Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Belajar dari Jalan Sukses Toto Schillaci, "Orang Biasa" yang Jadi Idola di Piala Dunia 1990

8 April 2020   07:55 Diperbarui: 8 April 2020   08:18 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi penyuka sepak bola zaman sekarang rasanya sedikit saja yang mengenang Salvatore Schillaci, bintang Timnas Italia di Piala Dunia 1990 silam. Bukan hanya karena dia ada di zaman old, tetapi namanya memang tidak setenar kawan-kawannya.

Kala itu, saya yang hanya bisa menikmati Piala Dunia dari berita di koran, menganggap Schillaci adalah pemain paling hebat di Italia. Saya yang waktu itu baru berusia 10 tahun, belum begitu tahu bila Italia punya penyerang terkenal, Gianluca Vialli. Juga striker top Inter Milan, Aldo Serena. Serta bocah ajaib asal Fiorentina, Roberto Baggio.

Yang saya tahu, wajah Schillaci lebih sering nampang di koran dengan pose heroic perayaan golnya, dibandingkan nama-nama top itu. Kisah Schillaci di Piala Dunia 1990 itu persis seperti cerita orang biasa yang mengikuti kontes pencarian idola di televisi, kemudian menang dan terkenal.

Meminjam ungkapan Andy Warhol--artis, filmmaker dan pencetus Pop Art asal Amerika , fenomena itu merupakan "Fifteen minutes of fame" alias kesohoran lima belas menit. Bahwa hanya dalam 15 menit, seseorang bisa mencapai kesohoran, dan dalam waktu 15 menit pula kesohoran bisa hilang tanpa bekas.

Salahkah mereka yang awalnya bukan siapa-siapa lantas tenar cepat? Tentu tidak. Sebab, bagi mereka yang tidak tenar karena publikasi media, tak punya modal materi dan akses kekerabatan, jalan paling masuk akal untuk bisa terkenal, yah dengan memaksimalkan sedikit kesempatan yang ada.

Schillaci juga begitu. Penyerang Timnas Italia ini seperti memenangi kontes Idol. Bermula dari bukan siapa-siapa, Schillaci yang kala itu berusia 26 tahun, mendadak ngetop di Piala Dunia 1990 di Italia. Persis seperti fenomena "Fifteen minutes of fame" nya Andy Warhol itu.

Awalnya bukan siapa-siapa, Schillaci tampil hebat di saat tepat
Hanya dalam hitungan 12 bulan, Schillaci meraih mimpi yang mungkin sulit diraih oleh pesepak bola kebanyakan. Bahkan dibayangkan oleh siapapun. Sebelum tampil di Piala Dunia 1990 dan membawa Italia ke semifinal, siapa yang kenal Schillaci.

Lha wong dua tahun jelang Piala Dunia 1990, Schillaci hanya main di klub kecil di Italia, Messina. Tujuh tahun bersama Messina dengan bermain dari
level paling rendah di kompetisi sepak bola Italia, Serie C2, Serie C1 hingga Serie B, membuat namanya asing diantara nama-nama pemain top Italia.

Dan Schillaci tahu, bagi pemain kelas kampung sepertinya, hanya ada satu cara bila ingin naik kelas. Dia harus lebih dulu menampilkan kemampuan bermain bola 'ala alien' yang tidak dimiliki manusia biasa. Hanya dengan cara itu, barulah namanya bisa masuk koran dan dilirik klub-klub Eropa.

Maka, Toto--panggilan Schillaci, pun memamerkan kemampuannya dalam mencetak gol. Raihan 23 gol dalam 35 kali penampilan di musim 1988/89, cukup untuk membuat klub kaya, Juventus, tergoda dan men-transfer dirinya di tahun 1989.

Meski berstatus 'pemain kampung', bermain di level tertinggi kompetisi sepak bola Italia, Serie A, ternyata tak membuatnya minder. Jumlah 15 gol dalam 30 kali main tidaklah buruk. Dan itu cukup baginya mendapatkan tiket main di Piala Dunia. Schillaci tampil hebat di saat yang tepat.

Memaksimalkan sedikit kesempatan yang datang
Toh, meski terpilih dar 22 pemain Italia di Piala Dunia 1990, tidak ada jaminan Schillaci bakal main. Lha wong dia baru main sekali untuk Italia. Dia adalah outsider.

Dan benar adanya, di laga pembuka melawan Austria, pelatih Italia kala itu, Azeglio Vicini lebih suka memainkan Vialli dan penyerang Napoli, Andrea Carnevale. Tetapi, duet ini ternyata tak sesuai harapan. Vicini lantas memasukkan Schillaci menggantikan Carnevale di menit ke-75. 

Dan, ketika Schillaci masuk ke lapangan di Stadion Olimpico di Kota Roma, cerita seperti kontes pencarian bakat di TV pun dimulai.

Ya, siapa sangka, dua menit menginjakkan kaki di lapangan, Schillaci membuat gol penentu kemenangan Italia. Umpan crossing Vialli, disambarnya dengan sundulan mematikan.
 
Schillaci rupanya tahu, bagi pemain cadangan seperti dirinya, masa 15 menit di lapangan sudah seperti masa audisi yang menentukan masa depan. Bila ia tampil baik, kesempatan berikutnya akan datang. Sebaliknya, bila tampil buruk, tak akan ada lagi kesempatan kedua.

Ternyata nasib baik memeluknya erat. Dia malah bak jadi jimat Italia. Dia malah membawakan kegembiraan bagi rakyat Italia yang dilanda kepanikan gagal menang di laga pertama.

Nah, hoki Schillaci di 'laga audisi' itu membuatnya mendapat menit bermain lebih banyak di laga kedua melawan Amerika Serikat. Dia dimainkan sejak menit ke-51. Lalu, di laga penentuan juara grup melawan Cekoslowakia, Schillaci dipasang sebagai pemain utama.

Di sinilah kita perlu belajar pada Schillaci tentang bagaimana memaksimalkan kesempatan yang datang. Toto membayar kepercayaan pelatih yang diberikan kepadanya, dengan mencetak gol cepat di menit ke-7 yang membawa Italia menang 2-0.

Sejak itu, Schillaci mengucapkan salam perpisahan kepada bangku cadangan. Pelatih Azeglio Vicini memainkannya sebagai pemain utama. Malahan Vialli yang jadi penghuni bangku cadangan.

Di babak 16 besar ketika Italia menang 2-0 atas Uruguay, Schillaci mencetak gol lagi. Gol pembuka. Tiga gol dalam empat laga membuat Schillaci dianggap sebagai foto copy nya Paolo Rossi, penyerang tajam yang membawa Italia juara dunia 1982.

Jelang perempat final melawan Republik Irlandia, koran Italia, Corriere della Sera membuat judul headline "The Italy of Schillaci" merujuk peran besar Schillaci dalam permainan Italia.

Dan Schillaci lagi-lagi menjadi jimat ketika mencetak gol penentu kemenangan Italia, 1-0. Luar biasa, pria yang awalnya hanya sekali
bermain dengan kostum Italia itu, justru sudah mencetak empat gol dalam lima pertandingan di Piala Dunia.
 
Lalu, di semifinal melawan Argentina, 3 Juli 1990 di kota Napoli, untuk pertama kalinya, warga Napoli tidak mendukung pujaan mereka, Diego Maradona yang merupakan superstar klub Napoli. Mereka justru memasang spanduk bertuliskan "Grazie (terima kasih) Toto".

Sebuah malam dramatis. Dan Toto terlihat lebih hebat dari Maradona ketika dia mencetak gol di menit ke-17. Tapi, untuk pertama kalinya, gawang Italia jebol oleh gol Claudio Caniggia di menit 67. Langkah Italia pun terhenti usai kalah adu penalti, 3-4.

