Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pandemi Corona dan "Ajaibnya" Kelakuan Warga Negara +62

24 Maret 2020   07:21 Diperbarui: 24 Maret 2020   21:26 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di tengah mewabahnya corona, penting untuk menaati imbauan pemerintah agar tidak keluar rumah bila memang tidak ada keperluan mendesak. Termasuk juga menerapkan social distancing/Foto: news.detik.com/

Pandemi global virus Covid-19 semakin mengkhawatirkan. Termasuk di Indonesia. Hingga Senin (23/2) sore kemarin, pasien positif terjangkit virus corona di Indonesia bertambah menjadi 579 pasien. Jumlah itu bertambah sebanyak 65 orang dari sehari sebelumnya berjumlah 514 orang, Minggu (22/3).

Juru bicara pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto dalam konferensi pers yang disiarkan langsung dari kanal Youtube BNPB, Senin (23/3) menyampaikan, dari jumlah tersebut, pasien yang sembuh berjumlah 30 orang. 

Sementara pasien yang meninggal berjumlah 49 orang. Per hari ini, pemerintah pusat telah mendistribusikan sejumlah peralatan medis ke berbagai daerah di Indonesia. Seperti Alat Perlindungan Diri (ADP), alat screening test, masker, dan obat-obatan.

Bagi saya, pandemi Covid-19 ini tidak hanya ada di layar televisi. Tidak hanya ada di kota dan negara yang diberitakan di layar kaca. Tapi kini sudah ada di depan mata. 

Sebab, beberapa daerah di Jawa Timur sudah masuk zona merah pandemi virus Covid-19. Termasuk Surabaya yang merupakan tempat saya mengais rezeki, sudah masuk dalam zona merah.

Bahkan, Sidoarjo yang merupakan tempat tinggal saya, hingga kemarin dinyatakan sudah ada tiga warganya yang positif. Malah, satu orang yang positif dan kemarin sempat ramai diceritakan, domisilinya berada satu kecamatan dengan tempat tinggal saya.

Zona merah itu membuat kehidupan jadi berubah. Warga diimbau untuk lebih banyak di rumah. Di Surabaya, tempat-tempat publik ditutup. Seperti Kebun Binatang Surabaya, THp Kenjeran, museum, perpustakaan umum, hingga meliburkan Bus Wisata Surabaya Shopping and Culinary Track.

Di Sidoarjo, pemerintah setempat juga meniadakan car free day, menutup tempat hiburan, kolam pancing, sarana olahraga, hingga menutup sementara taman-taman kota demi membatasi berkumpulnya massa yang bisa menjadi pemicu penyebaran Covid-19.

Kelakuan konyol warga +62

Itu beberapa kabar 'serius' terbaru yang saya baca dari media daring, Senin (23/3). Nah, selain deretan berita serius itu, media daring dan juga media sosial memunculkan kabar-kabar konyol tapi serius karena benar terjadi. Kabar konyol tentang betapa ajaibnya perilaku warga di negeri +62 ini di tengah badai covid-19.

Kemarin, di jagad media sosial, muncul video aparat polisi yang mengimbau anak-anak muda yang tengah duduk-duduk santuy di sebuah kafe, agar kembali ke rumah/tempat tinggal masing-masing. 

Imbauan itu menindaklanjuti anjuran pemerintah agar warganya tidak keluar rumah bila memang tidak ada keperluan mendesak. Serta melakukan social distancing bila beraktivitas.

Bukannya pulang ke rumah, eh anak-anak muda itu malah tetap santuy duduk di tempat duduknya masing-masing sembari mengobrol. Malah ada yang nyorakin. Seolah menganggap imbauan petugas itu sebagai guyonan.

Demi melihat video tersebut, ada seorang kawan yang lantas berkomentar keras di akun media sosialnya. "Dibubarkan, petugasnya malah disorakin. Gak tau mau komen apalagi tentang orang-orang ini yang keg***kannya level master. Percuma segala imbauan dan usaha pemerintah dalam mengatasi wabah ini kalau masyarakatnya masih seperti ini logika dan pola berpikirnya.

Lucunya, di salah satu grup WhatsApp yang saya ikuti, ketika ada kawan yang membagikan video tersebut, kawan lainnya menimpali nya dengan membagikan foto yang juga ramai dibagikan. Yakni foto (konon) di Rusia di mana singa di lepas di tempat umum demi mencegah orang ke luar rumah.

"Sepertinya singa dan harimau di kebun binatang Surabaya juga harus dilepas agar orang-orang kerasan di rumah dan tidak lagi berkumpul di satu tempat seperti ini," celetuknya.  

Ada pula kabar di media daring tentang kelakukan wakil rakyat di salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang diberitakan menolak dicek kesehatan oleh tim medis Dinas Kesehatan setempat lantaran baru pulang melakukan kunjungan kerja dari Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dari video yang beredar, anggota DPRD tersebut sempat menanyakan Standar Operasional Prosedur (SOP) seperti dikutip dari sini.

Rekaman video itu sempat viral di jagad media sosial. Di setiap tautan berita yang mengabarkan kabar ini, warganet seakan berlomba-lomba menuliskan komentar. Bagaimana isi komentarnya? Sampean (Anda) tahu sendiri lah.

Lalu, ada pula video yang beredar di media sosial tentang pasien dengan status ODP (Orang Dalam Pemantauan) yang dengan santai duduk-duduk di mall berdekatan dengan pengunjung mall lainnya. Di tampilan gambar itu, ditampilkan surat dari dokter dengan tanda centang di kolom ODP. "Tapi belum tahu itu Corona. Kalau PDP dia sudah suspect," ujar orang di video tersebut.

Ada kawan yang lantas emosi melihat video tersebut. "Ini lagi +62, bangga dan pamer status ODP nya. Sambil cengar-cengir masker gak dipake nutup mulut dan hidung. Dikomen apa ni enaknya".

Dan memang, itu sikap yang tidak biasa. Bayangkan, ada orang yang sudah disimpulkan status ODP, bukannya mengisolasi di rumah, malah mendatangi tempat kerumunan banyak orang. Mungkin kelakukan seperti itu hanya ada di negeri +62 ini.

Paling menyebalkan bila ada orang yang "aji mumpung" mengambil untung

Kelakukan konyol lainnya perihal kreativitas warga di negeri ini. Tahu masker kini langka dan sulit didapat, mereka berkreasi menciptakan sendiri masker versi mereka. Semisal memakai perlengkapan sekolah anaknya, hingga memakai popok anaknya yang tentunya masih belum pernah dipakai.

Ada lagi, tentang perilaku sok jagoan seolah-olah dirinya kebal terhadap covid-19. Ada kawan yang sudah tahu bila daerah tempat tinggalnya sudah masuk zona merah pandemi corona, tahu bila pemerintah telah mengimbau untuk tidak nekad datang ke tempat-tempat berkumpulnya banyak orang yang bisa menjadi media penyebaran virus ini. Tapi ya sekadar tahu saja.

Kebetulan, akhir pekan kemarin, kami mendapatkan undangan untuk hadir di acara pernikahan. Karena berbagai alasan, saya memutuskan untuk tidak hadir sembari menyampaikan permohonan maaf kepada kawan yang punya acara.

Eh kawan yang gagah berani tersebut malah berujar untuk tidak perlu bersikap paranoid terhadap virus ini. Kata dia, tidak masalah datang ke tempat banyak orang. Bahwa, yang terpenting berpikir positif tidak akan terjadi apa-apa.

Lha, memangnya orang yang waspada itu dianggap tidak berpikir positif. Padahal, paranoid dan waspada itu dua hal yang sangat berbeda.

Namun, puncak dari kekonyolan, lebih tepatnya menyebalkan dan bikin gregetan adalah perilaku orang-orang di negeri +62 adalah mereka yang tega memanfaatkan situasi ini demi mengambil keuntungan sendiri dalam jumlah besar. Faktanya, ada banyak orang seperti ini.

Semisal, mumpung banyak orang butuh masker atau hand sanitizer, lantas ada yang menjualnya dengan harga selangit. Sangat mahal. Harganya bisa berlipat-lipat dari harga di waktu normal.

Tentang hal ini, ada banyak celotehan di laman media sosial. Semisal ada warganet yang mempertanyakan apakah pedagang online yang "me-mark up" harga jual hand sanitizer itu tidak ditindak.

Atau, sampean (Anda) mungkin pernah mendapati orang-orang "aji mumpung" dan oportunis seperti ini di kehidupan nyata. Semisal tetangga atau rekan kantor yang berprinsip "yang penting dapat untung banyak, nggak peduli dengan orang lain".

Padahal, logikanya, andai ada banyak orang yang tidak bisa memakai masker, sulit mendapatkan hand sanitizer atau bahkan mungkin kesulitan mendapatkan sabun cair karena harganya sangat mahal. 

Lantas, orang-orang itu sakit dan menularkan penyakitnya. Semisal (semoga tidak terjadi) lantas penyakit ini mewabah masif, apa gunanya keuntungan besar itu.

Penting untuk "berpikir waras"

Ah, meski setiap hari pikiran kita dicekoki oleh data-data terbaru yang cenderung mengabarkan berita tentang bertambahnya Pasien Dalam Pengawasan (PDP) karena corona yang bisa saja membuat kita ikut cemas, tapi semoga kita masih tetap bisa berpikir waras.

Berpikir waras untuk waspada dan tidak  sok nekad terhadap virus yang bahkan lebih mengerikan daripada "para pendahulunya" karena penularannya yang mudah dan terbilang cepat.

Berpikir waras untuk tidak mengambil risiko terhadap kemungkinan yang kita tidak pernah tahu. Apalagi bila risiko itu tidak hanya mengancam diri sendiri. Tetapi juga bisa mengancam keluarga dan orang-orang dekat bila sudah menjadi carrier.

Juga tetap berpikir waras untuk tidak mencari kesempatan dan keuntungan besar di saat banyak orang kesulitan seperti sekarang. Semisal berjualan barang yang dibutuhkan banyak. 

Tentu saja, mengambil untung dalam berjualan itu wajar. Malah harus. Lha wong namanya berdagang ya untung demi terus bisa meneruskan usahanya. Namun, yang tidak wajar itu bila mengambil untungnya berlebihan. Itu namanya serakah.

Bagaimana tidak serakah bila seandainya ada orang yang menawarkan produk hand sanitizer isi yang semisal bila dijual dengan harga 150 ribu saja untuk isi 500 mililiter sudah dapat untung, tapi malah dijual dua kali lipat.

Bukankah membantu orang lain yang kesusahan itu nilai kebaikannya dobel-dobel. Bukankah ketika kita memberikan kemudahan bagi mereka yang kesulitan, maka Tuhan yang akan memberikan kemudahan bagi kita.

Pada akhirnya, semoga kita tetap bisa berpikir waras demi menjaga kesehatan dan terhindar dari paparan Covid-19. Terus mau banyak membaca demi mengedukasi diri dan keluarga agar aman dari ancaman virus ini.

Jangan tergoda untuk melakukan hal-hal konyol yang malah membahayakan keselamatan diri dan orang-orang terdekat kita. Sebab, belum ada penemuan bahwa orang-orang konyol itu kebal dari ancaman Covid-19. Ya, daripada bersikap konyol, lebih baik waras.

Terpenting dari yang paling penting, semoga pandemi ini segera berakhir. Semoga kehidupan bisa kembali berjalan normal. Dan kelak, ketika semuanya ini tinggal cerita, semoga kita bisa mengambil hikmah. Semisal hikmah untuk membiasakan diri hidup sehat apapun situasinya.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun