PB Djarum Kudus akan mengakhiri audisi umum pencarian bakat bulutangkis pada 2020 seiring mencuatnya polemik tuduhan eksploitasi anak-anak dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Melihat perkembangan berita di berbagai media massa dan media sosial, saya sampai pada sebuah kesimpulan. Bahwa, ada lebih banyak orang yang 'berdiri' di sisi PB Djarum ketimbang KPAI. Kok bisa begitu?
Seharian kemarin, entah sudah berapa tautan berita dengan kata kunci "audisi PB Djarum" di beberapa media daring ataupun postingan di media sosial.
Tak hanya membaca beritanya, saya juga tergoda untuk memantau komentar-komentar para pembacanya di kolom komentar.
Biasanya, kolom komentar berita olahraga di media daring, sepi komentar. Meski beritanya banyak dibaca, tetapi pembaca sekadar mau membaca, tanpa tergoda meninggalkan jejak di kolom komentar.
Ini berbeda dengan informasi di akun Instagram yang mengabarkan perkembangan terkini bulutangkis yang selalu ramai komentar. Komentar warganet bisa sampai ribuan.
Namun, untuk berita  "selamat tinggal audisi PB Djarum" ini, baik di media daring maupun media sosial, semuanya ramai komentar. Bahkan mencapai ratusan komentar.
Ambil contoh salah satu berita di kanal news.detik.com berjudul "PB Djarum hentikan audisi bulutangkis, ini kata KPAI?", hingga siang ini ketika tulisan ini dirajut, sudah ada 889 pembaca yang menuliskan komentarnya.
Tentu saja, substansi komentar-komentarnya terbelah. Ada yang memihak PB Djarum. Ada yang mengapresiasi KPAI. Namun, bila dibandingkan, ada jauh lebih banyak yang 'berdiri di sisi' PB Djarum. Meski ada yang mendukung KPAI.
Namun, jauh lebih banyak yang menyindir KPAI karena dinggap mematikan mimpi anak-anak menjadi pebulutangkis. Bahkan, ada suara untuk membuat petisi 'bubarkan KPAI'. Â
Postingan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi di akun Instagramnya @nahrawi_imam yang bertuliskan "Mestinya jalan terus karena tak ada unsur eksploitasi anak. Bahkan, audisi Djarum sudah melahirkan juara-juara dunia. Lagipula, olahraga itu butuh dukungan sponsor. Ayo lanjutkan" hingga pagi ini mendapat  5.729 komentar.
Bagaimana isinya? Mayoritas mendukung statemen Menpora. Mendukung dalam artian agar PB Djarum tetap melanjutkan audisi umum pencarian bakat. Beberapa warganet meminta Kemenpora mengambil langkah tegas karena merasa masa depan bulutangkis kita terancam.
Malah, beberapa kawan jurnalis yang peduli pada bulutangkis, membuat kampanye menyentuh di jalanan lantas diunggah di media sosial mereka. Ada kawan yang bahkan rela berdiri seorang diri di 'pintu masuk' Surabaya dengan memperlihatkan pesan bertuliskan: "Saya Bukan Perokok. Saya Bersama PB Djarum". Â
Sebenarnya, dalam polemik ini, mengapa ada banyak orang yang lebih 'memihak' PB Djarum ketimbang KPAI ataupun Yayasan Lentera Anak?
Untuk memahaminya, kita perlu melihatnya dari sudut pandang olahraga. Melihatnya dari lapangan sehingga kita bisa menemukan beberapa faktor. Tidak bisa sekadar melihat dari cara berpikir KPAI yang menjadi dasar tudingan eksploitasi anak-anak berbungkus audisi umum tersebut.
Faktor pertama, karena bulutangkis merupakan kebanggaan bangsa. Oke lha, sepak bola memang punya lebih banyak suporter di negeri ini. Namun, semua orang tahu, dalam hal memberikan kebanggaan untuk negara, sepak bola tidak ada apa-apanya dengan bulutangkis.
Karenanya, ketika audisi umum PB Djarum diusik, mereka yang cinta pada bulutangkis dan bangga dengan prestasi bulutangkis di pentas dunia, jelas merasa resah.Â
Mereka khawatir, kelak, ketika audisi PB Djarum benar-benar tiada, bakat-bakat bulutangkis di Indonesia akan kurang terpantau. Dampaknya, prestasi bulutangkis Indonesia akan menurun.
Sekadar informasi bagi yang belum paham audisi bulutangkis ini, dikutip dari cnnindonesia.com, PB Djarum sudah mengadakan audisi umum sejak tahun 2006 silam.Â
Audisi ini bertujuan untuk menjaring lebih banyak bakat bulutangkis Indonesia. Bakat-bakat yang selama ini tak terjamah dengan metode talent scouting yang terbentur oleh waktu dan kesempatan, bisa berkesempatan menunjukkan kemampuannya.
Lewat audisi umum tersebut, semua yang berminat bisa datang. Semua anak baik dari desa maupun kota, punya kesempatan sama untuk berhasil. Para orang tua juga antusias mendampingi dan menyisipkan doa untuk perjuangan anak-anaknya.
Apalagi, di audisi umum tersebut, tidak ada istilah "anak titipan" atau "anak emas" seperti yang sering kita dengar di panggung olahraga. Mereka yang lulus audisi, karena memang dinilai memiliki kemampuan lebih dari yang lainnya. Mereka lantas mendapatkan beasiswa bulutangkis. Bukankah itu keren?
Faktor kedua, mengapa banyak orang berdiri untuk PB Djarum?Â
Karena audisi PB Djarum selama ini sudah terbukti mampu menemukan bakat-bakat mumpuni di bulutangkis. Ada banyak atlet PB Djarum yang lantas masuk Pelatnas dan membela Indonesia. Tak sekadar masuk Pelatnas, mereka juga bolak-balik membanggakan Indonesia di pentas dunia.
Sampean (Anda) pernah dengar nama Maria Kristin? Atlet dari Tuban, sebuah kota di Jawa Timur ini pernah melambungkan nama Indonesia di Olimpiade. Ditempa di PB Djarum lalu masuk Pelatnas, Maria Kristin lantas meraih medali perunggu Olimpiade 2008. Dialah tunggal putri terakhir Indonesia yang meraih medali di Olimpiade.
Sampean pasti juga kenal dengan nama Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir yang meraih medali emas Olimpiade 2016 di nomor ganda campuran. Sampean juga pasti akrab dengan nama Mohammad Ahsan, sang juara dunia tiga kali bersama Hendra Setiawan. Ahsan juga didikan PB Djarum.
Badminton Lover juga pastinya paham dengan sosok "tengil" bernama Kevin Sanjaya Sukamuljo. Ganda putra ranking 1 dunia ini juga awalnya memeluh keringat di lapangan PB Djarum. Â
Bahkan, nama-nama itu bisa menjadi lebih panjang. Masih ada nama Leo Rolly Carnando dan Indah Cahya Sari Jamil yang merupakan juara dunia junior 2019 di ganda campuran.
Ada pula Febriana Dwipuji Kusuma dan Ribka Sugiarto dan yang merupakan ganda putri juara Asia Junior 2018. Serta Rehan Naufal Kusharjanto dan Siti Fadia Silva yang merupakan juara ganda campuran Asia Junior 2017.
Nama-nama tersebut kini baru berusia 18 tahun dan 19 tahun. Mereka kini penghuni Pelatnas dan semuanya masa depan bulutangkis Indonesia. Dan mereka merupakan alumni audisi umum PB Djarum.
Memang, PB Djarum Kudus bukan satu-satunya klub bulutangkis di Indonesia yang berhasil menghasilkan banyak pemain hebat. Masih ada PB Jaya Raya, PB Tangkas Intiland, PB SGS PLN Bandung, PB Mutiara Cardinal Bandung dan PB Exist.
Namun, harus diakui, PB Djarum selama ini telah memberikan sumbangsih besar bagi prestasi bulutangkis bangsa ini. Karenanya, wajar bila warganet dan pecinta bulutangkis khawatir dengan akan berakhirnya audisi umum bulutangkis tersebut.
Lalu, mengapa dalam polemik ini KPAI malah "sepi" pendukung?
Warganet dan masyarakat yang berseberangan dengan KPAI, menyebut lembaga ini sejatinya masih punya banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Bila memang fokus pada penanganan eksploitasi anak, warganet membandingkan mengapa KPAI terkesan tidak bersuara lantang ketika ada anak-anak diajak turun ke jalan untuk berdemonstrasi, ataupun masih ada anak-anak yang meminta-minta di jalanan?
Merujuk pada komentar warganet di kolom komentar, itu sebenarnya ranah KPAI yang mendesak untuk diselesaikan. Memang, ada yang mendukung KPAI. Salah satunya di kolom komentar yang merespons postingan Menpora.
Dasar opini yang digunakan warganet tersebut adalah bahaya rokok serta anak-anak yang menjadi brand image untuk Djarum karena menggunakan pakaian bertuliskan Djarum merupakan cara industri rokok agar image mereka baik di masyarakat.
Yang terjadi, warganet ini langsung 'dibombardir' komentar warganet lainnya. Ada 574 komentar balasan. Ada yang sepakat. Ada yang berseberangan. Mereka yang sepakat menyebut, bila Djarum tulus, seharusnya Djarum tidak perlu mutung bila diminta mencopot brand image Djarum yang identik dengan zat adiktif rokok.
Sementara mereka berseberangan, menyebut sebenarnya sudah ada kesepakatan jalan tengah tetapi ditolak. Ada yang menyebut bahwa anak-anak yang ikut audisi tersebut bahkan tidak tahu bila Djarum itu perusahaan rokok. Apalagi, selama menjadi atlet, tentu saja mereka tidak merokok.
Bahkan, ada netizen mempersilakan agar dia datang ke Temanggung untuk melihat petani yang mengandalkan tembakau sebagai komoditi utama selain padi dan sayuran.
Lantas, diakhiri pertanyaan "Anda lebih malu mana, anak SD yang rusak moralnya karena otaknya terpengaruh sinetron dibandingkan anak bangsa yang berprestasi di kancah internasional? Â
Sebelumnya, PB Djarum sebenarnya sudah menegaskan bahwa PB Djarum dan Djarum yang merupakan produsen rokok, adalah dua identitas berbeda. Pun begitu halnya dengan Djarum Foundation yang memayungi audisi ini. Namun, mereka dengan KPAI Â kukuh pada pendirian masing-masing.
Ah ya, sebelum menutup tulisan ini, saya percaya, di luar sana, ada banyak anak-anak yang bermimpi ingin menjadi atlet bulutangkis seperti halnya Kevin Sanjaya. Dan, bagi mereka yang kemampuan ekonomi orang tuanya pas-pasan, audisi ini bisa 'memangkas' jalur untuk menarik perhatian klub-klub besar.Â
Audisi tersebut bak panggung bagi mereka agar bisa dengan mudah ditemukan pemandu bakat. Bayangkan bila tanpa audisi, mereka harus tampil di banyak turnamen di berbagai daerah agar terlihat pemandu bakat. Tentu saja, itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Karenanya, jangan heran bila selama ini, setiap tahunnya, mereka menunggu digelarnya audisi umum ini. Mereka menggantungkan harapan dari situ. Â
Terkait perjuangan menjadi atlet yang harus dirintis sejak kecil, saya tertarik mengutip cerita kawan jurnalis yang menyatakan sikap "Saya Bukan Perokok (dan) Saya Berdiri Bersama PB Djarum" tersebut. Â
Dalam narasinya, dia berkisah betapa dirinya terlahir sebagai bocah yang bermimpi menjadi pesepak bola. Dia pernah merasakan, demi mewujudkan mimpi itu, sangat tidak mudah. Dia harus menempuh perjalanan 40 kilometer dari rumahnya di Lamongan bagian selatan ke tempat latihan di pusat kota Gresik.
Tak jarang, dia berangkat selepas Shubuh dengan menumpang truk. Bahkan, ketika latihan hari Selasa dan Kamis, dia bisa tiba di rumahnya pukul 22.00 WIB. Semuanya demi mewujudkan mimpinya menjadi pesepak bola.
Karenanya, dia mengaku dongkol begitu mendengar PB Djarum 'diusik' KPAI dan juga Yayasan Lentera Anak.
Menurutnya, seharusnya kita berterima kasih sekaligus berhutang banyak kepada PB Djarum yang telah menyediakan diri membantu anak-anak dari berbagai pelosok di negeri ini yang bermimpi menjadi pebulutangkis. Sehingga, jalan bagi mereka sedikit lebih gampang. Tidak seterjal sebelumnya.
Tetapi memang, seperti yang saya tuliskan di atas, akan sulit melihat masalah ini bila tidak melihatnya dari dimensi olahraga. Akan sempit pemikirannya bila tidak pernah--minimal mengandaikan--merasakan langsung semangat besar anak-anak kecil yang bermimpi menjadi pebulutangkis lantas melakukan persiapan matang demi mengikuti audisi umum tersebut.
Bila sekadar melihat dari satu sisi tudingan eksploitasi anak di bawah bendera merk rokoknya, maka sisi kemanfaatan audisi PB Djarum dan jasa PB Djarum bagi bulutangkis Indonesia selama ini, seperti tidak terlihat. Padahal, ada banyak orang yang lebih paham PB Djarum ketimbang sebagai entitas perusahaan rokok.
Saya masih berharap, semoga saja, polemik ini segera menemukan titik temu terbaik. Memang, belum jelas apakah keputusan PB Djarum untuk penghentian audisi ini berlaku hanya di tahun 2020 saja atau seterusnya.Â
Namun, kita tentunya tidak mau bernasib seperti orang kehilangan yang baru merasakan pentingnya (yang hilang) bila sudah tidak ada. Jangan sampai, bangsa yang di pentas olahraga, dikenal dunia karena bulutangkis ini, kelak justru kesulitan menemukan bibit-bibit unggul dalam olahraga ini. Salam bulutangkis.
Referensi:
PB Djarum Hentikan Audisi Bulutangkis, Ini Kata KPAI
Audisi PB Djarum Mati, Satu Jalan ke Puncak Dunia Terkunci
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H