Saya pernah memberikan masukan kepada salah seorang teman saya yang masih muda, disaat dia ingin masuk ke dunia politik, tentang partai mana yang harusnya dia bergabung. Pada saat itu saya menjawab, kalau memang mau berkarier, anda sebaiknya masuk Partai Golkar.
Alasannya? Alasannya utamanya adalah karena Partai Golkar adalah partai politik modern, partai besar dengan sejarah Panjang yang tidak tergantung pada satu figur. Dalam arti siapapun Ketua Umumnya partai ini tetap berdiri.Â
Sejarah mencatat walaupun dihantam sana sini pasca reformasi, Partai Golkar tetap kokoh tegak berdiri, sesuai dengan lambangnya yakni Pohon Beringin.Â
Memang tidak menjadi "raja" kembali. Namun perolehan suaranya tetap konsisten di 3-4 besar setiap pemilu pasca reformasi. Bahkan di Pemilu 2024 ini Partai Golkar berada di posisi nomor 2 perolehan suara terbanyak.
Selain keunggulan tidak bergantung pada satu figur, infrastruktur Partai Golkar sudah ada sampai ke daerah tingkat 2, infrastruktur di sini adalah benar-benar terkait gedung milik sendiri.Â
Coba perhatikan jarang sekali partai politik yang mempunya gedung sendiri, dalam hal ini bukan ruko yang sebentar ada sebentar hilang. Namun benar benar gedung. Memang hal ini tak lepas dari campur tangan orde baru, bahwa gedung gedung itu dibangun sebelum reformasi.
Belum lagi kaum intelektual dan professional di dalam Partai Golkar banyak sekali. Dalam hal ini para pengurus Partai Golkar itu sebenarnya orang professional yang terpanggil berpolitik. Bukan seperti kebanyakan partai lain yang memang "mencari" makan dari aktivitas politik.Â
Dan satu lagi strategi yang dipilih Partai Golkar untuk selalu dekat dengan kekuasaan, sangat efektif untuk mempertahankan eksistensi Partai Golkar sampai saat ini.
Namun karena di dalamnya terlalu dinamis, maka pergantian Ketua Umum juga sangat -- sangat cepat, faksi -- faksi di dalam internal Partai Golkar saling menjatuhkan dan saling berebut menjadi Ketua Umum.Â
Pasca Reformasi tercatat Partai Golkar telah berganti 5 Ketua Umum, Dari Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, lalu sedikit gonjang ganjing antara Aburizal dan Agung Laksono, Setyo Novanto, lalu sekarang Airlangga Hartanto.Â
Bandingkan dengan partai besar lainnya yang nyaris "stabil" contohnya; PDIP dengan Megawati, Demokrat dengan keluarga Cikeasnya, Gerindra dengan Prabowonya, juga Nasdem dengan Surya Palohnya.
Saat ini, Â pasca pilpres 2024. Partai Golkar kembali "diguncang" huru hara. Tiba-tiba Ketua Umumnya yakni Airlangga Hartanto mengumumkan mengundurkan diri. Menarik untuk sedikit diulas. Ada apa sebenarnya yang terjadi di Partai Golkar saat ini.
Sebelum ke sana mari kita lihat beberapa parameter berikut. Sebenarnya kepemimpinan Airlangga cukup "adem ayem" kalau tidak dikatakan " baik-baik saja", sebagai Ketua Umum, Airlangga mendapatkan posisi terhormat sebagai Menko Perekonomian, selama ini dipandang mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan Istana, lalu partainya menjadi salah satu partai pendukung utama pasangan yang menang dalam kontentasi Pilpres 2024, Prabowo-Gibran.Â
Dan yang paling penting adalah Airlangga bisa membawa partainya menjadi urutan kedua peraih suara terbanyak pileg DPR,  Partai Golkar meraih 23.208.654 suara  (15,28 %), hanya kalah dari PDIP yang meraih  25.387.279 (16,72%), bahkan unggul dari Gerindra di nomor 3 yang notabene kadernya adalah presiden terpilih, Gerindra meraup 20.071.708 (13,22 %).
Dengan berbagai pencapaian di atas bisa dibilang Airlangga cukup aman untuk dapat melanjutkan kepemimpinannya pada periode kedua nanti. Sedangkan jadwal Musyawarah Nasional  (Munas) partai sebenarnya akan diadakan pada bulan Desember 2024 nanti. Atau setelah agenda pelantikan presiden dan pilkada serentak 2024.
Umumnya tekanan yang dapat menjatuhkan seorang ketua umum partai dapat di klasifikasikan oleh dua hal saja, Â internal dan eksternal. Kalau internal dalam hal ini berarti ada ketidak puasan dalam hal pencapain partai dalam hajatan besar seperti pilpres dan pileg nasional. Namun melihat hasil- hal di atas, faktor internal rasanya tidak terlalu signifikan dalam memberikan tekanan agar Airlangga melepas posisi ketua umum. Kalaupun ada dari internal, Airlangga di anggap mampu untuk mengatasinya.
Terkait faktor Eksternal hal ini dapat dipahami dulu bahwa faktor eksternal ini, adalah eksternal yang memberikan tekanan maha besar sehingga dapat membuat seorang ketua umum terdongkel dari posisinya.
Apa dan siapa kekuatan eksternal itu? Walaupun kita tidak perlu menyebut seseorang/organisasi. Tapi tentunya pihak ini mempunyai kekuatan/kekuasaan yang tidak terbatas di negeri ini, dengan segala instrumennya. Yang pada akhirnya tidak mampu untuk di hadapi oleh seorang Airlangga. Terus apa kepentinganya? Ini juga yang sangat menarik dibahas. Bukannya Airlangga sudah cukup "loyal" selama ini? Mengapa perlu diganti dengan orang yang lebih loyal lagi?
Sebelum menjawab itu mari kita lihat kekuatan perpolitikan di Indonesia pasca pelantikan nanti. Sebenarnya sekarang ada 2 kekuatan besar yang saling berhdaapan yakni KIM dan mungkin nanti akan menjadi KIM Plus, partai pengusung Prabawo-Gibran dan PDIP yang berpotensi menjadi oposisi. Antara Megawati dan Prabowo boleh dikatakan begitu. Tentunya ada satu pihak yang harus atau ingin juga tetap ada di gelanggang perpolitikan yakni presiden kita saat ini, Joko Widodo.
Tentunya banyak pertimbangan mengapa Jokowi merasa harus tetap "hadir" di perpolitikan. Contoh kecil adalah kepentingan anak dan mantunya yang masuk gelanggang politik. Paling utama tentu adalah menjaga Gibran sebagai wakil Presiden. Partai Solidarias Indonesia (PSI) yang digawangi Kaesang masih terlalu kecil untuk dapat menjaga Gibran. Maka dipandang perlu ada satu partai yang benar benar besar untuk "menjaga" Gibran. Jokowi nampaknya belum terlalu yakin dengan Prabowo akan baik -- baik saja dengan Gibran.
Pertimbangan kedua boleh jadi adalah terlalu riskan membiarkan hanya ada 2 poros kekuatan politik yang berkuasa. Apalagi tidak menutup kemungkinan dua poros itu nantinya bakal Bersatu. Karena secara pribadi Prabowo dan Megawati hubungan baik -- baik saja.
Maka Jokowi memandang perlu untuk adanya kekuatan penyeimbang ketiga, sehingga kalau skenario skenario diatas terjadi,posisi Jokowi masih aman dalam perpolitikan, posisi tawarnya masih tinggi. Â Dalam hal ini sesuai dengan hasil pileg yang ada, maka Partai Golkarlah yang paling tepat. Dua hal itu sekiranya sudah dapat menjadi alasan "penting dan strategisnya" keberadaan Partai Golkar ke depannya.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah mengapa bukan Airlangga saja yang dipertahankan? Apakah Airlangga ada indikasi berkhianat atau tidak loyal kepada Jokowi? Sehingga pada akhirnya harus orang pilihan lain yang menjadi Ketua Umum?Kalaupun ada dalam hal apa?
Kemungkinan yang dapat dibaca adalah, bahwa telah terjadi pandangan/perbedaan yang cukup tajam di antara para pemegang kekuasaan saat ini. Bisa dibilang disitu ada Jokowi, Prabowo dan Luhut yang berperan sebagai sesepuh sekaligus mentor Airlangga. Ketiga orang ini  posisinya berada di atas Airlangga dan yang punya kepentingan dengan Golkar. Maka ketika Airlangga lebih ditarik ke salah satu namun tidak sesuai dengan keinginan yang paling berkuasa sekarang ,  maka disitulah instrument kekuasaan bergerak.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa hampir semua pejabat publik di negara Indonesia ini mempunyai catatan atau setidaknya diindikasikan terkena kasus korupsi. Begitupun dengan Airlangga. Kasus Minyak Goreng yang sempat muncul beberapa waktu lalu. Seperti menjadi senjata mematikan yang tidak bisa dihindari. Bahkan ada isu setelah mundur jadi ketua umum, selanjutnya mundur jadi menko dan pada akhirnya segera diperiksa oleh pihak berwajib.
Kembali lagi mengapa hal ini berlangsung sebelum pelantikan dan juga sebelum pilkada serentak 2024? , tentunya juga ada hitung-hitungannya. Harus sebelum pelantikan karena, pada saat ini ada kekuasaan lama yang masih melekat, sehingga segala instrument masih dapat digunakan termasuk instrument penegakan hukum dan lain sebagainya.
Dan juga sebelum Pilkada serentak, karena untuk supaya Munaslub segera mungkin digelar sebelum masa pendaftaran calon pilkada. Karena syarat pendaftaran adalah harus ada tanda tangan dari Ketua Umum definitif serta Sekjen Partai.
Drama di tubuh Partai Golkar pastinya akan semakin seru untuk diikuti, terutama yang sering mengamati perpolitikan di tanah air. Apa, bagaimana dan siapa yang nantinya yang berkuasa akan terjadi di Partai Golkar, biarkan waktu yang menjawab.Â
Seandainya yang naik jadi Ketua Umum tersebut adalah orang orang dekat si A atau si B, maka disitulah baru dapat disimpulkan bahwa dialah sebenarnya dalang dari semua ini. Â
Kita tunggu paling lama satau dua minggu depan, atau paling lama sebelum batas akhir pendaftaran calon Pilkada ditutup. Tetap berharap Pohon Beringin jangan sampai tumbang walaupun nampaknya sekarang batangnya sedang mau ditebang oleh "invisible hand".
salam poliTIKUS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H