Mohon tunggu...
Sosbud

Apakah Hemat Uangku Dengan Hijau Rumahku?

14 Mei 2010   09:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:13 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Menyikapi beberapa headline di media masa Indonesia mengenai "Green Property" dan Kongres Dunia ke-61 Federasi Real Estate International (FIABCI) di Bali tanggal 25-28 Mei 2010, kami ingin memaparkan paradigma keterjangkauan dari "Green Property" yang seringkali luput dari perhatian para Pengembang, Arsitek maupun Profesional lainnya.

Kongres Dunia ke-61 FIABCI di Bali menggunakan tema "Save the World: Green Shoots for Sustainable Real Estate" telah mengubah setidaknya persepsi para pengembang untuk mengembangkan property yang hijau. Tetapi sayangnya banyak pendekatan "Green Homes" diduga dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dari penjualan dan bukan menerapkan konsep "Rumah Berkelanjutan" atau "Sustainable Homes" sepenuhnya.

Mengapa hal ini perlu diangkat? Kami memandang untuk konteks Indonesia dan Negara - Negara berkembang yang memiliki penduduk yang mayoritas adalah golongan ekonomi menengah dan bawah, faktor aspek keterjangkauan dari properti perlu dipikirkan untuk mencapai keberlanjutan yang sesungguhnya. Berikutnya kami akan memaparkan sedikit teori, perbedaan antara teori dan aplikasinya di lapangan serta saran - saran yang mungkin harus dilakukan.

Teori

Konsep "Sustainable Homes" tidak lepas dari pendekatan "Sustainable Development" atau "Pembangunan Berkelanjutan" yang diungkapkan dalam Report of the World Commission on Environment and Development tahun 1987. Konsep "Sustainable Development" dapat didefinisikan secara sederhana "Pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya di masa mendatang." i

Selanjutnya, dalam konsep Pembangunan Berkelanjutan tsb. terdapat sebuah pendekatan keberlanjutan itu terintegrasi dengan 3 aspek utama yang perlu diperhatikan yaitu Aspek Ekonomi, Aspek Sosial dan Aspek Lingkungan. Hal ini berarti bahwa pilihan strategi Pembangunan Berkelanjutan juga harus memikirkan aspek keterjangkauan ekonomi, penerimaan secara sosial dan keramahan terhadap lingkungan. Walaupun sulit, hal ini dapat dikembangkan kembali untuk aplikasi "Sustainable Homes."

Mengenai "Sustainable Homes", telah banyak institusi yang menghasilkan rekomendasi tentang konsep "Rumah Berkelanjutan" ini. US Green Building Council dan International Union of Architect adalah 2 lembaga yang mendengungkan hal ini sejak tahun 1990-an.

United States Green Building Council telah berdiri setidaknya selama 17 tahun, dan telah menghasilkan berbagai panduan "Green Buildings" atau "Bangunan Ramah Lingkungan" yang relevan untuk negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada dll. Salah satu panduan yang menarik untuk dikaji ialah "LEED for Homes". ii Kerangka ini diusulkan oleh USGBC (United States Green Building Council) pada tahun 2008. LEED for Homes ini dikembangkan secara khusus untuk 25% konstruksi rumah baru di Amerika agar dapat menjadi "Sustainable Homes" atau "Rumah yang Berkelanjutan."

LEED for Homes ini juga disiapkan untuk membantu pembangun (builder) rumah untuk membangun rumah yang ramah lingkungan dengan proses yang dilakukan builder dan tim proyek (project team) yang juga sistematis dan baik. Sehingga Rumah tsb harus memenuhi persyaratan sbb:

- Memiliki desain strategi yang meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya;

- Memilih bahan bangunan, peralatan dan siste, bangunan yang ramah lingkungan, tahan lama;

- Dibangun dengan proses konstruksi yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga peralatan-peralatan di atas dapat dipasang secara baik.

- Selain itu semua pertimbangan LEED harus diintegrasikan seawall mungkin dalam proses desain rumah tsb.

Beberapa aspek yang dibahas dalam "LEED for Homes ialah:

- Proses Inovasi dan Desain (Innovation and Design Process/ ID) akan membahas tentang metode desain, kandungan pengaruh kawasan (regional) dalam system penilaian dan contoh level performa;

- Lokasi dan Tautan (Location and Linkages/ LL) membicarakan penempatan dari rumah secara sosial dan lingkungan yang berdampaj pada komunitas yang lebih luas;

- Pengelolaan Tapak yang Berkelanjutan (Sustainable Sites/ SS) membahas penggunaan lahan dengan memperhatikan pencegahan dampak kepada tapak.

- Efisiensi Air (Water Efficiency/ WE) membahas praktek untuk menggunakan air secara efisien baik di dalam atau di luar rumah.

- Energi dan Atmosfir (Energy and Atmosphere) membahas efisiensi energi dari segi desain selubung bangunan serta sistem pemanasan dan pendinginan.

- Material dan Sumber Daya (Materials and Resources/ MR) membicarakan efisiensi penggunaan material, pemilihan material ramah lingkungan serta pengurangan limbah pada saat konstruksi.

- Kualitas Udara Dalam Ruangan (Indoor Environmental Quality/ EQ) membicarakan peningkatan kualitas udara dengan mengurangi polusi dan kesempatan paparan dengan polutan.

- Kesadaran dan Pendidikan (Awareness & Education/ AE) membahas pendidikan pemilik, penyewa dan manajer bangunan mengenai operasi dan pemeliharaan dari elemen bangunan ramah lingkungan dari rumah yang bersertifikat LEED.

Berikutnya, UIA (Union internationale des Architectes) adalah organisasi asosiasi arsitek non-profit yang mewakili lebih dari satu juta arsitek di 124 negara. Pada Konferensi Copenhagen pada 7 Desember 2009 mengenai pengurangan emisi gas karbon, UIA menyampaikan Deklarasi yang menggambarkan pengakuan terhadap betapa besarnya dampak bangunan dan industri konstruksi kepada perubahan iklim yang terjadi saat ini. Dan berbagai dampak ini dapat dikurangi dengan menentukan bentuk sistem lingkungan binaan ("built environment"). Karena itu UIA berkomitmen untuk mengurangi dampak ini melalui "Sustainable by Design Strategy" program atau "Strategi Desain Berkelanjutan" yang akan dikembangkan lebih lanjut pada Kongres UIA di Tokyo pada 2011. iii

Konsep Strategi Desain Berkelanjutan UIA ini dapat didefinisikan lebih detail dalam 9 butir sbb:iv

- Sustainable by Design (SbD) dimulai pada tahapan awal proyek dan melibatkan komitmen seluruh pihak: klien, desainer, insinyur, pemerintah, kontraktor, pemilik, pengguna, dan komunitas;

- SbD harus mengintegrasikan semua aspek dalam konstruksi dan penggunaannya di masa depan berdasarkan "Full Life Cycle Analysis and Management" (Analisa dan Manajemen sepenuhnya dari Daur Hidup Bangunan);

- SbD harus mengoptimalkan efisiensi melalui desain. Penggunaan energi terbarukan, teknologi modern dan ramah lingkungan harus diintegrasikan dalam praktek penyusunan konsep proyek tsb;

- SbD harus menyadari bahwa proyek - proyek arsitektur dan perencanaan merupakan sistem interaktif yang kompleks dan terkait pada lingkungan sekitarnya yang lebih luas, mencakup warisan sejarah, kebudayaan dan nilai - nilai sosial masyarakatnya;

- SbD harus mencari "healthy materials" (material bangunan yang sehat) untuk menciptakan bangunan yang sehat, tata guna lahan yang terhormat secara ekologis dan visual, dan kesan estetik yang menginspirasi, meyakinkan dan memuliakan;

- SbD harus bertujuan untuk mengurangi "carbon imprints", mengurangi penggunaan material berbahaya, dan dampak kegiatan manusia, khususnya dalam lingkup lingkungan binaan, terhadap lingkungan;

- SbD terus mengusahakan untuk meningkatkan kualitas hidup, mempromosikan kesetaraan baik lokal maupun global, memajukan kesejahteraan ekonomi, serta menyediakan kesempatan - kesempatan untuk kegiatan bersama masyarakat dan pemberdayaan masyarakat;

- SbD mengenal juga keterkaitan lokal dan sistem planet bumi yang mempengaruhi segenap umat manusia. SbD juga mengakui bahwa populasi urban tergantung pada sistem desa-kota yang terintegrasi, saling terkait untuk keberlangsungan hidupnya (air bersih, udara, makanan, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, kebudayaan dan lain - lain);

- Terakhir, SbD juga mendukung pernyataan UNESCO mengenai keberagaman budaya sebagai sumber pertukaran, penemuan, kreativitas sangat diperlukan oleh umat manusia.

Kedua lembaga tersebut telah mencoba menerapkan "Sustainable Homes" untuk mengurangi dampak pemanasan global yang semakin parah. Tetapi, hal ini rupanya mengalami tantangan di dunia nyata.

Tantangan terhadap Penerapan "Sustainable Homes" di Indonesia

Kesulitan untuk menerapkan "Green Homes" di Indonesia ialah belum tumbuhnya kesadaran masyarakat secara luas mengenai konsep "Green Homes" ini. Selain itu pula terjadi salah kaprahnya pengembang dan masyarakat mengenai hal ini. Konsep "Green" seringkali dieksplorasi untuk mendongkrak penjualan dengan menambahkan aplikasi "solar panel" dan "green roof" yang terlalu mahal untuk saat ini.

Sebaliknya solusi bahan ramah lingkungan seperti bambu, aplikasi tampungan air hujan dan solusi tepat guna lainnya belum diterapkan. Bahkan integrasi infrastruktur seperti drainase seringkali diabaikan sehingga menyebabkan kawasan tersebut berpotensi tergenang kala hujan ekstrim. Sesungguhnya ini juga kurang berlanjut menurut konsep "Sustainable Homes" di atas.

Sebaliknya pendekatan ramah lingkungan seperti tidak membangun di kawasan rawa yang mengalami penurunan tanah yang ekstrim seperti Jakarta Utara rupanya tetap menjadi trend yang wajar. Baru - baru ini kami mengevaluasi sebuah pembangunan di Jakarta Utara, dan kami menemukan fenomena bahwa penerima penghargaan FIABCI itu dibangun di atas rawa yang mengalami penurunan tanah ekstrim sebesar 3-10 cm per tahun. Artinya jika kita membeli rumah di perumahan tersebut maka rumah kita mungkin bisa melesak ke dalam tanah sebesar 30 cm sampai 1 m pada 10 tahun mendatang. Dan menyebabkan rumah kita akan tergenang parah. Hal ini sebenarnya tidak sesuai dengan pendekatan keberlanjutan di atas. v

Secara sederhana aplikasi "Sustainable by Design" yang diusulkan UIA dapat dibandingkan dengan tabel sebagai berikut:

Teori

Kenyataan

Sustainable by Design (SbD) dimulai pada tahapan awal proyek dan melibatkan komitmen seluruh pihak: klien, desainer, insinyur, pemerintah, kontraktor, pemilik, pengguna, dan komunitas.
Seringkali, diduga tidak ada pelibatan stakeholders untuk menghasilkan "Green Homes." Bahkan seringkali terjadi konflik terkait pembebasan lahan oeleh pengembang.

SbD harus mengintegrasikan semua aspek dalam konstruksi dan penggunaannya di masa depan berdasarkan "Full Life Cycle Analysis and Management."
"Full Life Cycle Analysis and Management"belum diterapkan karena tujuan mengurangi biaya dalam persiapan perumahan tersebut.

SbD harus mengoptimalkan efisiensi melalui desain. Penggunaan energi terbarukan, teknologi modern dan ramah lingkungan harus diintegrasikan.
Seringkali yang diusulkan ialah solusi "mahal" seperti "green roof" dan "solar panel." Sebaliknya, teknologi tepat guna seringkali disisihkan.

SbD harus menyadari bahwa proyek - proyek arsitektur dan perencanaan merupakan sistem interaktif yang kompleks dan terkait pada lingkungan sekitarnya.
Seringkali "Green Homes" atau "Green Development" menjadi kompleks eksklusif yang tidak terintegrasi dengan lingkungan sekitarnya bahkan seringkali menyebabkan banjir untuk kawasan sekitarnya.

SbD harus mencari "healthy materials" (material bangunan yang sehat).
Material yang murah seringkali lebih diutamakan dengan mengabaikan sertifikasi ramah lingkungan

SbD harus bertujuan untuk mengurangi "carbon imprints", mengurangi penggunaan material berbahaya, dan dampak kegiatan manusia.
"Carbon Imprints" tidak dikenal secara luas pada supplier bahan bangunan di Indonesia.

SbD terus mengusahakan untuk meningkatkan kualitas hidup, mempromosikan kesetaraan baik lokal maupun global, memajukan kesejahteraan ekonomi.
Kesejahteraan masyarakat lokal seringkali diabaikan. Tukang profesional dari negara lain mulai dipilih untuk solusi yang lebih murah.

SbD mengenal juga keterkaitan lokal dan sistem planet bumi yang mempengaruhi segenap umat manusia.
Sumber bahan bangunan seringkali berasal dari kawasan pedesaan di sekitar kota yang seringkali dirusak oleh eksplorasi bahan bangunan.

Terakhir, SbD juga mendukung pernyataan UNESCO mengenai keberagaman budaya sebagai sumber pertukaran, penemuan, kreativitas sangat diperlukan oleh umat manusia.
Keragaman budaya dan prilaku seringkali tidak diintegrasikan demi tujuan produksi masal.

Kembali kepada aspek keterjangkauan ekonomi, memang untuk menyediakan perumahan bagi kurang lebih 230 juta masyarakat Indonesia merupakan tantangan yang sulit. Keterbatasan lahan, tidak terintegrasinya perencanaan ruang serta lemahnya intervensi Pemerintah terhadap pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah merupakan hambatan utama.

