Mohon tunggu...
Gunadi Kasnowihardjo
Gunadi Kasnowihardjo Mohon Tunggu... PNS -

Sarjana arkeologi, S1 UGM, S2 U.I. tinggal di Yogyakarta dan bekerja di Balai Penelitian Arkeologi Yogyakarta. Saat ini tengah memulai studi tentang arkeologi publik dan manajemen sumberdaya arkeologi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penelitian Arkeologi sebagai Leading Sektor dalam Manajemen Sumber Daya Arkeologi

18 September 2017   11:09 Diperbarui: 18 September 2017   11:27 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Archaeology without its public is nothing, menurut hemat saya ungkapan ini merupakan satu tantangan bagi para pengelola sumberdaya arkeologi terutama para ahli arkeologi yang bekerja di sektor penelitian arkeologi. Sejauh mana hasil penelitian arkeologi dapat disajikan kepada kepentingan-kepentingan lain.

Seperti diingatkan oleh Heddy Shri Ahimsa-Putra dalam pidatonya yang berjudul Ilmuwan Budaya dan Revitalisasi Kearifan Lokal, Tantangan Teoritis dan Metodologis (disampaikan pada Rapat Senat Terbuka Dies Natalis ke 62 Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, 3 Maret 2008), yang intinya mengajak kepada para peneliti ilmu budaya untuk menggali kearifan lokal masyarakat Indonesia dan melestarikannya demi kehidupan kita di masa mendatang.

Bentuk-bentuk kearifan lokal sering ditemukan dalam penelitian arkeologi ataupun etnoarkeologi, pertanyaannya adalah mampukah kita mengemas  bentuk-bentuk kegiatan penelitian dan hasil penelitian arkeologi tersebut untuk disajikan kepada kepentingan publik. Apakah penelitian arkeologi di Indonesia telah mempertimbangkan kepentingan-kepentingan lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas seperti yang tersurat dan tersirat dalam tema evaluasi kali ini? Untuk itu, lembaga-lembaga pengelola sumberdaya arkeologi terutama lembaga penelitiannya harus dapat bermitra dengan berbagai lembaga lain dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi lembaga.

PENELITIAN ARKEOLOGI DI INDONESIA

Pada tahun 2005 saat   masih bertugas sebagai Kepala Balai Arkeologi di Kalimantan, penulis mencoba mengevaluasi hasil-hasil penelitian arkeologi pada sepuluh tahun terakhir (1994 -- 2004) dari tiga Balai Penelitian Arkeologi yaitu Balai Arkeologi Yogyakarta, Balai Arkeologi Makassar, dan Balai Arkeologi Banjarmasin. Dari hasil  evaluasi tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja sektor penelitian arkeologi masih terpaku pada kepentingan sektoral dan belum dapat dirasakan manfaatnya secara riil oleh sektor lain ataupun masyarakat luas (publik) (Gunadi, 2005).

Gambaran lain yang dapat dilihat dan dibaca dari hasil evaluasi penelitian arkeologi di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir tersebut adalah bentuk kegiatan penelitian yang bersifat parsial yang disebabkan oleh keterbatasan beaya dan waktu. Apa yang akan dapat dihasilkan dengan alokasi waktu antara 10 -- 12 hari kerja dalam satu kegiatan penelitian arkeologi?

Sebetulnya sudah banyak contoh model penelitian arkeologi di Indonesia yang diberikan oleh rekan-rekan peneliti baik yang datang dari negara lain maupun teman-teman peneliti dari Indonesia. Francois Semah dan kawan-kawannya yang melakukan penelitian di Sangiran dan sekitarnya dapat menyelenggarakan satu pameran dan menerbitkan buku berjudul "Mereka Menemukan Pulau Jawa" (1990)  yang menggambarkan kehidupan manusia purba beserta lingkungan, flora dan faunanya.

Penelitian yang dilakukan oleh Peter Bellwood dan kawan-kawan di Maluku Utara dan Bagian Timur Indonesia lainnya, dapat memberikan gambaran kehidupan rumpun Austronesia yang tinggal di antara Asia Tenggara dan Pasifik. Michel Sazine dan National Geographic dengan penelitiannya tentang gambar cadas di sepanjang pegunungan Gergaji -- Marang di Kutai Timur, Kalimantan Timur, film dokumenternya berhasil memenangkan Rolex Award.

Oxis Project, sebuah penelitian protosejarah di wilayah Luwu, Sulawesi Selatan yang dibeayai oleh donator asing berhasil menerbitkan  buku "Land of Iron" (2000) dan berbagai artikel baik ilmiah maupun semi populer., satu diantaranya adalah artikel yang berjudul "Pesona Tanah Luwu Abad XIV M, Kerajaan Majapahit Import Besi" (Gunadi, 2000). Harry Truman Simanjuntak dan kawan-kawan yang meneliti gua-gua prasejarah di Pegunungan Sewu, Gunung Kidul satu contoh model penelitian arkeologi  yang tidak "berlarut-larut" yang dikerjakan oleh peneliti Indonesia dengan hasil seperti tertuang dalam buku yang berjudul "Prasejarah Gunung Sewu" (2002).

Memperhatikan akan "kekurangan" dari sektor penelitian arkeologi tersebut, penulispun mulai mencari terobosan-terobosan baru dalam kegiatan penelitian seperti yang pernah dilakukan di Tarakan (2003), Kutai Kartanegara (2004, 2005, 2006), Tapin (2006), serta kegiatan ilmiah yang mengangkat tentang kearifan lokal (Diskusi Ilmiah Arkeologi, IAAI Komda. Kalimantan, 2005), dan kegiatan revitalisasi kawasan Candi Agung (2006).

Di wilayah kerja Balai Arkeologi Yogyakarta, mulai tahun 2008 ini saat penulis mulai dipercaya untuk memimpin tim penelitian, akan dicoba dikaitkan antara penelitian arkeologi dan kearifan lokal masyarakat yang bermukim di tepian danau. Hasil penelitian arkeologi permukiman (settlement archaeology) ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat saat ini dalam mengelola danau dan lingkungannya demi kehidupan yang lebih berkwalitas baik untuk manusia yang hidup saat ini maupun bagi generasi mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun