Berawal dari Curhatan "Anak-Anak Petani yang "Dilarang" Bercita-Cita Bertani
Kepedulian Nara untuk mengedukasi para petani di pulau garam, bermula dari pengalamannya menjadi relawan dalam program mengajar "Kelas Inspirasi" pada September 2014 lalu. Yakni gerakan profesional turun ke SD di kawasan pelosok selama sehari guna berbagi cerita pengalaman kerja kepada anak-anak.
Dibalik kebahagiannya bertemu anak-anak, pria kelahiran Bangkalan ini mendapati temuan mengejutkan, dari sekian anak yang ikut program itu, semuanya merupakan anak petani. "Tetapi, tidak ada satu pun anak petani itu yang punya cita-cita jadi petani," ujar Nara.
Memang, tidak ada yang aneh ketika anak-anak desa itu tidak bercita-cita menjadi petani. Toh, setiap anak berhak punya cita-citanya sendiri. Dan memang, banyak orang tua berharap anak-anaknya tidak bekerja seperti mereka, tetapi jadi lebih baik. Bila orang tua nya petani, anak-anaknya "dilarang" untuk ikut-ikutan jadi petani.
Namun, bagi Nara, kenyataan itu ironi. Dia jadi penasaran, mengapa tidak ada seorang pun anak petani yang mau jadi petani. Padahal, petani punya peran strategis dalam menjaga ketersediaan suplai bahan pangan bagi masyarakat. Karenanya, ia sampai pada sebuah pengandaian "kalau kelak tidak ada petani dan regenerasi petani, lalu siapa yang akan bertani dan menanami sawah dengan padi dan aneka sayur mayur untuk dikonsumsi masyarakat".
Menghidupkan Harapan Petani dengan Mengubah Cara Pikir Petani
Pengakuan anak-anak petani yang tak bangga punya cita-cita menjadi petani dan bahkan 'dilarang' orang tua untuk bertani, membuat Nara serasa menemukan ide akan melakukan apa di usianya yang masih muda. Ketika selesai mengikuti program Kelas Inspirasi dan mulai terpikir untuk melakukan gerakan mengedukasi petani itu, usia Nara belum genap 30 tahun.Â
Alumnus Manajemen Pemasaran Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo, Bangkalan ini berkeinginan menghidupkan harapan petani untuk melakukan perbaikan hidup. Dia ingin petani punya wawasan luas sehingga menjadi jalan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Ia tidak sekadar bicara. Pada November 2014, dia mulai menyusun rencana untuk menjalankan misinya. Namun, dia sadar, bekal teori dari bangku kuliah dan baca-baca buku/majalah pertanian, tidak akan cukup untuk meyakinkan para petani. Dia merasa harus ikut memahami kehidupan petani dan merasakan apa saja masalah petani.
Maka, dia pun mengambil keputusan besar: pensiun dini dari profesi jurnalis dan memutuskan jadi petani. Dengan uang tabungannya, dia menyewa lahan di Bangkalan untuk ditanami sayur dan singkong gajah. Dari situ, dia bisa belajar langsung menjadi petani. Dengan sering pergi ke sawah, dia banyak bergaul dengan beberapa petani dan bisa mendengar keluhan serta harapan mereka. Obrolan-obrolan di pematang sawah itu dianggapnya sebagai aspirasi murni dari para petani yang perlu ditindaklanjuti.
Forum inipun terus berkembang. Dia lalu mengajak mahasiswa untuk bergabung. Hampir semua kecamatan di Bangkalan yang jumlahnya 18 kecamatan, sudah didatangi. Di mana setiap kecamatan ada tiga hingga empat desa yang disinggahi. Setelah Bangkalan, Nara juga menyambangi petani di kota lain di Pulau Garam seperti Sampang, Pamekasan dan Sumenep.