Itu 13 tahun yang lalu. Bagaimana dengan saat kini? Ternyata kontroversi ini belum berakhir, meskipun sudah semakin sedikit dokter neurolog yang menggunakan heparin dan digantikan dengan antikoagulan yang lebih canggih. Harus pula dicamkan bahwa heparin bersifat anti penggumpalan darah, jadi pemberiannya harus benar-benar terukur. Kalau tidak, karena sifat mengencerkan darah ini akan menyebabkan perdarahan (haemorrhage) yang malah memperparah kondisi stroke iskemik menjadi stroke hemoragik.
Kesimpulan singkatnya, metoda terapi cuci otak dokter Terawan ini bukan penemuan medis yang fenomenal, karena sudah berpuluh tahun diterapkan oleh dokter neurolog di Eropa dan AS. Perihal keabsahan heparin untuk pengobatan stroke sampai hari ini masih kontroversial.Â
Di negara-negara maju, juga seperti di Indonesia banyak anecdotal evidence (testimoni keberhasilan pengobatan). Namun anecdotal evidence ini tidak dapat dipakai sebagai acuan untuk membuktikan keabsahan terapi. Karena sifatnya sangat subjektif dan bias ingatan. Mudah-mudahan tulisan singkat ini bisa memberikan sedikit gambaran yang lebih objektif tentang heboh kasus dokter Terawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H