Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menangkap Pesan "Who Moved My Cheese?"; Agar Bonus Demografi Menjadi Berkah

21 September 2016   17:26 Diperbarui: 21 September 2016   17:30 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bonus Demografi, bisa menjadi berkah/masnm.blogspot.co.id

Seharusnya, anak-anak diberi peluang untuk menemukan bakatnya. Bahwa pendidikan bukan hanya orientasi nilai. Sebab, tidak setiap anak diberkahi kecerdasan akademisi. Tetapi, setiap anak punya skill berbeda. Pengajar punya kewajiban untuk memantau, memberi tahu, lantas mengarahkan anak didiknya untuk memaksimalkan skill dan potensi mereka. Seperti kata Albert Einstein, "everybody is genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will leave its whole life believing that is is stupid".  

Saya tidak menutup mata, sudah ada banyak pendidik dan sekolah yang telah mampu menerjemahkan ucapan Einstein tersebut. Bahwa mereka telah melakukan pendekatan benar dengan mendorong anak didiknya untuk berproses menjadi berhasil dengan memaksimalkan kelebihan/skill yang mereka miliki. Pendekatan seperti inilah yang seharusnya dikedepankan dalam dunia pendidikan kita.

Dimulai dari Keluarga

Sebagai ayah, saya seringkali direngeki dua anak saya ketika mereka tidak mampu melakukan apa yang mereka ingin lakukan. Semisal anak kedua saya, Gaizan Ahza (3,5 tahun) ketika mendapati kesulitan dalam merangkai mainan puzzle nya. Dia merengek yang secara tidak langsung berharap agar saya membantunya. Bila sudah seperti itu, saya hanya menasihatinya. Bahwa dia hanya perlu mencobanya lagi. Lantas, saya memotivasinya untuk kembali mengulang pekerjaan yang dirasanya sulit tersebut.

Saya sengaja untuk tidak membantunya. Sebab, bila membantu, saya berarti telah mematikan daya kreativitasnya. Dia tidak akan mencoba berupaya lebih keras karena terbiasa meminta bantuan dan cukup dengan merengek maka bantuan datang.

Kisah pengalaman anak saya itu mungkin terdengar sepele. Tetapi bagi saya, itu bukan hal yang remeh temeh. Justru, itu sangat penting dalam membentuk karakternya. Dalam hal mendidik anak, saya dan istri sepakat untuk mengedepankan proses belajar. Bukan sekadar tentang dia menjadi bisa/pintar atau tidak. Tetapi agar dia menjadi bisa dan pintar karena berproses/mencoba. Bukan bisa karena jalan pintas berupa bantuan.

Menurut saya, nilai-nilai pengajaran karakter yang berbasis pada “berproses berhasil” ini perlu untuk ditanamkan secara dini kepada anak-anak. Tak hanya tentang kecerdasan intelektual, juga kecerdasan emosional dan spiritual. Juga tentang integritas, etos kerja, dan gotong royong. Ketika ruang otak mereka masih mudah untuk mengingat ucapan, perbuatan dan pengajaran yang disampaikan, itu akan tertancap kuat dalam ingatan mereka dan berwujud dalam karakter mereka.

Harapannya, ketika usia mereka produktif, mereka sudah menjadi manusia unggul.  Mereka akan punya karakter seperti Sniff dan Scurry yang mau berproses menjadi berhasil dengan bekerja keras dan menjalani perubahan terlebih dulu. Mereka tidak akan mudah menyerah menghadapi persaingan.  

Peran Pemerintah: “Membangun Manusia” Tak Hanya Membangun Infrastruktur

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty dalam seminar nasional Investasi pada Remaja Perempuan Pendewasaan Usia Perkawinan Pendidikan Seksual dan Kesehatan Reproduksi Remaja di Jakarta pada 22 Agustus silam mengatakan, dalam menghadapi bonus demografi tersebut, pemerintah telah melakukan program KKBPK (Kependudukan Keluarga Berencana Pembangunan Keluarga) yang berfokus pada kualitas dan kuantitas penduduk yang harus dikendalikan serta mobilitas penduduk yang harus diarahkan.

Bahwa kuantitas penduduk harus direncanakan. Dan kualitas penduduk harus dibangun. Ya, pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah, perlu menomorsatukan pembangunan manusia ketimbang pembangunan infrastruktur.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun