Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Istri Idaman: Memiliki Betis Besar dan Punggung yang Lebar

20 November 2021   13:57 Diperbarui: 22 November 2021   14:29 1077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. [Rancahpost.com]

Kecantikan perempuan di mata lelaki itu memang sesuatu yang nisbi, relatif. Dan di dalam benak saya, ya, cantik itu sifatnya inheren pada semua perempuan, tanpa terkecuali.

Berbeda lagi jika kita melongok kembali ke era 70-an, di mana semasa itu lelaki Manggarai punya kriteria yang cukup unik dalam menentukan kecantikan seorang istri, yakni memiliki betis besar dan punggung yang lebar

Konon, selain cantik, perempuan yang memiliki ciri fisik seperti itu adalah tipe perempuan berkarakter sekaligus memiliki etos kerja luar biasa. Jadi, jelas sudah bahwa keunggulan fisik tertentu itulah yang menjadi penentu.

Akan menjadi lain misalnya di zaman kiwari, di mana selera istri idaman lelaki Manggarai sudah semakin kompleks, pararel dengan bidang kehidupan masyarakat yang kian beragam. Ya, sudah jamak seiring bergantinya zaman.

Lebih lanjut, pandangan orang Manggarai zaman dulu soal istri idaman memang kudu menjadi trand di masanya. Hal tersebut mirip-miriplah standar kecantikan perempuan seperti saat ini, yaitu memiliki kuping lancip, dagu silinder, alis harimau, suka TikTokan sambil goyang duyung, dlsb. heu heu heu [becanda]...

Lantaran di zaman 70-an itu, lelaki Manggarai masih dikotomi oleh nilai-nilai budaya agraris yang sudah terlanjur diinternalisasikan, mendarah daginb. Sehingga sabab itu pulalah yang turut serta membentuk sikap mereka dalam memilih pasangan hidup dengan kriteria-kriteria tertentu.

Maka dari itu, memiliki istri yang punya betis besar dan punggung lebar, bagi lelaki Manggarai adalah sebuah keberuntungan tersendiri karena kelak bisa membantu mereka bekerja dan/atau mencari nafkah di sawah dan ladang.

Di satu sisi, dalam rumah tangga petani tradisional Manggarai, selain pihak laki-laki [suami dan anak], perempuan [istri dan anak] merupakan tenaga kerja utama. Hang tentunya dibantu juga oleh hewan peliharaan seperti kerbau atau kuda, khususnya dalam membajak sawah dan mengangkut beban.

Meski demikian, petani tradisional Manggarai tetaplah mengenal adanya azas dan pembagian tugas berdasarkan gender dalam rumah tangga. Semisal, tugas laki-laki adalah membajak sawah dan/atau mencangkul. Sementara perempuan menanam bibit hingga menyiangi rumput.

Wina data Manggarai, ata mbereh"[istri orang Manggarai itu berkarakter dan pekerja keras]

Itulah idiom yang diilhami oleh masyarakat Manggarai tempo dulu. Sehingga bertolak dari pandangan itu juga para orangtua kerap menganjurkan anak-anak lelakinya untuk mempersunting istri yang punya betis besar dan punggung lebar.

Dipercayai bahwa, istri dengan betis besar itu mengisyaratkan tak neko-neko dalam bekerja. Sementara, punggung yang lebar itu simbol kekuatan. Mungkin maksudnya adalah ketika menyunggi roto [sejenis anyaman berbentuk keranjang] dan memikul beban yang lain.

Lebih lanjut lagi, rumah tangga petani Manggarai itu memiliki jam terbang tersendiri dalam bekerja, yakni dikenal dengan sebuah istilah;

duat gula we'e mane..[kerja dari pagi hingga sore hari]

Selain merujuk pada alokasi waktu kerja, idiom kerja petani Manggarai ini dapat diartikan juga sebagai tindakan yang terdorong oleh manifestasi kebudayaan agraris.

Baca jugaHesiodos dan Etos Kerja "Duat Gula We'e Mane"

Dan bagi lelaki tani Manggarai, peran sosok istri dalam keluarga memang sangat penting, lantaran andilnya sangat besar bagi keberlangsungan hidup rumah tangga petani. 

Karena kita berbicara dalam ruang lingkup rumah tangga petani, maka keberhasilan panen merupakan salah satu parameter keberhasilan oleh adanya kerjasama antara pihak laki-laki [suami dan anak] dengan pihak perempuan [istri dan anak].

Perlu diingat bahwa, kedudukan istri di dalam rumah tangga petani Manggarai bukanlah abdi dari suami [patron]. Sederhananya, suami dan istri merupakan satu-kesatuan yang utuh dan harus dipandang setara.

Pertanian merupakan rahim kebudayaan orang Manggarai dan perempuan merupakan simbol kehidupan dan kesuburan

Lebih daripada penjelasan di atas, bagi lelaki Manggarai, segala sesuatunya tetap kembali ke alam, naluri dasar manusia. Demikian halnya dalam memperlakukan perempuan. Harus ada kepekaan dan kehati-hatian.

Tersebab, perempuan adalah mahluk yang identik dengan kelemahlembutan, sehingga sebagai kosekuensinya, harus dikasih-sayangi lahir dan batin.(*)

Kopce☕

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun