Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis adalah usaha Meng-ada-kan ku

Mencari aku yang senantiasa tidak bisa kutemui

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Gada UU Revisi Mulai Menghantam KPK

11 Mei 2021   21:06 Diperbarui: 11 Mei 2021   21:42 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari semula sudah diduga bahwa Undang - Undang hasil revisi KPK akan melumpuhkan lembaga pemberantasan Korupsi ini. 

Mengapa? Karena semua poin perubahan yang tercantum dalam UU baru itu menyasar eksistensi dan kekuatan KPK.

Ada tujuh perubahan pada Undang - Undang itu yang dinilai bagai gada - gada maut yang memutilasi tubuh lembaga anti ruasuah itu.

Pertama, soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap independen.

Kedua, terkait pembentukan Dewan Pengawas.

Ketiga, mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.

Keempat, mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) oleh KPK.

Kelima, koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Keenam, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan.

Ketujuh, sistem kepegawaian KPK.

Untuk poin ini seolah KPK tidak berubah, karena ada kata "independen" di dalamnya. Namun kenyataan nya perubahan ini justru menghilangkan frasa  KPK sebagai lembaga negara yang independen dan "bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun".

Sebenarnya gada terbesar yang menghantam KPK justru adalah poin pertama ini. Perubahan UU KPK dengan diinisiasi oleh DPR dan disetujui oleh pemerintah adalah bukti nyata betapa KPK diintervensi. 

Keinginan untuk merubah UU KPK ini jelas bermaksud melemahkan KPK karena saat itu dilakukan, KPK secara obyektif adalah lembaga yang paling dipercaya oleh masyarakat.

Prestasi mereka memberantas korupsi pun diakui.  Sebaliknya para koruptor sangatlah takut jika KPK mulai memeriksa mereka.

Jadi sebenarnya, revisi UU KPK dengan maksud memperkuat KPK jelas hanya akal - akalan saja.

Kedua, soal adanya Dewan Pengawas KPK yang punya fungsi untuk mengawasi kinerja KPK dalam operasi tangkap tangan, penggeledahan dan penyitaan. 

Sebagai lembaga hukum, peran Dewan Pengawas yang nota Bene bukanlah penegak hukum dalam hal ini jelas menjadi suatu intervensi.

Hal tersebut terbukti karena dalam uji materi yang diputuskan oleh MK, peran Dewan Pengawas KPK sebagai pemberi ijin operasi tangkap tangan, pengeledahan dan penyitaan dikebiri. MK berargumentasi bahwa KPK tidak perlu minta ijin melakukan ketiga kegiatan pro Justitia itu.

Syukurlah poin ini dibatalkan, kalau tidak maka tugas KPK pastilah sangat terganggu.

Untuk poin ketiga yang menyangkut peran Dewan Pengawas KPK, sudah dijelaskan di atas tadi.

Poin ke empat yang menyangkut mengeluarkan SP3 atau penghentian perkara yang sebelumnya tidak boleh dilakukan KPK, dalam UU Revisi KPK justru dimungkinkan.

Korban pertama sudah terjadi, ketika KPK menerbitkan surat penghentian perkara kasus Mega Korupsi BLBI. Dengan melakukan SP3 ini jelas kredibilitas KPK menjadi terjun bebas. kegigihan KPK untuk memberantas korupsi kelas kakap menjadi tanda tanya.

Poin kelima yang mengharuskan KPK berkoordinasi dengan penegak hukum lain dalam penanganan korupsi dipandang menyunat wewenang KPK karena di undang - undang yang lama justru KPK punya peran untuk mengawasi jika penegak hukum lain menangani korupsi.

Dengan berkoordinasi, ada kesan bahwa KPK tidak diperlukan lagi karena tidak ada hal khusus yang menjadikan KPK sebagai lembaga extra ordinari. 

Dengan UU KPK yang baru tersebut,  saat ini KPK menyerahkan kasus korupsi  Bupati Nganjuk pada Polisi, padahal operasi tangkap tangannya dilakukan KPK.

Hal aneh ini tentu memancing komentar publik, karena hal seperti itu tidak pernah terjadi. Namun dengan alasan harus berkoordinasi seperti yang ada dalam UU KPK hasil revisi maka peristiwa ini menjadi hal yang wajar.

Kalau hal seperti ini sering terjadi maka KPK secara langsung bunuh diri sebab pastilah akan muncul pendapat, karena kasus korupsi sudah bisa ditangani instansi lain maka KPK tidak diperlukan lagi dan patut bubar saja.

Poin keenam menyangkut kegiatan penyitaan dan penggeledahan adalah bagian yang juga menjadi tugas Pengawas KPK yang saat ini juga sudah dibatalkan MK.

Poin ke tujuh adalah gada yg sebelumnya tidak diperhitungkan akibatnya. Namun rupanya gada ini adalah gada raksasa yang menghancurkan KPK dari dalam.

Dengan alsan proses seleksi menjadi pegawai negeri, maka 75 orang pegawai KPK yang selama ini berprestasi memberantas korupsi justru dianggap tidak lulus  dan harus meninggalkan KPK.

Jadi inilah gada - gada pembunuh KPK yang ada dalam UU Revisi KPK.

Kalau sudah begini, apakah masih ada alasan Jokowi untuk tidak menerbitkan Perppu guna membatalkan UU KPK hasil revisi ini, kalau benar presiden mau menguatkan KPK?***MG

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun