Ada apa dengan Anthony Ginting? Sungguhkah tampil konsisten di lapangan bulutangkis itu sangat sulit sehingga setelah menjadi juara di China Open lantas berturut-turut kandas di babak pertama di dua turnamen Eropa. Â
Memang, di era sekarang, ketika pemain bulutangkis seringkali bertemu dalam jadwal turnamen yang superpadat, kekalahan bisa terjadi kepada pemain manapun. Namun, kekalahan Ginting ini memang cukup sulit diterima. Sebab, selama ini, Ginting menang mutlak atas pemain Thailand tersebut.
Sebelum pertandingan tadi malam, Ginting (22 tahun) selalu mengalahkan Kantaphon Wangcharoen (20 tahun) dalam tiga kali pertemuan. Pertemuan terakhir terjadi di Indonesia Masters 2018 pada Januari lalu. Kala itu, Ginting menang dengan skor cukup telak, 21-11, 21-14 (dan pada akhirnya tampil sebagai juara). Â Kali ini, Ginting seperti lupa cara mengalahkan Wangcharoen.
Lalu, apa yang salah dari penampilan Ginting?
Penampilan Ginting kali ini memang berbeda dari biasanya. Ginting yang biasanya bermain menyerang dengan sabar memberikan bola di depan net lantas menunggu pengembalian lawan untuk melakukan smash, kali ini justru tampil di bawah tekanan.
Ya, Wangcharoen tadi malam memang tampil agresif. Ditambah lagi, pertahanan Ginting kali ini tidak serapat biasanya dan acapkali melakukan kesalahan sendiri, terutama di game kedua.
Bagaimana tanggapan PBSI menyoal kekalahan Ginting di babak awal French Open 2018?Â
Sejak menulis tulisan ini pagi ini, saya belum menemukan pernyataan dari pejabat PBSI menyoal kegagagaln Ginting di French Open 2018. Yang ada adalah pernyataan Ginting.
Dikutip dari badmintonindonesia.org, Ginting mengaku sejak awal pertandingan selalu tertinggal dalam perolehan poin. Upayanya untuk melewati skor lawan agar lawan mentalnya goyah, gagal dilakukan. "Dia tampil stabil dan terus menekan, dia juga jarang membuat kesalahan sendiri," sebut Anthony saat diwawancara Badmintonindonesia.org.
Ginting juga mengaku sulit mengontrol laju shuttlecock yang menurutnya lebih berat dibanding turnamen sebelumnya. Karenanya, ketika dirinya mencoba bermain menyerang dengan menunggu pengembalian shuttlecock, rencananya acapkali gagal.
"Saya sudah inisiatif menyerang dari depan, tapi datangnya pengembalian bola cukup lambat dan saya tidak bisa mengontrol ini sehingga saya 'mati sendiri'," ungkapnya.