Sifat ilmu arkeologi yang multi-disipliner sangat terbuka untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak dan sektor yang berkepentingan dengan obyek penelitian arkeologi. Kemitraan dalam pengelolaan sumberdaya arkeologi, dapat dibedakan menjadi dua yaitu kemitraan yang bersifat internal dan yang kedua bersifat eksternal.
Kemitraan yang bersifat internal seperti diusulkan oleh penulis dalam buku Manajemen Sumberdaya Arkeologi 2 (Gunadi, 2004) tentang konsep three in one yaitu terintegrasikannya antara kegiatan penelitian, pelestarian, dan pemanfaatan sumberdaya arkeologi. Konsep ini memang mudah diucapkan akan tetapi sangat sulit untuk dilaksanakan, walaupun bagaimana, kita harus dapat menuju kesana. Kedua, kemitraan yang bersifat eksternal yaitu bentuk kerjasama antara bidang penelitian arkeologi dengan pihak lain (inter disipliner maupun antar lembaga).
Satu contoh dalam penelitian permukiman di lingkungan danau di wilayah Kabupaten Lumajang dan Probolinggo, Jawa Timur, kita dapat mengembangkan hasil penelitian tersebut misalnya bekerjasama dengan sektor lain seperti lingkungan hidup, kehutanan dan seKtor lainnya yang terkait untuk merencanakan kegiatan lanjutan yang bersifat kemitraan atau kolaboratif.
Seperti dijelaskan dalam Berkala Arkeologi (Gunadi, 2007) bahwa beberapa danau yang ditemukan di dua wilayah kabupaten Lumajang dan Probolinggo saat ini telah mengalami kekeringan yang disebabkan karena hilangnya nilai-nilai kearifan masyarakat terhadap lingkungannya. Untuk mengembalikan agar lingkungan danau dapat kembali seperti dahulu dan bermanfaat bagi kehidupan manusia, perlu dilakukan upaya kerjasama lintas sektoral.
Dengan demikian hasil penelitian arkeologi juga akan dapat diakses dan dimanfaatkan bagi kepentingan pihak-pihak lain. Apabila hal ini dapat diwujudkan, maka akan terjalin hubungan kemitraan antar lembaga ataupun antar kepentingan namun dalam koridor yang sama yaitu demi terwujudnya kualitas kehidupan manusia yang lebih baik.
Dengan demikian, kemitraan ataupun kerjasama dengan pihak lain tidak terbatas pada perijinan, informasi, ataupun hal-hal lain yang terkait dengan kelancaran jalannya proses penelitian. Akan tetapi hasil penelitian arkeologi tersebut nantinya harus dapat memberikan kontribusi yang riil bagi masyarakat atau lembaga yang bersangkutan. Sesuatu yang dapat disumbangkan dari penelitian arkeologi antara lain tentang kajian-kajian kearifan lokal ataupun studi etno-arkeologi.
Ide tentang kemitraan di atas ternyata bagaikan gayung bersambut, karena beberapa waktu yang lalu datang permintaan dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA), Departemen Kehutanan Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengisi Jurnal yang diterbitkan oleh lembaga tersebut, terutama hasil-hasil penelitian arkeologi yang terkait dengan konservasi sumberdaya alam. Untuk memenuhi permintaan tersebut, beberapa peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta telah mencoba mengirim artikel kepada redaktur jurnal Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Mudah-mudahan kemitraan ini dapat berjalan lancar dan bermanfaat bagi kedua pihak serta pihak-pihak terkait lainnya.
PENUTUP
Sebelum pada bagian kesimpulan perlu saya ingatkan bahwa dalam melaksanakan kegaiatan program penelitian dan pengembangan arkeologi kita harus mengacu pada RPJMN yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata N0. PM.17/PR.001/MKP/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2010 -- 2014. Dengan demikian apabila setiap peneliti arkeologi juga membuat rencana strategis penelitian dalam lima tahun kedepan sesuai dengan RPJMN tersebut, mudah -- mudahan apa yang kita cita -- citakan "Arkeologi untuk semua" akan segera terwujud dan inilah kontribusi dan kinerja kita yang dapat kita berikan kepada bangsa dan Negara.
Selanjutnya, pada bagian penutup ini akan disimpulkan beberapa pokok pemikiran penulis antara lain:Â
- Dalam kegiatan penelitian arkeologi di Indonesia, Arkeologi Publik saat ini sudah selayaknya menjadi pertimbangan khusus dalam menentukan langkah-langkah akademisnya sejak pembuatan kerangka acuan hingga evaluasi hasil kegiatannya, utamanya yang terkait dengan nilai-nilai kearifan lokal.
- Penelitian arkeologi belum dapat berperan secara nyata sebagai leading sector dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya arkeologi di Indonesia. Hal ini disebabkan  penelitian dari masing-masing peneliti masih terkesan parsial.
- Lembaga penelitian arkeologi yang didominasi oleh pemerintah, alokasi dana penelitian tidak mampu menangani penelitian yang berskala besar dan tematik.
Atas dasar dari tiga hal yang dapat disimpulkan tersebut, maka dapat direkomendasikan sebagai berikut :