Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Belajar dari Kesalahan, Tim Indonesia Lolos Dramatis ke Final Kejuaraan Dunia Junior 2019

5 Oktober 2019   06:35 Diperbarui: 5 Oktober 2019   10:28 15197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tunggal putra Indonesia, Bobby Setiabudi, membuka jalan kemenangan tim Indonesia. Dia mengalahkan juara dunia dari Thailand. Indonesia menang 3-2 dan akan menghadapi Tiongkok di final Kejuaraan Dunia Beregu Junior 2019/Foto: badmintonindonesia.org

Syukur Alhamdulillah. Tim Indonesia lolos ke final. Ya, lewat perjuangan dramatis, tim bulutangkis junior Indonesia akhirnya lolos ke final Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis Beregu Junior 2019 (BWF World Junior Championship Team) yang berlangsung di Kazan, Rusia.

Tim bulu tangkis junior Indonesia memastikan lolos ke final setelah menyudahi perlawanan sengit tim Thailand, Sabtu (5/10) dini hari tadi. 

Indonesia menang dramatis, 3-2 dalam lima pertandingan yang baru dimulai pukul 15.00 waktu Rusia (pukul 21.00 waktu Indonesia tadi malam) dan baru berakhir jelang pukul 02.00 dini hari waktu Indonesia.

Sebuah rangkaian pertandingan semifinal yang tidak hanya dramatis. Tetapi juga menguji kekuatan mental pemain-pemain muda Indonesia. Kejelian tim pelatih dalam memainkan strategi dengan tim Thailand, juga menjadi faktor yang sangat menentukan kemenangan Indonesia.

Dengan komposisi semifinal yang memainkan tunggal putra, tunggal putri, ganda putra, ganda putri, dan diakhiri ganda campuran, tim Indonesia sebenarnya berada dalam situasi kurang nyaman. 

Pasalnya, Thailand di atas kertas, unggul di sektor tunggal. Dengan rute final seperti itu, Thailand tentu berharap bisa unggul 2-0 di sektor tunggal. Lantas berusaha memburu satu kemenangan di sektor ganda.

Tunggal putra Indonesia bisa mengalahkan juara dunia
Thailand percaya diri karena di tunggal putra, mereka punya Kunlavut Vitidsarn. Kunlavut merupakan juara dunia 2017 dan 2018 serta juara Asia 2019. 

Salah satu pemain muda tunggal putra paling menjanjikan. Lantas di tunggal putri, ada nama Phittayaporn Chaiwan yang merupakan peraih medali perak Kejuaraan Asia Junior 2019. 

Dan memang, Thailand mengawali laga semifinal ini dengan sangat bagus. Kunlavut yang bermain pertama, sangat percaya diri melawan tunggal putra Indonesia, Bobby Setiabudi. 

Apalagi, Kunlavut juga pernah mengalahkan Bobby di final Kejuaraan Asia Junior pada Juli 2019 lalu. Di game pertama, Kunlavut mampu menang telak, 21-6.

Namun, tim Thailand mungkin lupa. Bahwa, bulutangkis bukan hanya soal peringkat dan hitung-hitungan peluang di atas kertas. Tapi juga semangat dan kekuatan mental. Faktor inilah yang kali ini dimiliki Bobby. 

Di game kedua, Bobby memperlihatkan semangat luar biasa. Dia berbalik menang lewat setting point, 22-20. Pada akhirnya, Bobby yang sudah menang mental atas Kunlavut, memenangi game ketiga 21-16. Indonesia pun unggul 1-0. Kejutan.

Di game kedua yang memainkan sektor tunggal putri, Putri Kusuma Wardani juga tidak gentar melawan Phittayaporn. Dia ingin menyumbang poin. Dia ingin mengulang kemenangan atas lawan yang sama di Asia Junior Championship 2019 pada Juli lalu. 

Sayangnya, kali ini ceritanya berbeda. Putri kalah tipis 22-24 di game pertama. Di game kedua, dia harus mengakui kemenangan Phittayaporn 16-21. Skor pun menjadi 1-1.

Di pertandingan ketiga, giliran tim Indonesia yang memegang kendali. Pasangan ganda putra juara Asia Junior 2019, Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin memperlihatkan bahwa mereka bisa diandalkan. 

Leo/Daniel menang straight game 21-12, 22-20 atas pasangan Thailand, Thanawin Madee/Ratchapol Makkasasithorn. Indonesia pun kembali unggul 2-1.

Drama tersaji di pertandingan keempat yang memainkan ganda putri. Indonesia berharap pada pasangan Nita Violina Marwah/Putri Syaikah untuk menuntaskan laga dan lolos ke final. 

Dengan jam terbang Nita/Putri yang sudah tampil di turnamen senior, bahkan menjadi runner-up Akita Masters 2019 (turnamen BWF Super 100) plus juara Vietnam International 2019 dan Iran Fajr International 2019, ada harapan mereka bisa menang.

Yang terjadi, Nita/Putri yang merupakan rangking 1 ganda putri junior, malah tampil tegang. Thailand tampil mengejutkan lewat pasangan Benyapa Aimsaard/Pornnicha Suwatnodom. Nita/Putri kalah 17-21 di game pertama. Mereka lantas berbalik menang 21-15 di game kedua. 

Laga pun berlanjut di game ketiga. Nita/Putri kalah tipis, 19-21. Artinya, Thailand menyamakan skor 2-2. Sehingga, final harus ditentukan di pertandingan terakhir.

Indonesia belajar dari kesalahan di final Kejuaraan Asia 2019
Sekadar informasi, pertemuan tim Indonesia melawan Thailand di semifinal Kejuaraan Dunia Junior Beregu 2019 ini merupakan ulangan final Kejuaraan Asia Junior Beregu 2019 yang berlangsung di Suzhou, Tiongkok pada Juli lalu. 

Pemain-pemain yang tampil di kejuaraan kali ini, juga masih sama dengan yang tampil di Suzhou.

Kala itu, Indonesia nyaris juara. Lha wong Indonesia sudah unggul 2-0 di awal pertandingan lewat kemenangan di ganda putra dan tunggal putri. 

Namun, ketika butuh satu kemenangan, Indonesia justru kena come back. Thailand lantas menyamakan skor 2-2 lewat kemenangan di tunggal putra dan ganda putri.

Dan, akhir pahit diterima Indonesia. Di pertandingan kelima yang memainkan ganda campuran, Indonesia kalah. Padahal, Indonesia menampilkan pasangan juara dunia junior 2018, Leo Rolly/Indah Cahya Sari Jamil. 

Sementara Thailand malah memainkan pasangan dadakan, yakni dua pemain tunggal, Kunlavut Vitidsarn/Phittayaporn Chaiwan. Siapa sangka, pasangan dadakan Thailand itu menang 21-12, 21-16.

Nah, dini hari tadi, jurus itu pula yang kembali dipakai Thailand. Mereka kembali memainkan Kunlavut/Phittayaporn yang sebelumnya tampil di nomor tunggal, untuk berjibaku di ganda campuran. Thailand tentunya berharap bisa mengulang kemenangan di Kejuaraan Asia 2019 lalu.

Namun, kali ini, tim Indonesia lebih siap. Indonesia sudah belajar dari kesalahan. Tak hanya strategi, tetapi juga mental. Persis seperti pernyataan manajer tim Indonesia, Susy Susanti di laman Badminton Indonesia, sebelum pertandingan. Susy berujar seperti ini:

"Di AJC (Asia Junior Championship) kan kami nyaris menang dari Thailand, mudah-mudahan sekarang menang. Kami belajar dari pertemuan sebelumnya, kalau pertandingan belum berakhir ya harus siap terus," ujarnya.

Kali ini, tim Indonesia tidak memainkan pasangan Leo Rolly/Indah Cahya seperti di final Kejuaraan Asia lalu. Justru, Indonesia membuat kejutan dengan memainkan pasangan dadakan. 

Kali ini, Daniel Marthin yang tampil bersama Indah Cahya Sari Jamil. Ini merupakan kali pertama, Daniel bermain di ganda campuran di laga resmi.

Hasilnya ternyata tokcer. Daniel bermain sempurna. Dia menjadi "tukang gebuk" dari lini belakang. Smash-smashnya tajam dan cukup bersih dari error. 

Sementara Indah Cahya tampil trengginas di depan net. Indah seperti ingin membayar kekalahannya pada Juli lalu di mana kala itu ia sempat mendapatkan perawatan dokter.

Daniel/Indah membuat pasangan ganda campuran "coba-coba berhadiah" ala Thailand, kali ini tak berkutik. Daniel/Indah menang 21-10 di game pertama dan 21-17 di game kedua. 

Indonesia pun menang 3-2. Kemenangan yang dramatis. Sekaligus membayar lunas kekalahan di final Kejuaraan Asia Junior 2019 silam.

Daniel Marthin dan Indah Cahya Sari Jamil, menjadi penentu kemenangan tim Indonesia atas Thailand/Foto: badmintonindonesia.org
Daniel Marthin dan Indah Cahya Sari Jamil, menjadi penentu kemenangan tim Indonesia atas Thailand/Foto: badmintonindonesia.org

Dikutip dari Badminton Indonesia, Daniel menyebut meski dirinya dan Indah bukan pasangan tetap, tapi dulu pernah berpasangan. Karenanya, mereka masih paham karakter masing-masing. 

Sementara Indah mengaku sudah yakin menang di pertandingan kali ini. Dia tidak ingin kalah untuk kali kedua dari pemain yang sama. 

"Kami juga tahu kalau mereka pasti kan nggak sering latihan ganda campuran juga, jadi kami lebih yakin. Mudah-mudahan kami bisa tampil lebih baik di final, dan bisa memenuhi target juara. Pokoknya yang penting main bagus dulu," ujar Indah seperti dikutip dari Badminton Indonesia.

Bertemu juara bertahan Tiongkok di final, Indonesia buru gelar perdana
Di pertandingan final yang akan digelar Sabtu (5/10) malam nanti, tim Indonesia akan berhadapan dengan tim Tiongkok. Tim Tiongkok yang merupakan juara bertahan, lolos ke final dengan cara dramatis usai mengalahkan Jepang 3-2 di semifinal.

Di laga yang digelar bersamaan dengan waktu pertandingan Indonesia melawan Thailand ini, tim Tiongkok sempat tertinggal 1-2 setelah kalah di dua nomor tunggal meski sempat unggul di ganda campuran pada laga pertama. 

Namun, Tiongkok lantas memenangi nomor ganda putri dan ganda putra pada pertandingan keempat dan kelima. Kemenangan Tiongkok ditentukan pasangan ganda putra juara dunia junior 2018, Di Zijian/Wang Chang.

Pertemuan tim Indonesia melawan tim Tiongkok bakal ramai. Sebab, kedua tim sama-sama bertumpu pada sektor ganda untuk mendapatkan poin. 

Sektor ganda putra akan menarik untuk ditunggu. Sebab, Leo/Daniel, sang juara Asia Junior 2019, yang selama ini jadi penyumbang poin, akan bertemu Di Zijian/Wang Chan, juara dunia junior 2018.

Sektor ganda campuran juga tak kalah seru. Bila diturunkan, Leo Rolly/Indah Cahya akan kembali bertemu Feng Yan Zhen/Lin Fang Ling. Ini akan menjadi ulangan final Kejuaraan Asia Junior 2019 yang dimenangi Leo/Indah.

Yang jelas, kita tentu berharap tim junior Indonesia bisa jadi juara dunia untuk kali pertama. Ya, sejak kejuaraan yang juga dikenal dengan nama Suhandinata Cup ini digelar pada tahun 2000, Indonesia tak pernah juara.

Indonesia sebenarnya pernah tiga kali sangat dekat dengan gelar juara dunia. Sayangnya, meski tiga kali beruntun masuk final di tahun 2013, 2014, dan 2015, Indonesia hanya mampu menjadi runner-up.

Di tahun 2013 di Thailand, tim Indonesia yang diperkuat Kevin Sanjaya dan Jonatan Christie, kalah tipis 2-3 dari Korea Selatan. Padahal, Indonesia sempat unggul dua kali. Lalu di tahun 2014 di Malaysia, Indonesia kalah telak 0-3 dari Tiongkok di final.

Cerita serupa berulang di Peru pada tahun 2015. Indonesia yang diperkuat Gregoria Mariska, Firman Abdul Kholik, dan Rinov Rivaldy, kembali kalah 0-3 dari Tiongkok yang diperkuat Chen Yufei, Zheng Siwei, Chen Qingchen, Jia Yifan, Du Yue, serta Han Chengkai dan Zhou Haodong.

Di tahun itu, Tiongkok memang mendominasi. Selain juara di nomor tim, Tiongkok juga meraih tiga medali emas di nomor individu. Yakni lewat Zheng Siwei/He Jiting di ganda putra, Chen Qingchen/Jia Yifan di ganda putri dan Siwei/Qingchen di ganda campuran.

Nah, tahun ini seharusnya menjadi tahun terbaik bagi tim Indonesia untuk juara. Sebab, secara komposisi pemain, rasanya kita lebih siap dari final empat tahun lalu. 

Dengan mengandalkan tiga nomor ganda dan juga berharap kejutan di sektor tunggal, bukan tidak mungkin tim junior Indonesia bisa jadi juara dunia untuk kali pertama. Ah, saya merindukan kabar itu. Salam bulutangkis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun