Jalan aspal didepan rumah semakin meninggi, pelan tapi pasti selalu tumbuh setiap tahun, semakin meninggi entah sampai kapan.
Kalau flash back ke rumah bapak saya yang sudah tenggelam oleh pertumbuhan jalan raya yang sepertinya tidak ada batas pertumbuhan.
Kalau zaman saya kecil, orang dewasa yang akan masuk rumah bapak saya harus menaiki beberapa undak yang tengahnya ada jalur sepedanya, tetapi sekarang dari jalan raya harus turun beberapa anak tangga agar bisa masuk halaman rumah bapak saya.
Rupanya bukan kita manusia saja yang semakin meninggi, tapi sayang meningginya pertumbuhan badan kita manusia ternyata berbatas, setelah memasuki usia dewasa sepertinya sudah mentok tinggi badan ini.
Saya sendiri mentok di seratus enam puluhan sentimeter, sedangkan jalan yang ada didepan rumah bapak saya yang berlokasi di desa Janti Kecamatan Waru Sidoarjo Jawa Timur terus tumbuh entah sampai kapan berhenti pertumbuhannya.
Semakin tenggelam saja rumah itu.
Drainase tidak disiapkan.
Masih beruntung ada pembuangan air hujan yang turun.
Dibuang disungai yang kami sebut Kali Gede.
Bisa dibayangkan seandainya tidak ada kali gede itu, dibuang kemana limpahan air hujan yang mengguyur bumi ketika musimnya.
Yaa ujungnya kami harus dipaksa bersabar meratapi tenggelamnya rumah oleh banjir.
Itu cerita rumah bapak saya di Jawa Timur.
Ternyata hal itupun saya alami sekarang ini dirumah saya sendiri.
Saya membangun rumah tahun 2009 di daerah Garut.
Waktu itu sudah lebih tinggi dari jalan raya teras rumah saya.
Tapi kini 2024 jalan raya yang dilewati kendaraan jurusan Bandung Pameungpeuk itupun juga sedang mengalami masa pertumbuhan yang entah sampai usia berapa jalan raya itu terus bertumbuh bertambah tingginya.
Sementara rumah saya sudah selesai masa pertumbuhannya.
Dan jalan raya beraspal itu terus tumbuh entah sampai kapan.
Tahun 2009 saya berbaik hati.
Saya sisakan sebagian tanah saya untuk selokan kecil yang membuang limpahan air hujan ke saluran irigasi dibelakang rumah.
Ketika itu kanan kiri saya masih banyak lahan kosong.
Masih sawah, tetapi sekarang 2024 semakin banyak orang yang membangun rumah dengan lantai yang lebih tinggi dari jalan yang sedang tumbuh meninggi itu.
Saat ini ketika hujan turun, yang ada hanya penyesalan dan deg-degan.
Kenapa dulu saya membuat selokan pembuangan limpahan air ke tanah pekarangan saya, karena sekarang halaman rumah saya tergenang air hujan yang mengalir dari jalan raya yang semakin meninggi itu, mengalirkan air ke jalan selokan yang dulu mampu menampung aliran tapi sekarang air itu meluber ke halaman dan semakin dekat dengan lantai rumah.
Ah perbuatan baik yang berubah jadi penyesalan.
Pernah ada keinginan untuk saya tutup saja selokan itu, tapi kalau saya tutup maka rumah mertua dan paman yang sudah tidak bisa tumbuh meninggi lagi itu yang akan terbenam oleh air hujan.
Ya dengan menyesal niat menutup selokan tidak jadi saya teruskan.
Saya hanya bergumam, apa ini hasil sekolah para insinyur sipil yang membangun jalan tanpa memikirkan warga kanan kiri jalan .
Atau memang kita warga negara ini diajak ikut berkesinambungan membangun, membangun meninggikan rumah mengikuti tingginya jalan raya yang sedang masa pertumbuhan entah sampai umur berapa pertumbuhan ketinggian jalan raya itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H