Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pelajaran Menyikapi Kompetitor dari Rivalitas Ronaldo-Zlatan di Liga Italia

24 Januari 2020   08:22 Diperbarui: 25 Januari 2020   11:33 1886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendukung Juventus harus berterima kasih kepada AC Milan karena telah mendatangkan Zlatan Ibrahimovic di periode kedua kompetisi Liga Serie A Italia musim 2019/20. 

Sebab, keputusan Milan untuk memulangkan Zlatan di awal tahun, ternyata berdampak besar pada penampilan Cristiano Ronaldo.

Adakah hubungan antara kembalinya Zlatan ke panggung Serie A dengan penampilan Ronaldo di awal tahun 2020? Jelas ada hubungannya.

Mari kita tengok data statistik. Sebelum Zlatan kembali ke Serie A, Ronaldo tidak tampil bagus di periode pertama Serie A musim ini. 

Merujuk data Soccerway, dari 17 kali penampilan di Liga Italia, Ronaldo "hanya" mencetak 10 gol. Bagi pemain "mesin gol" seperti Ronaldo, capaian itu termasuk minim.

Maka, media-media Italia pun "menggoreng" kabar ini. Ronaldo dianggap mulai kesulitan mengimbangi bek-bek di Liga Italia yang usianya lebih muda darinya. 

Mereka menyoroti Ronaldo yang semakin menua. Mengingat, usianya sudah 34 tahun. Bahkan, akan berusia 35 tahun pada 5 Februari nanti. Lari Ronaldo kini tidak lagi sekencang dulu. Pergerakannya juga tidak lagi selincah dulu.

Di putaran pertama lalu, Ronaldo bahkan sempat dua kali ditarik keluar di tengah pertandingan. Digantikan pemain lainnya. Sesuatu yang jarang terjadi di musim lalu. Tapi, keputusan pelatih Maurizio Sarri itu mendapat pembelaan dari rekan seprofesinya.

Pelatih top Italia, Fabio Capello menyebut Ronaldo telah kehilangan kemampuan melewati dua tiga pemain lawan seperti dulu. Menurutnya, sebuah keputusan tepat mengganti pemain yang tidak tampil bagus.

Lantas, datanglah Zlatan yang "cerewet" itu. Zlatan yang menjadi sedikit dari pemain yang pernah membela tiga klub top Italia, Juventus, Inter Milan, dan AC Milan, kembali ke tim merah hitam.

Setelah Zlatan mendarat di Italia, Ronaldo mendadak menemukan kembali naluri golnya. Faktanya, dia langsung mencetak 6 gol dan 1 assist hanya dalam 3 pertandingan Liga Italia di awal tahun 2020. 

Itu belum termasuk 1 gol ke gawang AS Roma saat Juve menang 3-1 di Coppa Italia, Kamis (23/1) kemarin.

Ronaldo mengawali tahun 2020 dengan mencetak hat-trick (tiga gol dalam satu pertandingan) ke gawang Cagliari pada 6 Januari lalu. Itu hat-trick pertamanya di Liga Italia. 

Dia kini menjadi satu-satunya pemain yang bisa mencetak hat-trick di Liga Italia, Liga Spanyol, Liga Inggris, dan Liga Champions.

Sepekan kemudian, Ronaldo mencetak satu gol ke gawang Roma (13/1). Lantas, membuat dua gol ke gawang Parma (20/1). Total, kini dia mencetak 16 gol dalam 20 laga Liga Italia.

Sebenarnya, apa kaitan antara kembalinya Zlatan dan penampilan ganas Ronaldo?

Saya mengibaratkan kisah Ronaldo itu seperti seorang pedagang di sebuah pasar. Pedagang tersebut biasanya jualan seadanya saja karena merasa berada di zona nyaman. Nyaman karena dirinya sudah punya banyak pelanggan.

Lantas, mendadak muncul pesaing baru. Pedagang baru yang punya lapak jualan keren juga "cerewet" dengan mengklaim bahwa tokonya yang terbaik. Lantas, banyak orang tertarik datang ke toko si pedagang baru tersebut.

Situasi itu membuat si pedagang lama mendadak termotivasi untuk memanage ulang jualannya. Kehadiran pesaing itu membuatnya termotivasi untuk memunculkan strategi marketing baru. Juga, mengemas ulang branding tokonya.

Tujuannya, agar dirinya bisa memenangi persaingan dengan pesaing barunya itu. Dalam artian, mendapatkan pembeli lebih banyak. Pun, pelanggan setianya tidak berpaling ke pedagang baru itu. Dia ingin membuktikan, bahwa dirinya masih tetap pedagang terbaik di wilayah pasar itu.

Pendek kata, kehadiran kompetitor baru itu telah membuat orang lama yang sebelumnya terbiasa dengan hal biasa, mendadak menemukan motivasi baru untuk menjadi lebih baik.

Zlatan sejak dulu nyinyirin Ronaldo
Memang, pengandaian pedagang dan kompetitornya di sebuah pasar itu tidak apple to apple dengan kisah Zlatan dan Ronaldo. Namun, kiranya, begitulah gambaran rivalitas Ronaldo dan Zlatan.

Jangan dikira, Ronaldo dan Zlatan tidak punya rivalitas. Memang, sepanjang karier panjang mereka, keduanya baru kali ini tampil di Liga yang sama. Sebelumnya, keduanya terpisah "di pasarnya" masing-masing.

Namun, rivalitas mereka sudah menyala sejak sedekade lalu. Hal itu tidak lepas dari kecerewetan Zlatan yang acapkali menyindir Ronaldo. Zlatan yang acapkali mengklaim diri sebagai yang terbaik, seperti tak rela ketika publik memuja Ronaldo.

Cristiano Ronaldo dan Zlatan Ibrahimovic, pelajaran bagaimana menyikapi keberadaan kompetitor hebat/Foto: Hindustan Times
Cristiano Ronaldo dan Zlatan Ibrahimovic, pelajaran bagaimana menyikapi keberadaan kompetitor hebat/Foto: Hindustan Times
Sampean (Anda) yang mengikuti karier keduanya, pastinya paham jejak kenyinyiran Zlatan kepada Ronaldo. Zlatan seperti tokoh kartun Donald Bebek yang cerewet mengomentari apa saja yang terjadi pada Ronaldo.

Dulu, Zlatan pernah menyindir Ronaldo sebagai laki-laki yang beruntung. Ronaldo disebutnya selalu duduk di kursi terdepan untuk melihat Messi menerima Ballon D'Or. 

Sebuah sindiran yang satire bahkan cenderung sarkasme, karena sejatinya mengolok-olok Ronaldo atas kekalahan dalam pemilihan pemain terbaik dunia. Zlatan juga pernah menyebut Ronaldo hanya satu, yakni pesepak bola asal Brasil.

Dua tahun lalu, ketika Ronaldo yang masih ber-jersey Real Madrid mencetak gol salto sepeda ke gawang Juventus di Liga Champions, Zlatan juga tidak tinggal diam. 

Dia menyebut, dirinya malah pernah melakukan gol salto dari jarak hampir separuh lapangan ketika membela Timnas Swedia melawan Inggris.

Bahkan, ketika kembali ke Serie A, Zlatan langsung menyentil Ronaldo. Ketika dirinya ditanya mengapa memilih nomor punggung 21 di AC Milan Zlatan menjawab pedas. "Angka 21 ini tiga kali lipat dari angka 7. Saya ingin menunjukkan lebih baik tiga kali lipat dari yang memakai nomor 7 (merujuk Ronaldo)."

Ketika ditanya wartawan Italia apakah dirinya siap bersaing dengan pemain terbaik dunia (yang dimaksud wartawan adalah Ronaldo) di Liga Italia, Zlatan malah balik bertanya. "Maaf, apakah Messi kini bermain di Liga Italia?"

Begitulah Zlatan. Dia memang kepedean, untuk tidak menyebut arogan. Memang, dia punya pencapaian yang bisa membuatnya pede. 

Di usianya yang kini 38 tahun, Zlatan telah meraih puluhan trofi. Setiap tim yang dibelanya ketika bermain di Liga Belanda, Italia, Spanyol, Prancis, dan Inggris, dia selalu meraih trofi.

Namun, bila dibandingkan dengan pencapaian Ronaldo, Zlatan sejatinya belum ada apa-apanya. Lha wong Ronaldo sudah 5 kali memenangi trofi Liga Champions. Zlatan? Dia malah belum pernah. 