Selain itu 60% populasi Indonesia yang diperkirakan merupakan masyarakat ekonomi menengah dan bawah menghadapi krisis ekonomi beberapa tahun ini. Hal ini menyebabkan rendahnya daya beli mereka untuk "Green and Affordable Homes" atau "Rumah yang Terjangkau dan Berkelanjutan".

Saran - Saran

Pengabaian aspek ekonomi dalam perencanaan dan desain "Green Homes" dapat menyebabkan kegagalan penerapan konsep di atas. Hal ini karena 60% warga Indonesia tidak dapat menjangkau properti tersebut. Sebaliknya penerapan "Green Homes" yang setengah hati juga akan menambah parahnya permasalahan lingkungan yang ada di Indonesia.

Aplikasi perencanaan dan desain rumah yang terintegrasi dengan teknologi tepat guna mungkin merupakan satu solusi untuk mengatasi hal ini. Penggunaan rumah bambu plester telah menjadi suatu solusi bagi perumahan yang ramah lingkungan tetapi tetap terjangkau. Sebaliknya Rumah Susun yang ramah lingkungan juga dapat menjadi solusi untuk kawasan permukiman padat di perkotaan Indonesia. vi

Solusi lainnya seperti "Low Impact Development" yang mengumpulkan air hujan, mendaur ulang air serta mengolah air limbah yang sederhana juga dapat mengatasi masalah mahalnya "Green Homes." vii

Sebaga catatan, berbagai teknologi tepat guna telah diteliti oleh institusi riset dan pendidikan seperti Puslitbang Permukiman, LIPI, ITB, UGM, Univ. Katolik Soegijopranata, dan Environmental Bamboo Foundation. viii Tetapi sayangnya teknologi ini tidak berkembang karena lemahnya studi kelayakan usaha dan keengganan pengusaha properti dan suppier untuk menggunakan konsep - konsep ini.

Terakhir, dapat disimpulkan bahwa "Green Homes" tidak boleh diterapkan dengan setengah hati. Sebaliknya ada harapan untuk menerapkan "Sustainable and Affordable Homes" jika semua pihak mau menggunakan konsep "Low Cost, Low Technology, Low Negative Impact Development" atau "Biaya Murah, Teknologi Sederhana dan Berdampak Positif terhadap Lingkungan."

i WCED, (1987). Our Common Future: Report of the World Commission on Environment and Development, Chapter 2, Towards Sustainable Development, sumber: www.un-documents.net

ii http://www.usgbc.org/

http://greenhomeguide.com/askapro/topic/12

iiihttp://www.uia-architectes.org/image/PDF/COP15/COP15_Declaration_EN.pdf

iv Ibid. http://www.uia-architectes.org/image/PDF/COP15/COP15_Declaration_EN.pdf

v http://www.jakartagardencity.com/pdf/Jan2010_05.pdf

vi Tanuwidjaja, Gunawan, Mustakim, Maman Hidayat, Sudarman, Agus, Integrasi Kebijakan Perencanaan dan Desain Rumah Susun yang Berkelanjutan, dalam Konteks Pembangunan Kota yang Berkelanjutan, dipresentasikan pada Seminar Nasional Apartemen Bersubsidi, Jurusan Teknik Sipil, UK Maranatha, 2009

Tanuwidjaja, Gunawan, Mustakim, Widyowijatnoko, Andry, Faisal, Budi, Bambu sebagai Material yang Berkelanjutan dan Affordable untuk Perumahan, dipresentasikan pada Seminar Nasional Apartemen Bersubsidi, Jurusan Teknik Sipil, UK Maranatha, 2009

Dapat diakses pada: http://greenimpactindo.wordpress.com

vii Tanuwidjaja, Gunawan, Widjaya, Joyce M., Integrasi Tata Ruang dan Tata Air untuk Mengurangi Banjir di Surabaya, dipresentasikan pada "Seminar Nasional tentang Arsitektur [di] kota: Hidup dan Berkehidupan di Surabaya?" Jurusan Arsitektur Universitas Kristen Petra,Surabaya.

Dapat diakses pada: http://greenimpactindo.wordpress.com

viiihttp://balitbang.pu.go.id/webbal_search_iptek.asp?page=2

http://puspiptek.info/?q=id/node/781

http://www.ar.itb.ac.id/andry/wp-content/uploads/2006/03/BamBU%20PLAster%20untuk%20Aceh.pdf,

http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/1223_RD1002001.pdf

Frick, H., Suskiyatno, B., (1998). Dasar - Dasar Eko-Arsitektur, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

http://www.bamboocentral.org/

Link Websources:

http://greenimpactindo.wordpress.com/2010/05/14/apakah-hemat-uangku-dengan-hijau-rumahku/

http://www.scribd.com/doc/31344016/20100514-Apakah-Hemat-Uangku-Dengan-Hijau-Rumahku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun