Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Pak Direktur Rumah Sakit, Kita Belajar Merawat Pesan Penting “Mengantar Anak Sekolah”

29 Juli 2016   10:27 Diperbarui: 29 Juli 2016   10:36 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada banyak orang tua antusias menjadi bagian Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah/pembelajar.net

Diawali dengan mengantar anak ke sekolah, akan terbentuk kedekatan dengan anak. Orang tua juga perlu menciptakan kondisi rumah yang nyaman bagi anak dengan sering berkomunikasi dan mau mendengar pendapat anak. Dengan begitu, anak akan lebih betah di rumah dan melakukan tugasnya sebagai pelajar ketimbang di luar rumah.  

Tempuh Perjalanan 50 Km Demi Mengantar Anak Sekolah

Alhamdulillah, saya juga ikut berpartisipasi dalam gerakan mengantar dua anak saya di hari pertama sekolah. Anak saya, Gaoqi Dzaka, mengawali ‘status barunya’ sebagai siswa TK B. Sementara adiknya, Gaizan Ahza, baru ‘belajar sekolah’ di Playgroup. Dan ternyata, tidak mudah untuk bisa menemani keduanya ke sekolah. Butuh perjuangan.

Sebagai staf yang bekerja di kantor dan setiap hari harus absen finger print paling lambat pukul 07.30 WIB, maka saya harus pintar mengatur waktu: tetap absen pagi lalu sejenak kembali ke rumah untuk mengantar anak sekolah lantas kembali ke kantor. Tentunya dengan terlebih dulu izin kepada atasan.

Sekadar informasi, kantor tempat saya bekerja ada di Surabaya. Sementara rumah saya di Sidoarjo. Jarak rumah menuju kantor lebih dari 50 kilometer. Normalnya, jarak itu seharusnya bisa ditempuh tidak lebih satu jam. Namun, ketika pagi, ketika hampir separuh penduduk Sidoarjo berangkat ke Surabaya untuk bekerja, maka jarak tempuhnya bisa satu jam lebih 15 menit, bahkan lebih. Maka, demi bisa mengantar anak, saya pun berangkat ke kantor pagi sekali, pukul 05.15 WIB. Sampai di kantor sekira pukul 06.00 WIB. Absen. Lantas kembali pulang. Berkejaran dengan waktu karena harus segera mengantar anak sekolah yang masuk pukul 07.30 WIB.  

Namun, perjuangan berangkat ngantor pada pagi buta, menempuh perjalanan Sidoarjo-Surabaya lebih dari 50 kilometer plus sesaknya jalanan oleh kendaraan di hari Senin, seolah lenyap begitu melihat kedua anak saya tiba di sekolahnya.

Gaizan (dua dari belakang) 'lambat panas' di sekolah nya/foto pribadi
Gaizan (dua dari belakang) 'lambat panas' di sekolah nya/foto pribadi
Si kakak Gaoqi yang memang anaknya mudah bergaul, langsung membaur dengan teman-teman baru dan guru barunya. Sementara adik Gaizan yang “lambat panas”, masih merengek ingin mencoba aneka permainan. Baru sekira 30 menit kemudian, Gaizan sudah tidak canggung untuk mengikuti arahan guru barunya. Dari mulai baris-berbaris, menyanyi, hingga makan bersama.

Gaoqi dan Gaizan dan bu guru Ani ketika sesi istirahat/foto pribadi
Gaoqi dan Gaizan dan bu guru Ani ketika sesi istirahat/foto pribadi
Bersama istri, saya menunggui mereka hingga jam pulang. Yakni pukul 09.30 WIB. Selama itu, sembari melihat anak saya bermain dan belajar, saya bisa mengobrol dengan beberapa guru dan mendengarkan penjelasan mereka perihal “visi-misi” sekolah bernama TK Batik yang merupakan sekolah TK percontohan di Sidoarjo. Saya juga bisa berkeliling melihat-lihat kondisi sekolahnya. Dari kelas nya hingga tempat mainan.    

Dan, dari pengamatan saya, sebagian besar orang tua yang mengantar anak nya di hari pertama sekolah di TK Batik itu adalah para ibu. Hanya ada tiga orang ayah. Salah satunya saya. Dari situ, saya berkesimpulan bahwa memang tidak mudah bagi seorang ayah yang rata-rata berangkat kerja setiap pagi, untuk mengantar anak nya ke sekolah.

TK Batik,
TK Batik,
Dari situ, saya jadi teringat dengan Pak Pichung, pak direktur rumah sakit yang punya kemauan besar untuk selalu mengantar anak nya ke sekolah itu. Ternyata memang tidak mudah untuk bisa mengantar anak ke sekolah. Apalagi rutin setiap hari. Tetapi, selama ada kemauan, hal yang tidak mudah itu jadi terasa mudah dan menyenangkan. Karena, ada ‘bonus hadiah’ yang bisa didapat orang tua ketika mengantar anak nya ke sekolah.

Bonus berupa kedekatan dengan anak. Juga, kegembiraan melihat anak memulai fase belajar di “rumah keduanya”. Serta, menggugah rasa memiliki dan tanggung jawab untuk semakin ikut terlibat dalam mendidik anak. Itulah pesan penting dari gerakan mengantar anak di hari pertama sekolah. Semoga kita bisa merawat “pesan penting” dari gerakan mengantar anak di hari pertama sekolah. Salam. (*)  

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun