TUHAN, INI TENTANGÂ
Tuhan, aku menulis bukan karena aku ingin menjadi penulis
Aku menulis hanya untuk mengabadikan pemikiranku
Aku menulis sebab aku ingin mewariskan pandanganku hari ini
untuk mereka generasi yang akan datang.
Tuhan, aku menulis karena aku ingin menulis semua tentangku.
Aku ingin menulis semua kisahku,
Aku ingin menulis semua kebahagiaanku
Aku ingin menulis semua kesedihanku
Aku ingin menulis semua kekonyolanku
Aku ingin menulis semua kebodohanku
Aku ingin menulis semua kegembiraanku
Aku ingin menulis mereka yang pernah bersamaku
Aku ingin menulis mereka yang mencintaiku
Aku ingin menulis mereka yang membenciku
Dan akhirnya aku ingin menulis pengalaman apa saja yang aku alami
dan mengisahkan siapa saja yang aku jumpai dalam hidupku.
Tuhan, aku menulis tidak atas paksaan siapapun dan demi apapun,
aku menulis karena aku ingin menulis.
Sama halnya ketika aku memutuskan jatuh cinta dan mencintai dia, TuhanÂ
semuanya berjalan dan terjadi begitu saja tanpa ada alasan, tanya dan kata.
Yang jelas aku mencintai dia sederhana saja, karena aku ingin mencintai dia
TUHAN, INI TENTANGÂ
Tuhan apakah aku berdosa karena merokok, tapi aku merasa tidak demikian
Aku merokok hanya ingin mengusir rasa sepi mencari inspirasi untuk dituangkan menjadi puisiÂ
Tuhan, Engkau pastinya mengetahui pendapat sesamaku tentang perokok
Bagi mereka perokok adalah manusia yang tidak mencintai dirinya, keluarga dan sesamanya.
Tuhan, sering sekali aku dikritik, disanksi, ditegur karena aku merokok, kata-kata mereka sungguh tajam  Â
Berhentilah merokok sebab rokok itu pembunuh berdarah dingin yang akan membunuhmu perlahan-lahan.
Berhentilah merokok sebab rokok itu menghabiskan uang dan hartamu.
Berhentilah merokok sebab merokok itu membuat gigimu kuning, badanmu bau dan matamu merah.
Berhentilah merokok sebab merokok itu... dan seterusnya
Itulah kata-kata yang sering mereka sematkan untuk menakut-nakuti diriku sang pencinta rokok.
Aku tidak pernah peduli dengan semuanya itu. Aku tetaplah seorang pecinta rokok sejati.
Tuhan, mungkin mereka merasa jengkel dan marah padaku yang selalu mengabaikan nasihat mereka.
Mereka pasti menganggap aku gila sebab lebih mencintai rokok ketimbang diriku sendiri,
Tuhan, terserah apa kata mereka aku tidak peduli. Aku hanya peduli pada rokokku saja.
Tuhan mereka tidak pernah bertanya arti rokok bagi hidupku, sebab bagi mereka rokok itu racun.
Itulah pendapat mereka, Tuhan. Aku tetap tidak peduli, sebab itu urusan mereka yang menilai karena bagiku penilaian itu relatif tergantung pada sudut mana kalian berada.
Tuhan, bagiku rokok adalah teman yang selalu setia menemaniku kapan dan dimanapun serta dalam situasi apapun. Ia tetap setia, mereka yang kadang pergi meninggalkan aku saat aku jatuh dalam hidupku.
Rokok adalah gudang inspirasi bagiku sebab dengan sebatang rokok aku mampu menciptakan puisi-puisi liar.
Rokok adalah perangsang yang sanggup membangunkan imajinasiku tuk menuangkan ide-ide gila di atas lembaran kertas yang masih perawan sebab belum pernah disetubuhi oleh tinta hitam pena sang penyair.
Tuhan, aku selalu berharap mereka tidak melarangku untuk merokok sebab ketika mereka melarang aku merokok maka mereka membunuh imajinasi liarku, tentu puisi-puisiku akan mati dan tidak pernah terlahir.
Tuhan, biarlah aku merokok, aku adalah pecinta rokok sejati yang akan rapuh tanpa melihat kepulan asap putih yang keluar dari kedua lubang hidungku.
Tuhan, ini tentang aku, rokok dan puisi, biarlah kami tetap ada untuk saling melengkapi.
Banda Aceh, Minggu 17 September 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H