Warganet dan masyarakat yang berseberangan dengan KPAI, menyebut lembaga ini sejatinya masih punya banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Bila memang fokus pada penanganan eksploitasi anak, warganet membandingkan mengapa KPAI terkesan tidak bersuara lantang ketika ada anak-anak diajak turun ke jalan untuk berdemonstrasi, ataupun masih ada anak-anak yang meminta-minta di jalanan?
Merujuk pada komentar warganet di kolom komentar, itu sebenarnya ranah KPAI yang mendesak untuk diselesaikan. Memang, ada yang mendukung KPAI. Salah satunya di kolom komentar yang merespons postingan Menpora.
Dasar opini yang digunakan warganet tersebut adalah bahaya rokok serta anak-anak yang menjadi brand image untuk Djarum karena menggunakan pakaian bertuliskan Djarum merupakan cara industri rokok agar image mereka baik di masyarakat.
Yang terjadi, warganet ini langsung 'dibombardir' komentar warganet lainnya. Ada 574 komentar balasan. Ada yang sepakat. Ada yang berseberangan. Mereka yang sepakat menyebut, bila Djarum tulus, seharusnya Djarum tidak perlu mutung bila diminta mencopot brand image Djarum yang identik dengan zat adiktif rokok.
Sementara mereka berseberangan, menyebut sebenarnya sudah ada kesepakatan jalan tengah tetapi ditolak. Ada yang menyebut bahwa anak-anak yang ikut audisi tersebut bahkan tidak tahu bila Djarum itu perusahaan rokok. Apalagi, selama menjadi atlet, tentu saja mereka tidak merokok.
Bahkan, ada netizen mempersilakan agar dia datang ke Temanggung untuk melihat petani yang mengandalkan tembakau sebagai komoditi utama selain padi dan sayuran.
Lantas, diakhiri pertanyaan "Anda lebih malu mana, anak SD yang rusak moralnya karena otaknya terpengaruh sinetron dibandingkan anak bangsa yang berprestasi di kancah internasional? Â
Sebelumnya, PB Djarum sebenarnya sudah menegaskan bahwa PB Djarum dan Djarum yang merupakan produsen rokok, adalah dua identitas berbeda. Pun begitu halnya dengan Djarum Foundation yang memayungi audisi ini. Namun, mereka dengan KPAI Â kukuh pada pendirian masing-masing.
Ah ya, sebelum menutup tulisan ini, saya percaya, di luar sana, ada banyak anak-anak yang bermimpi ingin menjadi atlet bulutangkis seperti halnya Kevin Sanjaya. Dan, bagi mereka yang kemampuan ekonomi orang tuanya pas-pasan, audisi ini bisa 'memangkas' jalur untuk menarik perhatian klub-klub besar.Â
Audisi tersebut bak panggung bagi mereka agar bisa dengan mudah ditemukan pemandu bakat. Bayangkan bila tanpa audisi, mereka harus tampil di banyak turnamen di berbagai daerah agar terlihat pemandu bakat. Tentu saja, itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.