Toh, secara tim, Indonesia sebenarnya tidak berbeda jauh dari Jepang. Bila Jepang punya Takefusa Kubo, Garuda Muda punya Egy Maulana Vikri yang juag dijuluki "Messi". Timnas U-19 juga punya Witan Sulaeman dan Todd Rvaldo yang sama-sama mencetak tiga gol. Â
Salah satu nilai minus Garuda Muda boleh jadi adalah absennya bek Nurhidayat Haji Harris yang terkena skorsing tampil imbas kartu kuning kedua (kartu merah) saat melawan Uni Emirat Arab di laga terakhir Grup A. Toh, Indra Sjafri pastinya sudah punya pengganti. Bisa memainkan Indra Mustafa. Atau mungkin ada kejutan yang disiapkan.
Terpenting, Garuda Muda harus menghadapi Jepang tanpa beban. Mereka tidak boleh tampil di lapangan bak menggendong monyet di punggung. Sebaliknya, Witan Sulaeman dkk harus bermain dengan kegembiraan.
Katanya anak-anak Indonesia itu mudah tersenyum. Seharusnya, permainan bola membuat mereka tersenyum, seperti halnya anak-anak Brasil yang bisa menari dan anak-anak Afrika yang bisa bernyanyi lewat sepak bola. Ya, bermainlah dengan gembira. Tak perlu terbebani dengan mimpi tampil di Piala Dunia.
Bila Jepang menjadikan bola sebagai teman, seperti  ucapan figur manga Captain Tsubasa yang menginspirasi anak-anak Jepang untuk bermain sepak bola, maka anak-anak Garuda Muda bermain bola dengan iringan doa dari penjuru negeri dan kepasrahan pada Tuhan.
Seperti yang dulu sering mereka lakukan setelah mencetak gol: mencium rumput lapangan. Bersujud syukur. Itu sebagai tanda berterima kasih kepada Tuhan. Tidak perlu ada selebrasi pongah tanda keangkuhan. Ya, kesederhanaan sikap, kerja keras, doa dan kepasrahan pada Tuhan itulah yang akan membuat anak-anak Garuda Muda tidak gentar menghadapi Jepang. Â
Selamat berjuang Garuda Muda. Doa terbaik untuk perjuangan kalian. Semoga kalian adalah awal dari mimpi negeri ini untuk bisa tampil di Piala Dunia. Salam.