Mohon tunggu...
Gusti Asnan
Gusti Asnan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Sejarawan, Dosen Sejarah FIB-Univ. Andalas Padang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nama-nama Belanda dalam Toponimi Sumatera Barat

9 Juli 2024   18:44 Diperbarui: 10 Juli 2024   15:55 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benteng Fort de Kock, di Bukittinggi, Sumatera Barat.(Shutterstock/KiwiGraphy Studio via KOMPAS.com)

De Kock sendiri adalah mertua dari H.J.J.L. de Steur, Residen Sipil dan Militer Padang en Onderhoorigheden (Padang dan Daerah Taklukannya) pada saat pembangunan benteng tersebut dilaksanakan.

Ada beberapa lagi benteng yang dibangun di daerah pedalaman pada saat Perang Padri dan kemudian menjadi penamaan permukiman di mana benteng itu berada. Tiga benteng yang terkemuka di antaranya adalah Fort Raaf, Fort Vetman,  dan Fort Cochius. 

Fort Raaff adalah benteng yang dibangun di Halaban tahun 1834 dan kemudian menggantikan nama Halaban. Fort Veltman adalah adalah nama benteng yang dibangun di Harau (Payakumbuh) tahun 1834 dan kemudian menggantikan nama Harau. Sedangkan Fort Cochius adalah benteng yang dibangun di Bonjol tahun 1837 dan kemudian menggantikan nama Bonjol.

Berbeda dengan Fort van der Capellen dan Fort de Kock, nama-nama yang disebut terakhir diambil dari nama komandan militer yang langsung bertempur di Sumatera Barat. Di samping itu, nama-nama ini dipakaikan pada kota atau permukiman yang umumnya relatif kecil.

Kurun waktu selepas 1850-an juga ditandai dengan belandanisasi penamaan ruang publik, jalan dan ikon kota. Pengalaman ini  terlihat jelas di kota Padang.

Taman dan monumen terbesar dan serta yan menjadi ikon kota dinamai dengan nama-nama Belanda, seperti Taman dan Monumen Michiels, Taman dan Monumen Raaff, Taman dan Monumen de Greve, dan Plein van Rome. 

Sejumlah jalan di kota Padang juga dinamai dengan nama-nama Belanda, seperti Wilhelminastraat, Emmalaan, Raaffstraat, Willemstraat, Prinstraat, dlsbnya. Kecuali Plein van Rome, nama-nama yang dipakai adalah nama-nama oran besar Belanda, besar dalam kaitannya dengan sejarah Sumatera Barat, Hindia Belanda atau Negeri Belanda.

Rupa bumi yang ada di sekitar kota juga ikut dibelandakan. Sebuah bukit yang menjadi lokasi wisata warga kota (dan juga wisatawan) dinamai dengan Apenberg (Gunung Monyet). Juga sebuah ujung bukit yang menjorok ke laut, dan menjadi bagian tak terpisahkan Apenberg dinamai Walvis (ikan paus), karena bentuknya seperti kepala ikan paus.

Belandanisasi toponimi juga dilakukan di kawasan lepas pantai, seperti di Kepulauan Mentawai.

Beberapa penamaan yang paling berkesan di kepulauan tersebut adalah penamaan Groot Fortuin untuk Pulau Siberut, Nassau Eilanden untuk Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan, serta Nassau Straat untuk nama selat yang memisahkan Pulau Pagai Utara dengan Pagai Selatan.

Belandanisasi toponimi dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi dilakukan dengan menamakan Emmahaven (Pelabuhan Emma) terhadap pelabuhan laut kota Padang yang baru diresmikan pemakaiannya tahun 1893. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun