Mengapa Konsep Tiga Era Ranggawarsita Relevan dengan Fenomena Korupsi di Indonesia?
Konsep tiga era Ranggawarsita (Kalatidha, Kalabendhu, Kalasuba) sangatlah relevan dengan fenomena korupsi di Indonesia masa kini. Ranggawarsita, memberikan pandangan mengenai perubahan sosial dan moral masyarakat yang mengalami kemunduran memberikan dampak yang besar bagi tatanan maupun berjalannya suatu negara.
Dalam kalatidha, Ranggawarsita memberikan pandangan mengenai masa yang penuh ketidakpastian dan keraguan. Dimana pada masa ini nilai-nilai luhur mulai ditinggalkan dan masyarakat mulai mengalami degresi moral, serta para pemimpin tidak dapat dijadikan teladan baik dan berperilaku menyimpang. Hal ini sangat relevan dengan situasi negara Indonesia masa kini, dimana banyak pejabat-pejabat yang berperilaku menyimpang serta terjerat dalam kasus penggelapan uang maupun dana yang dilakukan untuk memperkaya diri maupun kesenangan semata. Para pemimpin yang seharusnya menjadi panutan justru terjerat kasus korupsi, sehingga masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap pejabat publik. Ini menandakan kemunduran nilai-nilai moral yang seharusnya kuat dan menjadi benteng terhadap korupsi.
Adapun dalam kalabendhu, pandangan mengenai masa penuh bencana, kegelapan dan kesuraman yang ditandai dengan kehancuran nilai-nilai luhur dan moral. Dalam konteks korupsi di Indonesia, masa ini menggambarkan kondisi saat korupsi sudah dianggap lazim, bahkan menjadi bagian dari sistem dan budaya. Ketika korupsi telah menyentuh semua lapisan pemerintahan maupun birokrasi dan masyarakat cenderung permisif atau apatis, itu mencerminkan bahwa masyarakat telah berada dalam era kalabendhu, di mana keadilan sulit ditegakkan dan kepercayaan publik semakin menurun. Hal ini berarti korupsi telah menciptakan budaya ketidakpedulian terhadap moralitas, dan masyarakat kehilangan arah yang jelas dalam menegakkan integritas.
Namun Ranggawarsita mengemukakan dalam karyanya bahwa setelah masa kalabendhu maka akan datang kalasuba atau zaman keemasan. Pada masa ini, kehidupan masyarakat yang ideal tercapai dan nilai-nilai luhur seperti keadilan, integritas dan kebaikan dijunjung tinggi. Dalam konteksnya, kalasuba menjadi cerminan harapan masyarakat Indonesia akan kepemimpinan yang berintegritas, serta para pemimpin yang tegas dan bijaksana yang dapat menjadi teladan bagi masyarakat. Kalasuba juga relevan menjadi tolak ukur yang menunjukkan bahwa korupsi merupakan penyimpangan dari tatanan masyarakat ideal dan nilai-nilai luhur Indonesia yang seharusnya menjadi penghalang bagi praktik korupsi. Namun, dengan semakin melemahnya nilai-nilai luhur ini diantara kepentingan pribadi maupun kelompok dapat menjadikan kalasuba hanyalah angan-angan semata yang sulit untuk tercapai. Hal ini didukung dengan fakta dimana orang-orang jujur dan berintegritas baik dalam pemerintahan maupun birokrasi akan menghadapi hambatan-hambatan dalam kehidupan berkarir maupun sehari-hari, hingga ancaman kehilangan nyawa.
Bagaimana Penerapan Konsep Tiga Era Ranggawarista dapat menjadi solusi dalam mengatasi fenomena korupsi di Indonesia?
Penerapan konsep tiga era (Kalatidha, Kalabendhu, Kalasuba) dapat menjadi solusi dalam mengatasi fenomena korupsi di Indonesia, karena konsep ini menekankan pada restorasi moral, integritas dan kesadaran kolektif dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur. Dengan era kalatidha, dimana masyarakat mulai mengalami kemunduran moral dan kehilangan kepercayaan pada para pemimpin dalam pemerintahaan maupun birokrasi. Tindakan korupsi menjadi salah satu contoh sempurna untuk menggambarkan penyimpangan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur dan moral.
Kurangnya kepercayaan masyarakat pada pemerintahan tentu dapat menyebabkan ketidakharmonisan dalam kehidupan bernegara, maka demikian pemerintah maupun instansi-instansi terkait harus bekerja dalam pemulihan citra dan reputasinya pada publik dan menunjukan integritas yang jujur dan berkeadilan dalam kinerjanya, sehingga kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dapat kembali terbangun. Hal ini dapat dilakukan dengan transparasi dan akuntabilitas, serta peningkatan partisipasi dan pengawasan masyarakat dalam kinerja pemerintahan dan birokrasi.
Dengan kalabendhu, dimana dalam konteksnya, korupsi mengakibatkan apatisme dan ketidakpedulian masyarakat terhadap moralitas dengan mewajarkannya tindakan korupsi yang telah merajalela dalam setiap lapisan pemerintahan maupun birokrasi. Maka dengan ini, perlunya revitalisasi dan regenerasi dalam badan, serta perbaikan dalam budaya dan sistem internal pemerintahan maupun instansi, pemberlakuan sanksi hukum dan sosial yang tegas kepada tersangka kasus korupsi, dapat menjadi salah satu hal yang dapat dilakukan untuk memberikan efek jera sehingga tindakan korupsi tidak lagi diwajarkan dalam kehidupan masyarakat.
Dengan kalasuba yang menekankan kepada kehidupan yang penuh kebaikan, harmoni, dan keadilan. Dalam konteksnya, untuk mengatasi korupsi, konsep ini dapat mendorong pemulihan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia seperti kejujuran, integritas dan gotong royong. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan tata pemerintahan yang berintegritas dan berkeadilan, memperkuat pendidikan karakter di sekolah-sekolah, yang menanamkan nilai kejujuran, tanggung jawab, dan anti-korupsi sejak dini, dan pembudayaan nilai-nilai luhur seperti gotong royong dan kepedulian sosial. Maka dibutuhkanya kolaborasi antara pemerintahan dengan masyarakat untuk mewujudkan era kalasuba di Indonesia. Dengan kolaborasi upaya yang efektif dan penerapan nilai-nilai kalasuba, berkurangnya tingkat korupsi dan masyarakat yang sejahtera di Indonesia bukanlah menjadi harapan semata.