Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Darurat Regenerasi Petani, Indonesia Butuh 1.000 Anak Muda Seperti Nara

22 Mei 2019   23:59 Diperbarui: 23 Mei 2019   00:12 1334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nara saat menjadi narasumber/Foto pribadi Nara

Nara dan kawan-kawannya juga membentuk kelompok-kelompok tani (Poktan) dan Serikat Tani Mandiri sebagai wadah pembelajaran dan kaderisasi tani secara teknis, organisatoris dan juga politis dalam artian membentuk petani yang melek aturan-aturan terkait pertanian, juga melek hak dan kewajiban sebagai petani.

Regenerasi Petani Bukan Hanya Soal Peremajaan Usia Petani

Menurut Nara, menjadi petani tidaklah mudah. Siapapun yang tidak pernah bertani kemudian bertani, kemungkinan besar tidak akan tahan dengan tantangan bertani. Sebab, bertani tidak hanya butuh keterampilan dan manajemen, tetapi juga membutuhkan tenaga yang besar. Tenaga dalam arti yang sebenarnya: mencangkul, membajak, menanam, memupuk, merawat, memanen hingga ke penjualan.

Karena besarnya tenaga yang dibutuhkan itulah, regenerasi petani menjadi macet . Sebab, anak-anak muda kini semakin sedikit yang punya tenaga seperti pemuda di zaman dulu dikarenakan banyak menikmati kenyamanan teknologi. Ini bukan hanya terjadi pada pemuda di kota, tapi hal serupa terjadi pada anak-anak petani.

Padahal, regenerasi petani jelas perlu. Terlebih bila mengacu survei BPS. Bila tidak ada regenerasi, petani kita bisa habis. Namun, regenerasi petani juga bukan hanya soal mengganti petani berusia di atas 50 tahun dengan yang lebih muda. 

Terpenting adalah memperbarui cara berpikir petani yang kekinian. Yaitu petani-petani yang mampu menjalankan mesin-mesin teknologi pertanian. Sebab, tidak sedikit petani yang terlanjur miskin sejak pikiran dan antipati terhadap teknologi. "Jarang sekali ada petani yang bermind-set pengusaha. Harapan saya, semua hal terkait pertanian harus lebih mudah, cepat dan berlipat ganda produksinya," sebutnya.

Nara saat menjadi narasumber/Foto pribadi Nara
Nara saat menjadi narasumber/Foto pribadi Nara
Karena mind set petani yang belum kekinian, pertanian di Indonesia selama ini belum pernah mencapai level industri. Kepemilikan lahan petani di Indonesia menunjukkan pertanian di Indonesia masih di taraf ekologis yang tidak berorientasi pada keuntungan, melainkan bagian dari tradisi, adat, kebiasaan dan alternatif terakhir lapangan pekerjaan. "Anak-anak muda yang mahir teknologi dan akrab dengan revolusi industri 4.0 belum menyentuh teknis. Revolusi industri 4.0 masih di permukaan perdagangan hasil pertanian, belum menyentuh hulu (produksi pertanian),"ujarnya.

Harapan untuk Anak-Anak Muda Sebagai Penerus Petani Indonesia

Ya, kepada anak-anak muda, masa depan pertanian Indonesia digantungkan. Sebab, siapa lagi kalau bukan anak muda yang menjadi pelaku pertanian. Bagaimanapun, anak muda memiliki kelebihan yang spesifik untuk jadi penggerak industri pertanian. Yaitu, penguasaan informasi.

Anak-anak muda bisa melakukan percepatan-percepatan dalam industri pertanian dengan mempelajari kesalahan-kesalahan dan keunggulan-keunggulan pertanian Indonesia di masa lalu. Selain itu, mereka juga bisa mempelajari kehebatan industri pertanian di luar negeri untuk diterapkan di Indonesia

Bila anak-anak muda yang melek informasi punya semangat besar untuk memajukan sektor pertanian Indonesia, bayangan petani modern yang akrab dengan teknologi dan bisa dengan mudah menjual hasil taninya sehingga bisa hidup lebih sejahtera, bukan sekadar angan-angan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun