Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Merokok adalah Koentji Saya dalam Menulis

13 Januari 2021   20:49 Diperbarui: 14 Januari 2021   11:52 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitulah, kawan. Merokok adalah koentji sekaligus energi bagi saya dalam menulis-- menaja sebuah tulisan hingga jadi. 

Apakah hanya dengan merokok saja? Tentu saja tidak. Selain ngudud, saya juga biasanya akrab dengan segelas kopi hangat, plus berapa buku bacaan sebagai sumber referensi tulisan. Tersebab, tanpa membaca, otak saya akan menjadi sumur yang kering.

Menulis nyambi merokok itu asyik saja sih. Lantaran dengan merokok, otak dalam batok kepala saya lebih terangsang untuk berpikir. Selebihnya, membuat saya lebih fokus dan bersemangat.

Maski terkadang saya juga agak jengkel pasca abu dari batang rokok yang terjepit di kedua jari jatuh disela-sela papan tik laptop pada saat saya serius menaja tulisan. Tapi, tak apalah, khan tinggal ditiup saja. Beres.

Lebih lanjut, ada satu hal dari kegiatan merokok yang saya percayai hingga kini ialah pengaruh dari zat nikotin yang terkandung di dalamnya bisa untuk terapi saraf otak. Hal ini tidak saja hanya dalam kegiatan menulis, tapi juga dalam aktivitas yang lain.

Meski harus diakui pula bahwa, saya adalah tipe perokok kacangan bin ingusan. Bisa dikatakan juga, dalam piramida perokok, saya menduduki posisi stratifikasi paling rendah. Begitulah kira-kira.

Sampai di sini saya juga memang menyadari, bahwa merokok dapat membahayakan kesehatan jantung dan membuat tampang saya terlihat lebih tua--walau aslinya masih muda dan ganteng.

Tapi, saya pikir, pada kondisi tertentu kesehatan pikiran juga perlu dijadikan proporsi penting. Ihwal bagi sebagian orang, termasuk saya, merokok juga dapat menyehatkan pikiran. 

Sehingga terminologi tetang bahaya merokok bagi kesehatan dalam ranah ini dibuang ke tempat sampah saja dulu. Begitu.

**

Lebih lanjut, di tengah rigiditas kesibukan sebagai petani plus penyuluh pertanian di pelosok negeri, saya selalu menyempatkan diri untuk menulis-- menuangkan ide dan/atau gagasan dalam rupa catatan. 

Seperti biasa, kegiatan menulis itu saya awali dengan ngudud sebatang rokok. Merokok juga bisa membantu saya keluar dari kebuntuan berpikir. Ya. Memang terdengar chimera, terkhusus bagi mereka tidak merokok.

Setidaknya saya coba membiasakan diri dengan kebiasaan baru tersebut selama hampir dua tahun terakhir.

Apa yang saya babar dalam tulisan itu pun ritmenya tidak terlalu jauh dari refleksi keseharian saya. Di mana selain menjadi petani separuh hati, pada paruh yang lain saya urun rembuk dengan mengadvokasi dan bertukar pikiran dengan sejumlah petani di perdesaan.

Pendeknya, apapun yang saya lihat disekitar, itulah yang saya tulis. Yup. Tersebab logika yang dibangun selalu bertolak dari tempat saya berpijak. Maka tak ayal, saya selalu mencurhat dari dan tentang kebun setiap kali menulis.

Fakta lain uga menyuguhkan bahwa, setiap kali pergi blusukan ke desa-desa dan bertemu serumpun petani, pasti saya akan disuguhi Kopi Arabika Manggarai (KAM) yang aromanya seakan menampar bulu hidung. Selebihnya, ngudud bareng.

Ya. Ritual semacam itu biasanya diberlangsungkan di tengah bincang-bincang dan tawa-tawa kecil bersama mereka.

**

(Mari kita kembali ke laptop)

Pada dasarnya, saya memang tidak punya keahlian khusus dalam menulis. Terbukti, kualitas tulisan-tulisan saya sampai hari ini ya begitu-begitu saja.

Meski saya sudah berusaha untuk berpikir keras sembari menghabiskan berbatang-batang rokok. Tapi, hasilnya? Silakan Anda nilai sendiri. Heu heu heu

Jadi, harap dimaklumi saja ya. Karena memang saya masih pada tahap belajar menulis. Kendati pun, saya sama sekali tidak punya mimpi menjadi penulis hebat. Sekadar menyalurkan hobi. Thats oll!

Tapi, jika berpura-pura bijak dikit, menulis bagi saya adalah proses menabur benih di ladang nalar. Maksud saya, karena saya punya konsep lain, jadinya benar-benar sepi. 

Ya. Seperti seorang jomlo. Itu bisa jadi jalan ninja untuk lebih mencintai menulis (termasuk di dalamnya merokok) ketimbang hal lain dalam hidup. Meski tak dimungkiri, kini saya sudah masuk dalam zona usia pernikahan ideal. Heu heu heu

Pendek kata, tulisan ini hanya sekadar obrolan seputar dunia tulis menulis. Selebihnya, di sini juga saya sama sekali tidak bermaksud mendoktrin dan/atau menyarankan Anda untuk merokok dan mengikuti cara saya menulis.(*)

                          Salam Cengkeh                         

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun