Nama "Fajar" adalah karakter laki-laki yang dapat diasosiasikan dengan kecerahan, namun ia tidak memiliki peran yang penting dalam perkembangan cerita.
Nayla Purnama sebagai Azizah
Sebaliknya, nama "Azizah" cenderung merujuk pada karakter perempuan dengan nuansa keanggunan atau kelembutan. Ialah salah satu karakter yang memiliki peran membawa musibah ketika ingin bernyanyi.
Rizky Fachrel sebagai Saleh
Nama "Saleh" sebagai abang menunjukkan karakter yang jujur, baik, atau beretika tinggi. Namun, terungkap bahwa ia memiliki masalah moral atau konflik yang berkaitan dengan nilai-nilai.
Ariyo Wahab sebagai Ustad Syakir
Ustad Syakir menunjukkan karakter yang memiliki kedalaman spiritual atau religius, akan tetapi sebagai seorang pemimpin agama atau figur keagamaan, ia belum memiliki peran lebih jauh di dalam cerita.
Astri Nurdin sebagai Bu Rika
Bu Rika merupakan karakter perempuan yang mungkin memiliki hubungan dengan tokoh utama atau konflik dalam cerita, yaitu sebagai Ibu dari Saleh, Azizah, Fajar, dan Tyas
5. Ending Film Siksa Neraka
Ending film "Siksa Neraka" menciptakan perbincangan dan ketidaksetujuan terkait penyampaian pesan dan representasi kekerasan terhadap anak-anak.
Keputusan untuk menyajikan kekerasan brutal terhadap anak-anak dalam konteks film yang diklaim ingin mengangkat nilai-nilai agama menimbulkan kebingungan dan kekecewaan bagi sebagian penonton.
Pertama, kontradiksi terlihat antara niat awal film untuk mengangkat nilai-nilai agama dengan penggunaan kekerasan brutal terhadap anak-anak.
Hal ini menciptakan ketidaksesuaian dengan tema agama yang seharusnya mempromosikan kedamaian dan kebijaksanaan.
Kedua, perbandingan dengan komik menyoroti pergeseran fokus dari menyiksa orang dewasa dalam konteks pendidikan agama menjadi penyiksaan anak-anak sebagai hiburan untuk orang dewasa.
Hal ini memberikan kesan bahwa film tersebut mungkin kehilangan esensi pendidikan agama yang diusung oleh versi komiknya.
Film ini mungkin mengecewakan sebagian penonton karena dianggap memiliki tingkat sensitivitas rendah dan tidak memperhatikan konsekuensi psikologis atau moral dari kekerasan anak, kritik tersebut tentu patut dipertimbangkan.