Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pelajaran dari Jordan Henderson, Dulu Diremehkan, Kini Pemain Terbaik Inggris

4 Februari 2020   08:52 Diperbarui: 5 Februari 2020   18:01 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jordan Henderson, dulu diragukan dan diremehkan, kini menjadi yang terbaik di Inggris. Dia juga menjadi kapten yang memimpin Liverpool mendominasi Liga Inggris dan juara LIga Champions 2019/Foto: liverpoolfc.com


Bagaimana jadinya bila sampean (Anda) merupakan salah satu yang terbaik di bidang yang Anda jalani, tetapi tidak pernah mendapatkan pengakuan sebagai yang terbaik? Tidak pula pernah diganjar penghargaan tertinggi. Akan jadi seperti apakah kita?

Apakah sampean akan terus bergerak maju ? Terus maju karena yakin pada akhirnya, semua usaha yang Anda lakukan sekarang, kelak akan diakui dan dihargai orang banyak. 

Ataukah, sampean merasa tidak perlu lagi melakukan kerja yang istimewa karena tidak ada orang yang memberikan pengakuan? Lantas, berpikiran cukup kerja biasa-biasa saja. Toh, tidak ada yang memberikan apresiasi.

Dan memang, dalam menjalani "peran" di tempat pekerjaan, tidak sedikit dari kita yang sekadar berorientasi ingin "diakui" oleh orang lain. Bentuknya bisa berupa pujian, penghargaan, piala dan sebagainya.

Tentu saja, orientasi kerja seperti itu tidak keliru. Bisa dibenarkan. Asal proporsinya benar. Yang keliru adalah, ketika pengakuan berupa pujian dan penghargaan terhadap pekerjaan kita tak kunjung datang, lantas kualitas kerja kita jadi menurun karena merasa terlupakan.

Karenanya, penting untuk memiliki standar dalam bekerja. Tetapkanlah standar terbaik yang bisa kita capai dalam bekerja. Dan, pada level standar itulah kita terbiasa bekerja.

Dengan begitu, ada atau tidak ada pengakuan, kita akan terbiasa bekerja pada standar tersebut. Dan, ketika pengakuan pada akhirnya datang, tentu saja itu bukan urusan sim salabim dan kebetulan belaka. Tetapi, itu merupakan buah manis dari kebiasaan kita menjaga standar pekerjaan.

Mengawali karier di tim kecil Sunderland, pernah dianggap FIFA pemain muda yang harus dilihat

Kapten tim Liverpool, Jordan Henderson pernah merasakan siklus hidup seperti itu. Jauh sebelum "pegal mengangkat trofi" seperti sekarang dan didaulat sebagai pemain terbaik Inggris 2019, Henderson pernah merasakan periode pahit dalam hidupnya.

Dia sering diremehkan. Pekerjaannya acapkali dianggap tidak becus. Bahkan tidak dianggap sebagai yang terbaik di bidangnya.

Henderson yang kelahiran 17 Juni 1990, sejatinya 'pendatang' di Liverpool. Maksudnya, dia tidak tumbuh besar bersama akademi sepak bola Liverpool. Terlahir di keluarga yang mendukung tim Sunderland membuatnya ikut menjadi suporter tim berjuluk The Black Cat tersebut.

Statusnya sebagai fans Sunderland semakin lengkap tatkala dirinya menjadi pemain di klub itu. Di usia 8 tahun, Henderson masuk akademi Sunderland. Di usia 18 tahun, pria berzodiak Gemini ini mulai menapaki karier sebagai pemain pro. Dia teken kontrak di Sunderland pada 1 Juli 2008.

Namun, di awal tahun 2009, Henderson malah dipinjamkan ke Coventry City hingga akhir musim. Toh, di Coventry inilah, dia bisa mendapat kesempatan sering bermain. Hingga mencetak gol senior pertamanya ke gawang Norwich City pada 28 Februari 2008.

Di musim 2009/10, Henderson yang kembali ke Sunderland, mulai mendapat tempat di tim inti. Adalah cederanya seniornya, Lee Cattermole yang menjadi jalan pembuka bagi Henderson. Di sepanjang musim ini, dia bermain 33 kali.

Jumlah bermain yang tentu saja bagus untuk ukuran pemain 19 tahun. Dia bahkan mencetak gol pertamanya di Premier League ke gawang Manchester City pada 19 Desember 2009. Di musim 2009/10 inipula, Henderson mendapatkan penghargaan "Sunderland Young Player of the Year".

Dedikasi dan konsistensi penampilan Henderson membuatnya mendapat sodoran kontrak baru selama lima tahun pada 23 April 2010. Artinya, dia akan berkostum tim Sunderland hingga 2015.

Lantas, di musim 2010/11, di usia 20 tahun, Henderson semakin matang. Dia tampil 37 kali di Premier League dengan mencetak 3 gol. Dia kembali dipilih sebagai"Sunderland Young Player of the Year".

Bahkan, pada 13 Januari 2011, FIFA melalui website resminya, memasukkan namanya sebagai satu dari 13 pemain muda yang harus dilihat di 2011. One of 13 young players to watch in 2011.

Mewarisi "ban kapten", Hendo diragukan bisa sehebat Steven Gerrard


Toh, perpanjangan kontrak baru yang seharusnya membuatnya bertahan di Southampton hingga 2015, batal ketika datang tawaran dari Liverpool.

Pada 9 Juni 2011, delapan hari sebelum usianya genap 21 tahun, Henderson resmi pindah ke Liverpool dengan banderol cukup mahal untuk ukuran saat itu, 20 juta pounds. Kepindahannya ternyata menyisakan drama.

Apalagi, pertandingan pertamanya bersama Liverpool, justru menghadapi Sunderland di kandangnya. Sebagian fans Sunderland yang tidak terima dengan kepindahannya, mencemoohnya selama pertandingan. Musim pertamanya di Liverpool dilalui dengan catatan total tampil di 44 laga dan mencetak 2 gol.

Ironisnya, pada Agustus 2012, kedatangan pelatih baru, Brendan Rogers, nyaris menjadi pintu keluar bagi Henderson. Mungkin karena alasan tidak masuk strategi, dia diberitahu Rodgers bahwa dirinya diizinkan bila pindah ke Fulham. Namun, Henderson menolaknya.

Dalam perjalanan waktu, di musim 2014/15, Hendo--panggilan, Henderson mulai menjabat wakil kapten seiring kepergian Daniel Agger. Bahkan, dia acapkali menjadi kapten tim ketika Steven Gerrard tidak tampil karena cedera.

Lantas, di musim 2015/16, seiring kepergian Gerrard, Hendo pun didaulat sebagai kapten Liverpool. Ironisnya, karena cedera bahkan harus naik meja operasi, Hendo lebih banyak absen. Dia hanya bermain 17 kali.

Tetapi memang, meneruskan jejak Gerrard sebagai skipper tim, membuat Henderson menyandang beban berat. Dia selalu dibandingkan dengan Gerrard yang jelas seorang legend di Liverpool. Pendek kata, Hendo diragukan bisa jadi kapten keren seperti Gerrard.

Jangankan bila tampil labil dengan beberapa kali membuat blunder ataupun kembali mengalami cedera, seandainya dia terus bermain keren pun, Hendo belum dianggap selevel dengan Gerrard.

Toh, setiap manusia bisa berubah menjadi lebih baik. Toh, pujian disamakan dengan pemain lain, meskipun pemain hebat, sejatinya tidak terlalu penting. Sebab, paling penting adalah bagaimana dia bisa tampil hebat sebagai dirinya sendiri. Dengan kelebihannya yang tentu saja tidak sama dengan orang lain.

Toh, bila dia bisa tampil konsisten bagus dengan memperlihatkan kerja hebat di lapangan, orang juga akhirnya memberinya pengakuan sebagai pemain hebat.  

Tiga deskripsi yang diawali "toh" itulah yang dilakukan Hendo dalam dua musim terakhir bersama Liverpool. Dia berubah. Penampilannya terus membaik bersama pelatih asal Jerman, Jurgen Klopp. 

Bahkan, di awal tahun 2020, Hendo terpilih sebagai pemain terbaik Inggris 2019. Pemain terbaik berusia 29 tahun ini didaulat sebagai England Men's Player of The Year, menyisihkan Harry Kane dan Raheem Sterling seperti dikutip dari
https://www.liverpoolfc.com/news/first-team/382718-jordan-henderson-named-england-men-s-player-of-the-year.

Meski, predikat itu membuatnya justru jadi cemoohan di media sosial. Ada beberapa meme konyol yang menyindir kapasitas Hendo sebagai pemain tengah terbaik di Inggris. Tepatnya di Premier League. 

Bahwa, bila Hendo jadi pemain terbaik, maka N'golo Kante main tenis, lalu Kevin de Bruyne main basket. Maksudnya, Hendo tidak dianggap lebih baik dari De Bruyne dan Kante, dua gelandang top di Liga Inggris.

Toh, fakta tidak bisa diingkari. Kesuksesan memimpin Liverpool jadi juara Liga Champions 2019, juara Piala Super Eropa dan juara FIFA Club World Cup, menjadi penegas bahwa penampilan Hendo lebih oke dari pemain lainnya. Dia juga menyamai pencapaian Gerrard ketika membawa Liverpool juara Eropa pada 2005 silam.

Bahkan, bila nanti Liverpool memastikan tampil sebagai juara Liga Inggris musim 2019/20, Hendo sudah bisa lepas dari bayang-bayang Gerrard. Sebab, dia akan menjadi kapten pertama Liverpool yang bisa mengangkat trofi Premier League sejak tahun 1990 silam. Gerrard pun hanya nyaris.  

Dalam wawancara dengan premierleague.com, mantan penyerang tajam Timnas Inggris yang kini menjadi pundit sepak bola, Alan Shearer, tidak ragu menyebut Henderson sebagai pemain terbaik Liga Inggris di musim ini.

Shearer memasukkan nama Hendo dalm Team of The Week versinya setelah tampil hebat saat Liverpool mengalahkan Southampton 4-0 pada akhir pekan kemarin (1/2). "Henderson pemain terbaik pilihan saya di musim ini," ujar Super Al, julukan Shearer kala masih aktif bermain.

Melihat pencapaian hebat Henderson sekarang ini, itu merupakan buah manis dari kerja kerasnya selama bertahun-tahun. Kerja keras untuk tampil konsisten, bebas cedera, sekaligus membuat para peragunya terdiam.

Lalu, apa pelajaran dari kisah Henderson tersebut?

Andai dulu Henderson mudah baper ketika dirinya dicemooh. Andai dia down ketika dianggap tidak bisa jadi pemain hebat seperti Gerrard dicap sebagai pemain 'kaca' yang rentan cedera, ataupun tukang blunder, kita tidak akan pernah melihat Henderson seperti sekarang.

Ya, apa yang dicapai oleh Henderson seperti sekarang, itu merupakan hadiah besar dari perjuangannya dalam menjaga standar pekerjaannya. Hingga, pengakuan pada kinerja dan kualitasnya pun datang dengan sendirinya. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun