Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Mengapa Anthony Ginting Kalah Beruntun di Awal Turnamen Eropa?

24 Oktober 2018   07:21 Diperbarui: 24 Oktober 2018   09:25 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anthony Ginting, kalah beruntun di awal turnamen Denmark Open dan French Open 2018/Foto: Merdeka.com

"Hidup itu seperti wahana rollercoaster". 

Begitu kata penyanyi Inggris, Ronan Keating. Di lagunya, Life is Rollercoaster yang menandai solo kariernya selepas 'berpisah' dari Boyzone pada era 2000-an silam, penyanyi keren idola milenial zamna dulu ini berkisah tentang hidup yang terkadang sungguh manis ketika kita menemukan cinta. Namun, di lain waktu, hidup seperti mengajak kita "berkelahi"

Hey baby, you really got me flying tonight
Hey sugar, you almost got us punched in a fight
we found love, so dont hide it

Begitulah kira-kira gambaran ritme hidup yang tengah dijalani pebulutangkis tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting di lapangan yang bak menjadi rumah kedua baginya.

Bila mengandaikan Ginting tengah menaiki rollercoaster, maka pada pertengahan September lalu, dia tengah berada di puncak. Anak muda kelahiran Cimahi 20 Oktober 1996 ini tampil hebat di China Open 2018 dengan mengalahkan semua pemain unggulan dan akhirnya menjadi juara salah satu dari tiga turnamen level tertinggi BWF World Tour itu.

Namun, tiga pekan kemudian, rollercoaster yang dinaiki Ginting seolah langsung menukik tajam. Ginting langsung kalah di putaran pertama (babak 32 besar) Denmark Open 2018 pada 16 Oktober 2018 lalu. Dia kalah dari Kento Momota, lawan yang dia kalahkan di final China Open 2018.

Kala itu, Ginting mengaku tidak bisa mengeluarkan salah satu "senjata andalan" nya, yakni permainan di depan net. Netting nya acapkali gagal berbuah poin. Justru malah menjadi poin pemberian bagi Momota karena acapkali shuttlecok pengembaliannya menyangkut di net. Dia juga menyebut Momota kali ini tampil lebih agresif dibanding pertemuan sebelumnya.

Dan memang, pelatih tunggal putra PBSI, Hendry Saputra menyebut Ginting di pertandingan itu beberapa kali melakukan kesalahan sendiri yang berbuah poin bagi Momota. Terutama di game ketiga sehingga akhirnya kalah rubber game 18-21, 21-23, 15-21.

Toh, menyikapi kekalahan Ginting di babak pertama itu, PBSI masih menganggapnya 'wajar'. Menurut Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PBSI Susy Susanti, dalam mengevaluasi hasil yang diraih pemain, tidak bisa dipukul rata. Namun, juga dilihat siapa lawan yang dihadapi.

Nah, karena lawannya Kento Momota, sang juara dunia 2018 yang juga akhirnya menjadi juara Denmark Open 2018, kegagalan Ginting itu pun "dimaafkan". Mungkin beda cerita bila Ginting kalah dari pemain non unggulan.

Dan, asumsi tersebut ternyata benar-benar kejadian di babak pertama French Open 2018 yang berlangsung di Paris, Selasa (23/10) tadi malam. Ginting yang menjadi unggulan 8, langsung kandas di putaran pertama setelah kalah dari pemain non unggulan, Kantaphon Wangcharoen. Ginting kalah dua set langsung, 20-22, 12-21 dalam waktu 54 menit.

Ada apa dengan Anthony Ginting? Sungguhkah tampil konsisten di lapangan bulutangkis itu sangat sulit sehingga setelah menjadi juara di China Open lantas berturut-turut kandas di babak pertama di dua turnamen Eropa.  

Memang, di era sekarang, ketika pemain bulutangkis seringkali bertemu dalam jadwal turnamen yang superpadat, kekalahan bisa terjadi kepada pemain manapun. Namun, kekalahan Ginting ini memang cukup sulit diterima. Sebab, selama ini, Ginting menang mutlak atas pemain Thailand tersebut.

Sebelum pertandingan tadi malam, Ginting (22 tahun) selalu mengalahkan Kantaphon Wangcharoen (20 tahun) dalam tiga kali pertemuan. Pertemuan terakhir terjadi di Indonesia Masters 2018 pada Januari lalu. Kala itu, Ginting menang dengan skor cukup telak, 21-11, 21-14 (dan pada akhirnya tampil sebagai juara).  Kali ini, Ginting seperti lupa cara mengalahkan Wangcharoen.

Lalu, apa yang salah dari penampilan Ginting?

Penampilan Ginting kali ini memang berbeda dari biasanya. Ginting yang biasanya bermain menyerang dengan sabar memberikan bola di depan net lantas menunggu pengembalian lawan untuk melakukan smash, kali ini justru tampil di bawah tekanan.

Ya, Wangcharoen tadi malam memang tampil agresif. Ditambah lagi, pertahanan Ginting kali ini tidak serapat biasanya dan acapkali melakukan kesalahan sendiri, terutama di game kedua.

Bagaimana tanggapan PBSI menyoal kekalahan Ginting di babak awal French Open 2018? 

Sejak menulis tulisan ini pagi ini, saya belum menemukan pernyataan dari pejabat PBSI menyoal kegagagaln Ginting di French Open 2018. Yang ada adalah pernyataan Ginting.

Dikutip dari badmintonindonesia.org, Ginting mengaku sejak awal pertandingan selalu tertinggal dalam perolehan poin. Upayanya untuk melewati skor lawan agar lawan mentalnya goyah, gagal dilakukan. "Dia tampil stabil dan terus menekan, dia juga jarang membuat kesalahan sendiri," sebut Anthony saat diwawancara Badmintonindonesia.org.

Ginting juga mengaku sulit mengontrol laju shuttlecock yang menurutnya lebih berat dibanding turnamen sebelumnya. Karenanya, ketika dirinya mencoba bermain menyerang dengan menunggu pengembalian shuttlecock, rencananya acapkali gagal.

"Saya sudah inisiatif menyerang dari depan, tapi datangnya pengembalian bola cukup lambat dan saya tidak bisa mengontrol ini sehingga saya 'mati sendiri'," ungkapnya.

"Saya sudah coba tapi feeling nya tidak pas di lapangan. Permainan tidak berjalan seperti rencana saya. Kondisi lapangan dan shuttlecock juga beda dengan pertemuan kami terakhir di Indonesia Masters 2018," lanjut Ginting.

Apapun itu, itulah dinamika pertandingan. Bahwa, siapa yang paling siap tampil di lapangan, siapa yang paling siap menghadapi kemungkinan apapun semisal shuttlecok yang rada berat ataupun melawan 'angin' yang nakal menyusup ke lapangan selama pertandingan, dialah yang menang. Dan kali ini, Wangcharoen-lah yang lebih siap.

Terpenting, Ginting harus mengambil pelajaran dari kegagalannya di Denmark dan Prancis untuk tampil lebih baik di turnamen berikutnya. Jadwal berikutnya, dia akan tampil di Fuzhou CHina Open 2018. Turnamen BWF level Super 750 ini akan digelar pada 6-11 November mendatang.  

Ya, bila memang di tur Eropa kali ini, Ginting tengah berada di titik terbawah 'lintasan rollercoster' yang dinaikinya, dia wajib bertekad untuk kembali bangkit. Saatnya menggerakkan rollercoaster kembali naik berada di titik atas. Karena, bukan rollercoster namanya bila terus-terusan di bawah. Itu namanya rollercoster macet ataupun rusak. Ayo bangkit Ginting !

Seperti halnya Ronan Keating yang berdendang:

"Life is Rollercoaster just gotta ride it

I need you, so stop hiding"

Salam bulutangkis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun