadar loyalitas Totti berbeda dengan pemain-pemain lainnya. Demi loyalitas terhadap klub yang dicintainya, Totti rela 'sakit'. Meraih lima trofi selama 25 tahun, jelas terbilang sangat jarang sekali.

Namun, loyalitasnya kepada klub kota kelahirannya itu membuat Totti dicintai banyak orang. Terlebih, dia salah satu pahlawan saat Italia jadi juara di Piala Dunia 2006.

Hingga kini, insan sepak bola dunia menaruh hormat kepadanya. Totti dianggap legenda. Pahlawan besar dalam sepak bola. Sewaktu AS Roma bertemu Barcelona, megabintang sekelas Lionel Messi bahkan khusus menemui Totti demi ingin bertukar jersey. Messi menganggap Totti sebagai salah satu pemain yang menginspirasi kariernya.

Bila loyalitas terhadap profesi itu memang sakit, semoga loyalitas para tenaga medis dalam berjuang melawan pandemi Covid-19 ini, berbuah penghargaan dan penghormatan. Bukan malah penolakan dari masyarakat yang tidak menghargai jasa-jasanya. Seperti Totti yang hingga kini dianggap pahlawan dalam profesinya. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun