Tam masih terlihat khawatir, tapi dia pun tak bisa menolak kelezatan makanan itu. "Kita harus cepat selesai dan membereskan semuanya."
Namun, kebahagiaan mereka tak berlangsung lama. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka lebar. Pak Salvador berdiri di ambang pintu dengan wajah marah.
"Apa-apaan ini?" teriaknya, membuat ketiga anak itu terlonjak kaget.
Lucas, Tam, dan Elia terdiam, wajah mereka pucat pasi. Remah-remah roti dan sisa makanan berserakan di lantai kamar.
"Kalian mencuri makanan dari dapur? Lucas, kau yang mengambil kunciku?" tanya Pak Salvador dengan nada dingin.
Lucas menunduk, tak berani menatap mata pengasuhnya. "M-maafkan aku, Pak. Aku yang---"
"Bukan, Pak!" Tam tiba-tiba memotong. "Saya yang menyuruh Lucas mengambil kunci itu. Ini semua ide saya."
Elia, melihat keberanian Tam, ikut angkat bicara. "Tidak, Pak. Sebenarnya saya yang memberikan ide ini. Saya yang harus dihukum."
Pak Salvador menatap ketiga anak itu bergantian. Kemarahan di wajahnya bercampur dengan kebingungan.
"Kalian bertiga, ikut saya ke ruang kerja sekarang," perintahnya tegas.
Lucas, Tam, dan Elia berjalan gontai mengikuti Pak Salvador. Di ruang kerja, mereka duduk berjejer di hadapan meja besar pengasuh mereka.