Mungkin ketidakberuntungan Italia itu karena Schillaci tidak ikut ambil bagian dalam adu penalti. Tetapi, dia belum mau berhenti mencetak gol. Dia membuat gol penentu kemenangan Italia 2-1 lewat titik penalti atas Inggris di laga perebutan tempat ketiga Piala Dunia 1990. 

Jumlah enam gol di akhir turnamen, membuat Schillaci memenangi sepatu emas. Dia unggul dari nama-nama tenar seperti Lineker (4 gol) ataupun Caniggia (2 gol). Toto juga terpilih jadi pemain terbaik Piala Dunia 1990.

Sukses Toto, sebuah anomali yang lezat
Kolumnis Tom Adams dalam tulisannya berjudul "Toto Schillaci: One-hit wonder" pada 26 Maret 2010 lalu menyebut sukses Schillaci menjadi top skor dan Pemain Terbaik Piala Dunia 1990 adalah sebuah anomali yang lezat.

Ketika Eusebio, Gerd Muller, Grzegorz Lato, Mario Kempes, Paolo Rossi, atau Gary Lineker jadi top skor, tidak banyak orang mengusiknya. Tetapi untuk Schillaci, orang menganggapnya bak kisah Cinderella yang pergi ke pesta mewah karena bantuan sang peri baik hati.

"Notti magiche di Toto Schillaci" alias keajaiban malam Toto Schillaci, begitu ungkapan yang ditulis Tom Adams.

Dan ungkapan Tom Adams itu ada benarnya. Bak kisah Cinderella yang setelah jam 12 malam kembali berubah jadi orang biasa, Schillaci pun demikian. Setelah Piala Dunia 1990, nama Schillaci yang sebelumnya ada di langit ketujuh, seperti langsung jatuh ke bumi.

Di Juventus, dia gagal mengulang aksi heroic nya di Piala Dunia 1990. Hanya mencetak lima gol dari 29 penampilan di musim 1990/91 dan enam gol dari 30 penampilan di musim 91/92, membuat nya dilego ke Inter Milan. Namun, dua tahun di Inter, dia hanya mencetak 11 gol dari 30
kali main. Schillaci pun lantas 'terbuang'. Dan tahun 1994, dia berkelana ke Jepang, bermain untuk klub Jubilo Iwata.

Di Timnas Italia, nama Schilacchi juga tak pernah lagi bermain di Piala Dunia. Bahkan, setelah Piala Dunia 1990, dia hanya main empat kali dan mencetak satu gol bersama Italia. Total, dia hanya memainkan 16 pertandingan dengan seragam Italia.

Toh, meski hanya merasakan euforia "Fifteen minutes of fame", Schillaci tentu tidak pernah menyesal pernah mendapatkan kesempatan tampil di turnamen bola terbesar di planet ini.

Orang mungkin akan mengenang tampilnya Schillaci sebagai pemain terbaik dan pencetak gol terbanyak di Piala Dunia 1990, sebagai sebuah keanehan: anomali. Tetapi, seperti kata Tom Adams, itu kenikmatan yang lezat.

Daripada pernah mendapatkan kesempatan berkali-kali tampil di Piala Dunia, tetapi tidak pernah mampu menorehkan kesan bagus, toh masih lebih bagus yang dicapai Schillaci.

Ya, kepada Schillaci, kita bisa belajar perihal pentingnya  memaksimalkan kesempatan yang datang dalam hidup dengan mengeluarkan semua potensi terbaik dari diri kita. Karena, kita tidak pernah tahu apakah akan ada kesempatan kedua. Jangan-jangan, itulah kesempatan kita satu-satunya.

Dari kisah Schillaci, kita juga bisa 'bercermin' tentang optimisme. Bahwa setiap orang, siapapun dia, sejatinya punya peluang yang sama untuk meraih sukses. Boleh jadi, sukses itu ibarat roti yang oleh Tuhan digantungkan di langit. Siapa saja bisa mengambil roti itu, selama memang mau berusaha mendapatkannya. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun