Menurut Arley (1982) afasia biasanya menggambarkan suatu kerusakan bahasa akibat dari cedera otak pada area dominan bahasa atau yang disebut dengan cerebral hemisphere. Kertez (1979) juga menjelaskan bahwa afasia sebagai bagian dari neurology dimana gangguan terjadi pada pusat bahasa, dengan ditandai dengan kesulitan untuk menemukan kata kata, menuyusun kata kata, dan pemahaman yang berbeda dan lemah.
(Novia, Eko, dan Ade 2021 dalam jurnal Genre vol 3 no 1) mengatakan Kerusakan otak yang dominan yang mengakibatkan afasia motorik dapat terletak pada lapisan permukaan (lesi kortikal) daerah Broca, di lapisan di bawah permukaan (lesi subkortikal) daerah Broca, atau antara daerah Broca dan daerah Wernicke (lesi transkortikal)(13). Afasia motorik kortikal ialah hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran dengan menggunakan perkataan(14). Ia mengerti bahasa lisan dan tulis, tetapi tidak bisa berekspresi verbal, meskipun isyarat masih bisa. Afasia motorik subkortikal ialah penderita tidak bisa meng-utarakan isi pikirannya dengan menggunakan perkataan, namun masih bisa dengan cara membeo. Pemaknaan ekspresi verbal dan visual tidak terganggu, bahkan ekspresi visualnya normal. Afasia motorik transkortial (afasia nominatif) ialah afasia yang masih dapat mengutarakan isi pikiran dengan menggunakan perkataan yang singkat dan tepat, namun masih mungkin menggunakan perkataan penggantinya. Misalnya, tidak mampu menyebut nama barang yang dipegangnya, tetapi tahu kegunaannya.Â
Menurut Ira Mayasari (2015) ada beberapa pengaruh yang akan ditimbulkan seseorang ketika mengalami gangguan berbicara.Â
Tergesa-gesa
Seseorang yang berbicara tergesa-gesa cenderung akan mengalami kekeliruan dalam memproduksi kalimat. Kata-kata yang diproduksi dalam otak tidak keluar secara baik ketika dilisankan.
Grogi
Grogi, gugup, malu, takut salah merupakan sikap yang sangat memengaruhi seseorang dalam berbicara. Jika seseorang sudah merasa grogi, apa yang tersimpan dalam otaknya bisa tiba tiba hilang.
Tidak konsentrasi
Ketika seseorang sedang berbicara kemudian ada yang mengacaukan konsentrasinya, ada kemungkinan orang tersebut mengalami kekeliruan dalam berbicara.
Tidak Sengaja (spontan)
Jadi penutur tidak menyadari bahwa yang diucapkan salah ketika tidak diingatkan.