MELIPAT KATA
helai demi helai kueja keraguankuÂ
yang merambat  pada kuning matahari
: di sepanjang jalan beraspal, sore ini
kesabaranku yang gelisah kusampirkan
pada benang penantian di tepian jalan
lalu kuikat kembali pada ranum wajahmu
yang melintas menerak angin resah
di bawah tudung gubuk bersulam kelaras
kita lena dalam percumbuan rasa yang bisu
meraba tanya adakah rindu sudah hampa
ketika tatap mata melipat berhelai-helai kata
perlahan senyummu bergebar lepas
merobek kaldera dukaku yang beku
dan rindu lalu bertemu dengan sapa
: yang belum sempurna
Trowulan, 23 April 2018
Â
CINTA SEPENGGAL
 malam terus saja melarut pada gelapnya
menelan rasaku yang melarung sepi
mengejar biasmu pada bulan suram
kugapai wajahmu dengan kayuh sampan
yang gelisah dicumbu desir angin malam
kubiarkan riak laut mengayun rinduku
mengais kenang pada pernyataan cinta
yang dulu pernah kau tuliskan
pada selembar air beralaskan butiran pasir
lalu pudar pada surutnya, menyisakan luka
bulan pun enggan memancarkan cahaya
: cintaku yang tinggal sepenggal
Mojokerto, 22 April 2018
Â
PUDAR CINTA
 malam terus saja melarut pada gelapnya
menelan rasaku yang melarung sepi
mengejar biasmu pada bulan suram
kugapai wajahmu dengan kayuh sampan
yang gelisah dicumbu desir angin malam
kubiarkan riak laut mengayun rinduku
mengais kenang pada pernyataan cinta
yang dulu pernah kau tuliskan
pada selembar air yang basah di butiran pasir
lalu pudar pada surutnya, menyisakan luka
bulan pun enggan memancarkan cahaya
: cintaku yang tinggal sepenggal
Mojokerto, 22 April 2018
CINTA DI PELATARAN SENJA
tanpa kedip kutelusuri gemulai ayun serumpun kamboja
yang bersemayam di teras, depan rumah kita
pada batangnya, ada serabut cintamu yang menyelendang,
menjarah setiap hembus nafas setiaku
kelopak merah muda yang menggeliat di serimbun-serimbun daun
tetap tak seindah geliat tubuh dan ranum senyum
yang kau suguhkan di setiap ujung pagi
: sampai sesore ini
isrtiku, mari kita duduk bersama di pelataran senja ini
merakit kisah silam yang berpernik cerita warna cinta
tentang canda tawa yang merenyah di halaman kampus tua
tentang aroma daun pandan yang kita gelar menjelang malam
tentang seseringai perih dari segores kata kesal
yang menyisakan luka  di tepian rasa, tanpa duga
lalu kita balut dengan kedalaman cinta
: sampai sesore ini
isrtiku, mari kita duduk bersama di pelataran senja ini
menyulam sore yang merambat anggun di butiran air hujan
pada remang gerimisnya ada lintas bayangmu membawa mimpi
dan secangkir wedang kopi yang selalu kau saji menjelang pagiÂ
menawarkan kehangatan mesramu, sekadar melarungkan hasrat
yang penuh gelora di hamparan samudera rinduku
yang tanpa waktu, yang tanpa jemu padamu
: sampai sesore ini
Mojokerto, 2 Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H