Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Covid-19 Membawa "Pukulan Telak" bagi Warkop di Perdesaan, Bagaimana Bisa Bertahan?

8 April 2020   15:57 Diperbarui: 10 April 2020   22:52 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti menaruh ember berisi air dan sabun cair cuci tangan di depan warung mereka agar pengunjung menjalankan pola hidup sehat. Juga, menata tempat duduk ala physical distancing agar para pengunjung tidak duduk berdekatan. Itu cara mereka agar dianggap ikut peduli memerangi virus ini.

Banyak warung kopi yang terdampak oleh wabah Covid-19. Imbauan pemerintah agar masyarakat tidak berkerumun, membuat banyak warung kopi tutup atau sekadar melayani take away. Tidak ada ngopi di tempat seperti dulu (Foto: m.riauterkini.com)
Banyak warung kopi yang terdampak oleh wabah Covid-19. Imbauan pemerintah agar masyarakat tidak berkerumun, membuat banyak warung kopi tutup atau sekadar melayani take away. Tidak ada ngopi di tempat seperti dulu (Foto: m.riauterkini.com)
Sementara untuk warung kopi yang sudah semi modern dan lokasinya berada di dekat kota, mereka tetap buka tetapi tidak melayani "ngopi di tempat". Para pelanggan hanya bisa memesan minuman ataupun makanan untuk dibawa pulang (take away).

Tentu saja, pemasukan yang didapat dengan cara ala drive thru datang langsung pergi membawa barang yang beli tersebut, tidak sebanyak bila menerapkan pola ngopi di tempat seperti sebelumnya.

Sebab, anak-anak muda itu datang ke warung kopi, selain untuk menikmati kopi, juga untuk mengobrol. Nongkrong. Malah ada yang pesan satu gelas, ngobrolnya berjam-jam. 

Namun, apapun, itulah "strategi bertahan". Itu salah satu cara untuk bangkit dari "pukulan telak" virus yang tidak hanya mematikan raga tetapi juga mematikan sebagian besar perekonomian masyarakat pekerja sektor informal ini. Daripada langsung mati. 

Karenanya, saya memahami bila kawan-kawan saya yang memiliki usaha warung kopi, mereka termasuk yang paling berharap agar wabah ini segera berakhir. Agar tidak ada lagi kekhawatiran bila berkumpul di warung kopi.

Seperti juga doa-doa kita yang berharap virus ini segera lenyap. Agar tidak ada lagi kekhawatiran dalam mencari nafkah untuk keluarga. Utamanya bagi kita yang masih harus bekerja di luar rumah. 

Terlebih, sekira dua pekan dua hari lagi, Ramadan akan tiba. Tentu, sebagai muslim, kita berkeinginan merayakan datangnya Ramadan dengan khusyu tanpa kekhawatiran dalam beribadah. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun