Terlebih bila kematian binatang peliharaan tersebut menjadi pengalaman pertama bagi yang memeliharanya. Karena memang, kebanyakan umur binatang peliharaan tidak selama umur manusia. Bukan tidak mungkin, kematian tersebut akan membuat orang jadi baper (bawa perasaan) bahkan lebih traumatis daripada kehilangan keluarga dan teman.
Irvine menyampaikan, pemikiran manusia kini telah berubah, dari yang menganggap hewan peliharaan sekadar aksesori belaka menjadi makhluk yang punya rasa. Hewan peliharaan jadi bagian dari anggota keluarga karena dia ikut membentuk bagaimana cara kita hidup.
Dia mencontohkan, banyak orang yang bangun lebih pagi sekadar untuk mengajak anjingnya berjalan-jalan. Padahal kalau tidak ada dia, bangun tidurnya mungkin akan lebih siang. Belum lagi banyak aktivitas yang dilakukan bersama. Kita melihat mereka setiap hari, kita tergugah bila mereka merasa lapar apalagi sakit. Kita bahkan mungkin punya hubungan dekat karena terbiasa menonton TV bersama, bermain bareng bahkan mungkin berbagi ranjang. Singkat kata, rasanya mereka sudah seperti keluarga.
Psikolog dari University of San Francisco, Cori Bussolari, bahkan menyampaikan, saat seseorang menatap mata anjing, keduanya akan mengalami peningkatan kadar oksitosin atau hormon cinta. Hormon ini mengatur interaksi sosial dengan makhluk lain. Biasanya manusia akan melepaskan oksitosin saat menjadi orang tua dan melihat anak-anaknya baru lahir.
"Saya yakin, jika Anda melakukan studi itu pada binatang lainnya, hasilnya akan sama," ujar Bussolari.
Baca Juga:Â Kucingku Bukan Sekadar Hewan Peliharaan
Boni yang Dirindukan
Ah, memang tepat kiranya pernyataan dari Leslie Irvine dan Cori Bussolari itu. Saya pernah merasakan langsung bagaimana rasanya memiliki binatang peliharaan yang sudah menjadi seperti keluarga. Pun, ketika menatapnya, kiat seolah dekat dengan dia. Lantas, betapa sedihnya ketika dia meninggal.
Saya pernah memelihara seekor kucing laki-laki. Namanya Boni. Kami tidak memeliharanya sejak lahir. Tahu-tahu, dia datang ke rumah ketika masih kecil. Awalnya ke rumah sekadar meminta makan. Lama-lama tidur di rumah. Karena sayang binatang, kami pun gembira dengan kehadirannya.
Apalagi, dia tidak rewel. Ketika diberi makan, dihabiskan. Untuk keperluan buang air kecil maupun besar, dia tahu untuk melakukannya di kamar mandi. Pun, ketika malam, dia terbiasa tertidur di sofa maupun kamar tidur. Boni sudah menjadi bagian keluarga.
Lucunya, ketika kami hendak pergi ke luar kota ke rumah mertua, dia seperti enggan ditinggal sendiri. Sebelum anak-anak naik mobil, dia lebih dulu masuk. Seolah ingin ikut. Dan, ketika kami pulang, dia yang sedang 'bermain' di rumah tetangga, lantas berlari riang. Seolah senang dengan kepulangan kami.
Sekira delapan bulan kemudian, kenyamanan Boni yang sering berlarian di depan rumah, mulai terusik. Ada kucing liar datang ke perumahan dengan ukuran lebih besar. Entah darimana datangnya. Kucing liar itulah yang sering mengejar Boni hingga membuatnya sampai memanjat pohon.