Bagi saya, betapapun menyakitkan mengenang momen ditinggal mantan, toh itu sudah jadi masa lalu. Bagaimanapun, mantan itu hanya bagian dari masa lalu. Dan, masa lalu ya masa lalu. Sekarang ceritanya sudah berbeda.
Sekarang ya jadi teman biasa. Seperti kebanyakan orang lain, terlepas adanya cerita di masa lalu. Karenanya, tidak perlu bawa perasaan bila memikirkan masa lalu.
Â
Nah, karena sudah menjadi teman biasa seperti kebanyakan teman lainnya, seharusnya mantan tidak lagi menyeramkan. Kalaupun tanpa sengaja bertemu, ya biasa saja. Kalaupun semisal dia mengajak ngobrol chat via WA, ya ditanggapi biasa saja. Selama obrolannya memang masih wajar.
Nggak perlu baper dengan obrolan chat. Apalagi sampai jadi genit. Biasa saja. Ingat, dia hanya masa lalu.
Apa iya, sudah puluhan tahun nggak bertemu, lantas bertemu dengan situasi sudah sama-sama berkeluarga dan sudah punya anak, masih ada 'rasa'. Seharusnya tidak.
Nah, bila sudah bisa menganggap mantan sebagai teman biasa dan pasangan kita juga orangnya santai, tidak cemburuan, tidak ada salahnya 'mengenalkan mantan' ke pasangan.
Saya sengaja menandai kata mengenalkan mantan itu dengan tanda kutip. Sebab, mengenalkan mantan tidak hanya berarti bertemu, lantas berjabat tangan berkenalan. Tidak harus seperti itu.
Maksud mengenalkan si mantan itu juga bisa lewat obrolan. Semisal ketika tengah ngobrol santai ke istri, bisa disela dengan cerita. Semisal tadi si mantan mendadak bertanya kabar. Lantas cerita si mantan sekarang sudah punya berapa anak dan tinggal di mana. Begitu saja.
Kebetulan, istri saya orangnya santuy. Termasuk bila mendadak bicara perihal mantan. Dia berujar percaya pada saya. Meski, biasanya dia mengingatkan dengan kalimat lugas: "hati-hati kalau sama mantan. Kita mungkin santai. Tapi kan dia punya suami yang kita tidak tahu apakah bisa santai seperti kita. Takutnya malah salah sangka".
Tetapi memang, bicara soal mantan di rumah ini sensitif. Harus benar-benar dilakukan dengan santuy. Bukan hanya suasananya yang santuy. Tetapi juga pasangan suami istrinya. Saking santuynya, mereka bisa menganggap bahasan mantan itu sekadar obrolan biasa. Selesai ya sudah. Tak berbekas. Tanpa baper.
Nah, bila mantan sudah dianggap sebagai orang kebanyakan karena tidak ada perasaan apa-apa, bukankah lebih bagus bila bisa menjaga hubungan baik alias tetap berteman. Meski dulu kita mungkin pernah terluka ketika dia memutuskan memilih orang lain. Daripada terus melanggengkan mengingat sakitnya masa lalu sehingga lantas muncul benci. Buat apa?
Â
Toh, kita kini sudah berbahagia dengan pasangan yang kita pilih. Bahkan mungkin, kehidupan yang kita jalani, mungkin tidak akan bahagia seperti sekarang bila semisal dulu tetap jalan sama mantan.
Karenanya, biasa saja bila bicara tentang mantan itu. Ia sekadar masa lalu. Tidak lebih. Kita juga perlu punya batasan bila mendadak diajak mengobrol. Jangan baperan. Ingat, kita sudah punya pasangan yang statusnya lebih dari sekadar mantan. Pasangan yang percaya pada kita. Sebaliknya, kita percaya kepadanya.