Dari sajian data NTP petani NTT di atas pula, dapat disimpulkan juga bahwa, harga komoditas hasil produksi maupun konsumsi mengalami penurunan.
Tentunya hal ini menimbulkan tanda tanya besar. Rasanya ada mata rantai pembangunan dalam upaya pengentasan kemiskinan di NTT yang terlewatkan khususnya di bidang pertanian.
Dari permasalahan yang ada tersebut, hemat saya, terdapat 3 (tiga) permasalah yang mempersulit upaya pengentasan kemiskinan melalui pendekatan pertanian di NTT.
Pertama, program yang dijalankan lebih dominan bersifat politis dibandingkan aspek strategis dan ekonomis.
Pada kenyataannya banyak program-program yang telah dirancang oleh pemerintah provinsi dan daerah telah menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Penentuan lokasi dan penerimaan manfaat program lebih ditentukan oleh kedekatan kelompok-kelompok tertentu baik sesama elit birokrasi maupun legislatif.
Kondisi ini tentunya sangat sulit untuk menilai efektifitas program yang dilakukan dari aspek strategis dan ekonominya. Dan tentunya mengakibatkan kecemburuan sosial antar kelompok petani dan menurunnya tingkat kepercayaan kepada pemerintah.
Kedua, penilaian keberhasilan program pembangunan lebih ditekankan terhadap penyerapan anggaran.
Keberhasilan pembangunan tidak hanya dinilai dari tinggi rendahnya penyerapan anggaran akhir tahun. Melainkan seberapa besar dampak pembangunan yang dilakukan terhadap pertumbuhan ekonomi di masyarakat yang menjadi poin penting.
Ketiga, adanya ego sektoral.
Pembangunan di sektor pertanian selama ini masih belum menunjukan adanya sinergisitas antar seluruh stakeholder. Sinergi antar bidang pembangunan sangat diperlukan demi kelancaraan pelaksanaan dan tercapainya tujuan secara efektif dan efisien.