Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pendekatan Ekologi-Teologi untuk Kesembuhan akibat Covid-19

11 Oktober 2020   06:52 Diperbarui: 11 Oktober 2020   07:10 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : ichi.pro/id 

Covid19 itu sangat menakutkan karena 2 isu yaitu penyebaranya teramat cepat dan tidak ada obatnya. Karena 2 isu itulah maka muncul istilah kebijakan lockdown dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Isu Peyebaran yang sangat cepat dan tidak ada obatnya itu membuat manusia di kolong langit ini ketakutan. Indonesia meradang karena bahan baku obat dari luar negeri 95%.

Ketika mengamati kasus Covid- 19 setelah sekitar 8 bulan, benarkan ketakutan yang kita miliki di awal bulan Maret 2020 seperti yang kita bayangkan?. Lalu, dari pengamatan itu bagimana langkah kita menghadapinya kedepan?.

Isu 95% bahan baku obat kita berasal dari luar negeri sebetulnya isu lama. Niat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Lembaga Eijkman, Perguruan Tinggi (PT), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang Farmasi kita sudah lama menginginkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi.

Tetapi keinginan itu kandas karena kebijakan politik tidak berpihak kepada TKDN. Sulit memahami kekuatan apa yang menghalangi keinginan agar obat kita bahan bakunya dari dalam negeri.

Konsep Ekologi-Teologi

Dari sudut pandang Teologia mengatakan bahwa Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya sempurna. Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya sempurna tetapi kehadiran manusia tidak menjaga kesempurnaan itu. 

Teologia juga mengajarkan bahwa ujian atau cobaan yang dialami manusia tidak melebihi kemampuannya. Teologi yang saya maksud adalah teologia umum.

Dengan kata lain hampir semua kita memahami bahwa memang bumi dan segala isinya diciptakan sempurna. Mengapa kesempurnaan itu terganggu dan siapa yang mengganggu? Apakah Covid19 diciptakan manusia untuk mengganggu?. 

Dari sudut pandang Ekologi bahwa di dalam bumi ini terjadi keseimbangan ekosistem. Bumi mengalami asimilasi untuk keseimbangan baru. Tetapi, ketika gangguan itu melebihi Daya Dukung (Carrying Capacity) maka bumi itu terluka.

Bumi yang terluka itulah yang dimaksud pemanasan global. Pertumbuhan penduduk dunia yang eksploitatif dan menurut maunya manusia maka bumi mengalami pemanasan.

Pembangunan atau eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) di bumi selalu memenuhi keinginan bukan kebutuhan manusia. Spiritualitas Mahatma Gandhi mengatakan, "bumi hanya cukup bagi orang baik, tetapi bumi tidak cukup bagi orang tamak/rakus".

Jika kita gabungkan Ekologi dan Teologia maka hal yang bisa ditarik adalah jika kita terganggu seperti gangguan Virus Covid-19 maka sesungguhnya disekita kita ada obatnya. Tidak perlu mencari ketempat yang jauh.

Jika prinsip konsep Ekologi-Teologi ini kita pakai menghadapi Covid-19 maka tidak ada informasi yang mengatakan tidak ada obatnya. Jika informasi yang mengatakan bahwa penyebarannya cepat dan memiliki resiko yang tinggi maka masyarakat waspada. Masyarakat panik karena informasi tidak ada obatnya.

Masyarakat sempat lega ketika Presiden Jokowi mengumumkan bahwa obat Covid19 adalah Avigan dan Klorokuin. Tetapi tidak lama kemudian organisasi Kesehatan Dunia WHO melarang Avigan dan klorokuin. Masyarakat makin panik ketika itu. Betapa suasana mencekam dan sangat menakutkan ketika itu.

Pemimpin dunia dan para pemimpin spiritualitaspun bingung memilih kalimat untuk menenangkan yang dipimpinnya. Karena mungkin pemimpin negara atau pemimpin spiritualitaspun ketakutan juga. Dalam kondisi itu semua gamang bersikap.

"Bere"-ku dan Semua Sahabatku Sembuh

Tadi malam bere saya (keponakan) yang tinggal di Cijantung menelpon saya, "tulang aku sudah sembuh". Tadi malam dia sudah pulang dari Rumah Sakit (RS) setelah 11 hari dirawat. Hasil SWABnya sudah negatif. Bere saya aitu makan enak katanya sama saya karena sudah sembuh. Seminggu sebelumnya, bere saya yang di Bekasi dan anaknya juga sembuh. 

Awalnya, bere saya yang di Cijantung takut di-swab. "Apa yang kau takutkan?" tanyaku.

"Saya takut hasilnya positif, tulang," jawabnya.

"Apapun hasilnya, hadapi. Menghadapi dengan berani adalah sikap yang pertama. Kemudian, bere saya yang di Bekasi memberikan semangat bahwa jangan takut. Saya dan anakku sudah sembuh," katanya.

Hampir semua cerita yang mengalami positif Covid yang saya kenal sembuh. Di Legok Permai, Kabupaten Tangerang seorang sahabat yang sudah lama hipertensi, gula tinggi, dan pernah dirawat karena jantung, akhirnya sembuh.

Sahabat saya ini memang pasrah dan berharap akan pertolongan Tuhan. Sahabat saya itu anaknya yang berumur 14 tahun sembuh dan anaknya sekitar 2 tahun sembuh. Hanya istrinya dalam keluarga itu negatif.

Ketika informasi itu saya dengar, rasanya gelap bumi ini saya lihat. Teman-teman di Tarutung dulu disolasi 59 orang, demikian juga di Pandan, Tapteng. Mereka hanya minum saja, semua sembuh.

Ketika saya melihat kejadian-demi kejadian yang sembuh, maka informasi yang mengatakan bahwa tidak ada obatnya tidak saya setuju. Jika taka da obatnya, mengapa orang-orang yang saya kenal sembuh 100%?.

Informasi-informasi dari saudara kita yang sembuh itu harus kita ceritakan agar hidup kita yang sempat kuatir yang berlebihan menjadi semangat. Semangat untuk menjaga diri untuk waspada dan disiplin mencegah. Karena, kalaupun sembuh kita tidak mau berobat sampai 10 hari atau lebih, bukan?.

Pendekatan teologia umum atau disebut teologia awam dan ekologi umum sangat penting. Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya sempurna mengajarkan kita bahwa kita menjaga bumi dengan segala akal budi kita.

Social distancing atau jaga jarak adalah cara kita menghalau tantangan yang datang yaitu Covid19. Jika ekosistem kita terganggu maka kita mencari keseimbangan baru dengan cara menyiasati gangguan yang datang. Konsep inilah yang diajarkan Ekologi. 

Evaluasi Menyikapi Covid-19

Jika kita melihat cara-cara kita menyikapi Covid19 di awal yang dengan boros menyemprotkan disinfektan, maka sesungguhnya itu tidak ramah lingkungan. Sebab, disinfektan akan mengganggu ekosistem, terutama ekosistem tanah.

Sahabat saya, ahli kimia mengatakan ada disinfektan yang ramah lingkungan. Tetapi apakah kita memilih disinfektan yang ramah lingkungan?. Penggunaan disinfektan, apalagi berlebihan sudah harus dihentikan. Sebab, menurut berbagai sumber jika Covid19 itu tidak memiliki media secara otomatis Virus Covid19 mati.

Artinya, jika kita disiplin jaga jarak maka Covid19 mati sendiri. Kita harus menyadari disinfektan dan penggunaan sabun untuk cuci tangan, hand sanitizer di seluruh dunia akan berdampak negating terhadap kelestarian lingkungan.

Penggunaan disinfektan, hand sanitizer dan sabun yang jika diakumulasikan di seluruh dunia akan mencemari tanah dan air. Kita harus menyadari bahwa penggunaan disinfektan, hand sanitizer dan cuci tangan pakai sabun hanya sesaat saja. Jika berkepanjangan, maka akan menjadi beban lingkungan yang beresiko juga bagi kehidupan.

Setelah beberapa bulan kita menggunakan bahan kimia itu maka sudah waktunya kita memikirkan alternatif. Semoga saja setelah vaksin Covid19 disosialisasikan, kita tak lagi mengunakan bahan kimia itu.

Ekologi dan Teologia awam yang kita pahami mengajak kita untuk menyadari komitmen kita agar menjaga kesempurnaan bumi dan segala isinya dengan baik. Manusia yang diberikan akal budi yang mampu mengintervensi semua aspek kehidupan di bumi sejatinya fokus menjaga kesempurnaan bukan merusak kesempurnaan itu. 

Karena itu, mari kita bersikap atau membangun menurut keseimbangan alam, bukan keinginan kita sendiri. Jika kita beraktivitas menurut keinginan kita dengan mengabaikan alam maka alam akan resisten dan kita tidak mampu lagi beradaptasi dengan bumi. Jika itu yang terjadi, maka sempurnalah kerusakan itu. Jadi, mari kita ikuti alam dan kita sembuh dengan apa yang ada di sekitar kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun