Pada kajian budaya, "sub" pada subkultur mengartikan adanya perbedaan pendapat, sesuatu yang bertentangan dengan konservatisme dan dengan cita-cita masyarakat.
Melihat dari penjelasan mengenai budaya populer dan subkultur diatas, saya mengambil salah satu contoh ialah sepatu produk lokal juga tentunya produk luar negeri yang cukup mengambil banyak peran di Indonesia bahkan mancanegara lainnya. Sepatu asal California -- Amerika yakni Vans sudah memiliki nama yang cukup familiar dan populer terutama di kalangan kaum milenial.Â
Perusahaan vans ini dimulai pada beberapa puluh tahun yang lalu. Tepatnya di Broadway, Anaheim, California seorang tokoh bernama Paul Van Doren bersama tiga temannya membuka sebuah toko pada 16 Maret 1966.Â
Toko tersebut menjual dan memproduksi sepatu dengan ciri khas unik hasil karya mereka sendiri. Mereka memproduksi sekaligus memasarkan sepatunya secara swadaya. Dalam membuka usaha ini mereka mendapat pelanggan pertama sejumlah 12 orang, dengan pemesanan sepatu Vans Dek yang kini dikenal dengan tipe nama Vans Authentic.
Dalam perjalanannya Vans mulai dikenal lebih luas dan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Sepatu Vans semakin dikenal juga oleh penggemarnya dengan istilah "Vans of the wall" yang selalu menjadi ciri khas tersendiri dari sepatu ini. Sepatu Vans kerap digunakan anak muda ketika akan melakukan kegiatan yakni skateboarding. Â
Fashion dalam mengkombinasikan outfit seperti baju kekinian, celana gombrong, jaket, dompet berantai, topi truk dan tentunya dengan tambahan sepatu Vans dimana hal ini dianggap keren yang mampu menarik atensi orang-orang yang melihatnya.
Dengan material bahan karet, sepatu ini mampu menciptakan kenyamanan saat digunakan, juga tampilannya yang bagus dan sederhana sehingga tak hanya dapat digunakan saat bermain skateboard namun dapat digunakan dalam segala suasana.
Produk asal California ini berhasil pesat merebut hati kaum milenial salah satunya netizen Indonesia, dimana mereka menganggap bahwa budaya anak muda sudah semestinya begitu, menciptakan kebiasaan yang salah satunya dari gaya berpakaian dari atas hingga bawah, bahwa agar terlihat keren sudah selayaknya seorang muda menggunakan produk luar negeri.
Terlepas dari itu, di awal tahun 2017 masuklah suatu aset baru dari dalam negeri bernama Ventela yang diciptakan oleh seorang bernama William Ventela, seorang pemilik pabrik sepatu vulkanisir yang berdiri sejak tahun 1989 di Bandung, Jawa Barat. Salah satu keunggulan merek ini dibanding brand lokal lainnya adalah sepatu Ventela memiliki pabrik yang mampu membuat sepatu dalam jumlah yang banyak dengan kualitas tinggi. Sepatu Ventela memanglah memiliki model sedikit mirip dengan sepatu ikonik asal Amerika yakni Vans. Namun tetap memiliki ciri khasnya tersendiri.
Di Indonesia sepatu Ventela belum mendapat perhatian lebih jika dibandingkan dengan brand luar seperti salah satunya Vans yang dituduh mirip ini. Dilansir dari Vice.com menyatakan bahwa Vans meminta agar dari pihak Ventela menutup akun Instagramnya perihal menjual produk yang sejenis dan memiliki desain mirip. Sepatu Ventela saat ini memang belum terlalu dikenal dan banyak pembelinya karena selalu ada pikiran bahwa produk dalam negeri tidak sebagus dan sekuat produk luar negeri yang sudah terpercaya dan kompeten.
Produk lokal yang tak kalah kerennya saat ini belum begitu mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak dan bahkan dikira hanya mampu menjiplak karya atau produk luar negeri saja.Â