Saat ini, Â pasca pilpres 2024. Partai Golkar kembali "diguncang" huru hara. Tiba-tiba Ketua Umumnya yakni Airlangga Hartanto mengumumkan mengundurkan diri. Menarik untuk sedikit diulas. Ada apa sebenarnya yang terjadi di Partai Golkar saat ini.
Sebelum ke sana mari kita lihat beberapa parameter berikut. Sebenarnya kepemimpinan Airlangga cukup "adem ayem" kalau tidak dikatakan " baik-baik saja", sebagai Ketua Umum, Airlangga mendapatkan posisi terhormat sebagai Menko Perekonomian, selama ini dipandang mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan Istana, lalu partainya menjadi salah satu partai pendukung utama pasangan yang menang dalam kontentasi Pilpres 2024, Prabowo-Gibran.Â
Dan yang paling penting adalah Airlangga bisa membawa partainya menjadi urutan kedua peraih suara terbanyak pileg DPR,  Partai Golkar meraih 23.208.654 suara  (15,28 %), hanya kalah dari PDIP yang meraih  25.387.279 (16,72%), bahkan unggul dari Gerindra di nomor 3 yang notabene kadernya adalah presiden terpilih, Gerindra meraup 20.071.708 (13,22 %).
Dengan berbagai pencapaian di atas bisa dibilang Airlangga cukup aman untuk dapat melanjutkan kepemimpinannya pada periode kedua nanti. Sedangkan jadwal Musyawarah Nasional  (Munas) partai sebenarnya akan diadakan pada bulan Desember 2024 nanti. Atau setelah agenda pelantikan presiden dan pilkada serentak 2024.
Umumnya tekanan yang dapat menjatuhkan seorang ketua umum partai dapat di klasifikasikan oleh dua hal saja, Â internal dan eksternal. Kalau internal dalam hal ini berarti ada ketidak puasan dalam hal pencapain partai dalam hajatan besar seperti pilpres dan pileg nasional. Namun melihat hasil- hal di atas, faktor internal rasanya tidak terlalu signifikan dalam memberikan tekanan agar Airlangga melepas posisi ketua umum. Kalaupun ada dari internal, Airlangga di anggap mampu untuk mengatasinya.
Terkait faktor Eksternal hal ini dapat dipahami dulu bahwa faktor eksternal ini, adalah eksternal yang memberikan tekanan maha besar sehingga dapat membuat seorang ketua umum terdongkel dari posisinya.
Apa dan siapa kekuatan eksternal itu? Walaupun kita tidak perlu menyebut seseorang/organisasi. Tapi tentunya pihak ini mempunyai kekuatan/kekuasaan yang tidak terbatas di negeri ini, dengan segala instrumennya. Yang pada akhirnya tidak mampu untuk di hadapi oleh seorang Airlangga. Terus apa kepentinganya? Ini juga yang sangat menarik dibahas. Bukannya Airlangga sudah cukup "loyal" selama ini? Mengapa perlu diganti dengan orang yang lebih loyal lagi?
Sebelum menjawab itu mari kita lihat kekuatan perpolitikan di Indonesia pasca pelantikan nanti. Sebenarnya sekarang ada 2 kekuatan besar yang saling berhdaapan yakni KIM dan mungkin nanti akan menjadi KIM Plus, partai pengusung Prabawo-Gibran dan PDIP yang berpotensi menjadi oposisi. Antara Megawati dan Prabowo boleh dikatakan begitu. Tentunya ada satu pihak yang harus atau ingin juga tetap ada di gelanggang perpolitikan yakni presiden kita saat ini, Joko Widodo.
Tentunya banyak pertimbangan mengapa Jokowi merasa harus tetap "hadir" di perpolitikan. Contoh kecil adalah kepentingan anak dan mantunya yang masuk gelanggang politik. Paling utama tentu adalah menjaga Gibran sebagai wakil Presiden. Partai Solidarias Indonesia (PSI) yang digawangi Kaesang masih terlalu kecil untuk dapat menjaga Gibran. Maka dipandang perlu ada satu partai yang benar benar besar untuk "menjaga" Gibran. Jokowi nampaknya belum terlalu yakin dengan Prabowo akan baik -- baik saja dengan Gibran.
Pertimbangan kedua boleh jadi adalah terlalu riskan membiarkan hanya ada 2 poros kekuatan politik yang berkuasa. Apalagi tidak menutup kemungkinan dua poros itu nantinya bakal Bersatu. Karena secara pribadi Prabowo dan Megawati hubungan baik -- baik saja.
Maka Jokowi memandang perlu untuk adanya kekuatan penyeimbang ketiga, sehingga kalau skenario skenario diatas terjadi,posisi Jokowi masih aman dalam perpolitikan, posisi tawarnya masih tinggi. Â Dalam hal ini sesuai dengan hasil pileg yang ada, maka Partai Golkarlah yang paling tepat. Dua hal itu sekiranya sudah dapat menjadi alasan "penting dan strategisnya" keberadaan Partai Golkar ke depannya.