Seperti menaruh ember berisi air dan sabun cair cuci tangan di depan warung mereka agar pengunjung menjalankan pola hidup sehat. Juga, menata tempat duduk ala physical distancing agar para pengunjung tidak duduk berdekatan. Itu cara mereka agar dianggap ikut peduli memerangi virus ini.
Tentu saja, pemasukan yang didapat dengan cara ala drive thru datang langsung pergi membawa barang yang beli tersebut, tidak sebanyak bila menerapkan pola ngopi di tempat seperti sebelumnya.
Sebab, anak-anak muda itu datang ke warung kopi, selain untuk menikmati kopi, juga untuk mengobrol. Nongkrong. Malah ada yang pesan satu gelas, ngobrolnya berjam-jam.Â
Namun, apapun, itulah "strategi bertahan". Itu salah satu cara untuk bangkit dari "pukulan telak" virus yang tidak hanya mematikan raga tetapi juga mematikan sebagian besar perekonomian masyarakat pekerja sektor informal ini. Daripada langsung mati.Â
Karenanya, saya memahami bila kawan-kawan saya yang memiliki usaha warung kopi, mereka termasuk yang paling berharap agar wabah ini segera berakhir. Agar tidak ada lagi kekhawatiran bila berkumpul di warung kopi.
Seperti juga doa-doa kita yang berharap virus ini segera lenyap. Agar tidak ada lagi kekhawatiran dalam mencari nafkah untuk keluarga. Utamanya bagi kita yang masih harus bekerja di luar rumah.Â
Terlebih, sekira dua pekan dua hari lagi, Ramadan akan tiba. Tentu, sebagai muslim, kita berkeinginan merayakan datangnya Ramadan dengan khusyu tanpa kekhawatiran dalam beribadah. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H