Ronaldo juga sudah membawa negaranya jadi juara Piala Eropa. Pencapaian yang belum pernah bisa dilakukan Zlatan hingga pensiun membela negaranya.

Benar menyikapi kompetitor hebat seperti Ronaldo
Namun, terlepas dari nyinyirnya Zlatan, ternyata itu bagus bagi Ronaldo. Bagi pemain yang mentalnya matang dan tidak cengeng seperti Ronaldo, nyinyiran sekadar ucapan kata-kata. Malah, dia bisa menjadikan nyinyiran itu sebagai motivasi untuk tampil bagus.

Bahwa, kehadiran Zlatan di Liga Italia, dianggap Ronaldo sebagai tantangan baru. Ronaldo yang di Liga Italia kehilangan sosok rival seperti Messi kala bermain di Liga Spanyol, kini menemukan kompetitor hebat.

Adanya kompetitor hebat itulah yang membuatnya seperti kembali muda. Dia seperti tak rela, panggungnya sebagai pemain paling top di Liga Italia, "dicuri" Zlatan.

Bahkan, Ronaldo seperti sengaja mengubah gaya rambutnya. Dia menguncir sedikit rambutnya di bagian belakang. Banyak yang menyebut Ronaldo rindu dengan Gareth Bale, mantan rekannya di Madrid yang punya gaya rambut serupa.

Namun, Ronaldo sejatinya memberi pesan kepada Zlatan yang juga bergaya rambut kuncir dalam beberapa tahun terakhir.

Maka, rivalitas mereka pun dimulai sejak awal Januari lalu. Dari pekan ke pekan, Ronaldo terus mencetak gol. Dia seperti tidak ingin kalah dari Zlatan. Sejauh ini, Ronaldo berhasil. 

Di awal tahun, kala dia mengemas hat-trick ke gawang Cagliari, Zlatan yang bermain 35 menit gagal mencetak gol saat Milan bermain 0-0 dengan Sampdoria.

Pekan berikutnya, head to head keduanya berimbang. Zlatan yang tampil lebih dulu dan bermain sebagai starter, mencetak satu gol dan membawa Milan menang 2-0 atas Cagliari. Sehari kemudian, Ronaldo mencetak satu gol ke gawang Roma.

Pekan berikutnya, Zlatan tidak mencetak gol dan Ronaldo terus mencetak gol. Namun, rivalitas keduanya sesungguhnya tidak hanya hitungan gol. Tapi juga pengaruh bagi tim.

Ronaldo dengan gol-gol dan kharismanya, jelas masih menjadi sosok protagonis (aktor utama) di balik kemenangan Juve dan di awal tahun ini berhasil menurunkan Inter Milan dari puncak klasemen.

Zlatan?

Tidak bisa dibantah bahwa kehadirannya telah membuat Milan bangkit. Bersama Zlatan, AC Milan yang sempat terpuruk dan bahkan dibantai Atalanta 0-5 di akhir tahun 2019 lalu, kini mulai rajin meraih kemenangan.

Dengan Liga Italia musim 2019/20 masih menyisakan 18 pertandingan, rivalitas keduanya akan terus menarik untuk disimak. Terlebih saat Milan dijadwalkan bertemu Juventus pada 11 April nanti. Ini akan menjadi pertemuan seru antara Ronaldo dan Zlatan.

Pada akhirnya, dari rivalitas Zlatan dan Ronaldo, kita bisa mengambil pelajaran bahwa keberadaan kompetitor hebat itu penting. Sebab, tanpa kompetitor berkualitas, kita tidak lagi merasa nyaman dengan melakukan hal-hal biasa.

Sebaliknya, keberadaan kompetitor hebat akan mendorong kita untuk bekerja lebih keras. Bukan hanya agar tetap bisa survive dalam persaingan. Tapi juga menjadi pemenang dari persaingan.

Terpenting, jangan karena mendapat kompetitor hebat, apalagi bila jam terbang dan kualitasnya setara bahkan di atas kita, lantas membuat kita malah merasa kalah sebelum berkompetisi. 

Jadilah seperti Ronaldo yang langsung mengeluarkan yang terbaik dari dirinya begitu menemukan kompetitor hebat.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun