Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Mengenalkan" Mantan ke Pasangan, Salahkah?

20 Februari 2020   00:00 Diperbarui: 20 Februari 2020   00:16 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenalkan mantan ke pasangan, salahkah? Bagaimanapun mantan adalah masa lalu. Kini, mereka menjadi orang kebanyakan seperti kawan lainnya. Asal jangan baperan./Foto: tribunnews.com

Februari itu bulan kasih sayang. Benarkah?

Bila mengacu pada pandangan kawan-kawan yang tidak merayakan "hari kasih sayang" di bulan Februari, kasih sayang itu tidak mengenal bulan. Lha wong setiap hari bisa berkasih sayang. Saya pun beranggapan begitu.

Namun, bila harus memilih bulan sebagai momen 'kasih sayang', saya akan lebih memilih Maret. Sebab, ada dua tanggal spesial yang saya ingat di bulan Maret ini. Tanggal ketika anak dan istri saya menandai hari jadinya.  

Tetapi memang, benarlah bunyi ungkapan bahwa setiap orang itu ada masanya dan setiap masa ada orangnya. Maksudnya, bagi saya, sekarang bukan lagi masanya menganggap Februari sebagai bulan kasih sayang. Meski, saya dulu pernah mengalami masanya.

Masa ketika dulu pernah menganggap "Valentine" sebagai hari spesial. Masa ketika dulu seolah merasa wajib dan bela-belain membeli coklat di hari itu, demi diberikan kepada seseorang yang kemudian menjadi mantan.

Ah ya, mungkin bagi sebagian orang, kata mantan itu menyeramkan. Seperti selayaknya hal-hal yang menyeramkan, banyak orang tidak mau membayangkan, membicarakan, apalagi bila bertemu langsung. Faktanya, banyak orang yang seperti dijangkiti fobia bila bicara mantan. Ada ketakutan yang sangat berlebihan. Entah apa nama fobia tersebut.

Tetapi memang, ada alasan yang membuat mantan itu memang menyeramkan. Alasannya, mantan identik dengan masa lalu yang perih. Bahwa, dulu kita pernah gagal dalam menjalin hubungan asmara dengan seseorang. Kandas.

Entah apakah kegagalan itu karena dia yang memutuskan hubungan sebab karena terpesona dan lebih memilih orang lain dengan alasan yang kala itu dibuat-buat. Ataukah karena hubungan yang dijalani ternyata tidak direstui oleh orang tua.

Duh, sekilas, membayangkan kalimat itu saja sakit. Apalagi bila mengingat sang mantan yang ternyata lebih dulu menikah dengan orang lain. Haha.

Dulu, tentu saja menyakitkan ketika merasakan hubungan asmara yang terjalin ternyata kandas. Apalagi melihat langsung, di depan mata, si mantan 'jalan' dengan orang lain. Rasanya perih. Meski wajah masih bisa tersenyum.

Zaman saya masih belia dulu, di pertengahan 90-an, lara hati karena mantan itu seringkali dilampiaskan dengan mendengar lagu. Semisal me re-quest di stadion radio untuk diputarkan lagu sendu sembari me-mention nama mantan. 

Semisal lagu 'Suratku' nya Heidi Yunus, 'Lara Hati' nya Katon Bagaskara, atau 'Kau Yang telah Pergi' nya Caffeine. Di masa itu, lagu-lagu itu top banget untuk melebur rasa pedihnya hati. Ketahuan umurnya karena lagunya lawas banget.  

Zaman sekarang, mendengar lagu-lagunya Didi Kempot sudah cukup untuk 'menikmati' keambyaran hubungan dengan kekasih yang sudah jadi mantan.

Apalagi memutar lagu "Kartonyono Medot Janji" nya Denny Caknan yang lagi top-topnya itu. Mendengar intronya saja, jiwa yang sakit hati seolah langsung berontak.

"Loro ati iki, tak mbarno kanggo latihan
sok nek wes oleh gantimu, wes ra kajok aku
wergo wes tau, wes tau jeru".

"Mbiyen aku jek betah
suwe-suwe wegah
nuruti kekarepanmu sansoyo bubrah"

"Kartonyono ning Ngawi medot janjimu
ambruk cagak nuruti angan-anganmu
sak kabehane wes tak turuti, tapi malah mbelanji"

Perihal menyeramkannya kata mantan, maknanya semakin terasa menyeramkan bagi mereka yang sudah menjadi pasangan suami istri. Tentunya tidak semua. Tapi, ada sebagian orang yang mengalaminya.

Dari cerita beberapa kawan, mereka seolah 'mengharamkan' kata mantan dalam obrolan di rumah mereka. Alasannya, supaya tidak menyakiti perasaan pasangan.

Malah ada yang bercerita, setelah hadir di reunian SMA ataupun reunian kawan kuliah yang membuat mereka bertemu mantan semasa di sekolah/kuliah, lantas disambung obrolan di ruang WhatsApp. Nah, ketika tiba di rumah, obrolan di WA itu pun langsung "di-clear chat". Dihapus.

Katanya khawatir bila mendadak WA tersebut dibaca istri. Padahal percakapan biasa saja. Tidak mengarah pada potensi tumbuhnya CLBK alias cinta lama bersemi kembali.

Tentu saja, clear chat WA itu tidak selalu dikonotasikan buruk. Namanya orang tentu berbeda-beda. Ada yang memang ingin menjaga perasaan istri dan tidak mau melukai perasaannya sehingga lebih baik percakapan dengan mantan itu dihapus saja. Ada pula yang memang benar-benar jadi anggota "ISTI" alias Ikatan Suami Takut Istri".

Mantan hanya masa lalu, tidak lebih 

Bagi saya, betapapun menyakitkan mengenang momen ditinggal mantan, toh itu sudah jadi masa lalu. Bagaimanapun, mantan itu hanya bagian dari masa lalu. Dan, masa lalu ya masa lalu. Sekarang ceritanya sudah berbeda.

Sekarang ya jadi teman biasa. Seperti kebanyakan orang lain, terlepas adanya cerita di masa lalu. Karenanya, tidak perlu bawa perasaan bila memikirkan masa lalu.
 
Nah, karena sudah menjadi teman biasa seperti kebanyakan teman lainnya, seharusnya mantan tidak lagi menyeramkan. Kalaupun tanpa sengaja bertemu, ya biasa saja. Kalaupun semisal dia mengajak ngobrol chat via WA, ya ditanggapi biasa saja. Selama obrolannya memang masih wajar.

Nggak perlu baper dengan obrolan chat. Apalagi sampai jadi genit. Biasa saja. Ingat, dia hanya masa lalu.

Apa iya, sudah puluhan tahun nggak bertemu, lantas bertemu dengan situasi sudah sama-sama berkeluarga dan sudah punya anak, masih ada 'rasa'. Seharusnya tidak.

Nah, bila sudah bisa menganggap mantan sebagai teman biasa dan pasangan kita juga orangnya santai, tidak cemburuan, tidak ada salahnya 'mengenalkan mantan' ke pasangan.

Saya sengaja menandai kata mengenalkan mantan itu dengan tanda kutip. Sebab, mengenalkan mantan tidak hanya berarti bertemu, lantas berjabat tangan berkenalan. Tidak harus seperti itu.

Maksud mengenalkan si mantan itu juga bisa lewat obrolan. Semisal ketika tengah ngobrol santai ke istri, bisa disela dengan cerita. Semisal tadi si mantan mendadak bertanya kabar. Lantas cerita si mantan sekarang sudah punya berapa anak dan tinggal di mana. Begitu saja.

Kebetulan, istri saya orangnya santuy. Termasuk bila mendadak bicara perihal mantan. Dia berujar percaya pada saya. Meski, biasanya dia mengingatkan dengan kalimat lugas: "hati-hati kalau sama mantan. Kita mungkin santai. Tapi kan dia punya suami yang kita tidak tahu apakah bisa santai seperti kita. Takutnya malah salah sangka".

Tetapi memang, bicara soal mantan di rumah ini sensitif. Harus benar-benar dilakukan dengan santuy. Bukan hanya suasananya yang santuy. Tetapi juga pasangan suami istrinya. Saking santuynya, mereka bisa menganggap bahasan mantan itu sekadar obrolan biasa. Selesai ya sudah. Tak berbekas. Tanpa baper.

Nah, bila mantan sudah dianggap sebagai orang kebanyakan karena tidak ada perasaan apa-apa, bukankah lebih bagus bila bisa menjaga hubungan baik alias tetap berteman. Meski dulu kita mungkin pernah terluka ketika dia memutuskan memilih orang lain. Daripada terus melanggengkan mengingat sakitnya masa lalu sehingga lantas muncul benci. Buat apa?
 
Toh, kita kini sudah berbahagia dengan pasangan yang kita pilih. Bahkan mungkin, kehidupan yang kita jalani, mungkin tidak akan bahagia seperti sekarang bila semisal dulu tetap jalan sama mantan.

Karenanya, biasa saja bila bicara tentang mantan itu. Ia sekadar masa lalu. Tidak lebih. Kita juga perlu punya batasan bila mendadak diajak mengobrol. Jangan baperan. Ingat, kita sudah punya pasangan yang statusnya lebih dari sekadar mantan. Pasangan yang percaya pada kita. Sebaliknya, kita percaya kepadanya.

Sehingga, bilapun bicara mantan, itu bukan soal wani atau tidak. Namun, bagi laki-laki yang paling baik, terpenting bisa menjaga perasaan dan kepercayaan perempuannya. Salam.

(* Sebagai anggota dari tim "Trio KonekS", saya sudah menunaikan tugas sebagai 'pelari pertama'. Berikutnya saya persilakan Mbak Avy (kompasiana.com/mbakavy) dan mas Agus Wahyudi (kompasiana.com/aguswahyudiweha) untuk meneruskan berlari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun