"Kelar hidup loe! Ternyata masih ada juga yang nekat ee.."
Begitulah batin saya seketika melihat dua orang wisman yang ditahan oleh petugas Bandara Nasional Komodo. Mereka ditahan karena kedapatan nekat mencuri pasir dan karang dari Taman Nasional Komodo (TNK).
Kejadian tersebut terjadi pada 17 Juni 2019 kemarin. Saya ingat pasti, lantaran sewaktu itu saya sedang ngantri persis di belakang dua orang wisman itu. Ya, karena waktu itu saya hendak berangkat ke Bali.
Pendek kata, mereka ketangkap basah sewaktu barang bawaan mereka diperiksa melalui alat pemindai dan/atau metal detector di bandara.
Awalnya, saya berpikir pasti mereka kedapatan membawa barang tajam, miras atau narkoba. Ternyata tidak.
Setelah tas mereka dibuka oleh petugas bandara yang memeriksa, terlihat petugas mengeluarkan dua botol minuman plastik yang di dalamnya berisi pasir pantai. Selebihnya, satu plastik hitam berisikan karang.
Dari warnanya saja saya bisa menduga pasir tersebut mereka ambil dari Pantai Pink (Pink Beach). Dan untuk karang, mungkin dari Pulau Komodo.
Akhirnya, mereka pun diintrogasi panjang lebar oleh petugas yang sedang bertugas. Karena mereka berbicara pakai bahasa Inggris, ya, saya yang tuna-english dibelakang pura-pura budeg.
Namun, pada saat itu bule-bule itu sekadar ditegur saja. Padahal, bila ditilik secara hukum, tentu saja mereka terbukti melanggar aturan dan seharusnya didenda dan dipenjara (Mengacu pada Undang-Undang Konservasi TNK).
Membawa Pulang Pasir dan Karang dari TNK Melanggar Aturan
Saya kira larangan ini sudah dituangkan secara jelas dan tereksplisit dalam Undang-Undang Nomor 55 Tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Eksosistemnya, khususnya pada Pasal 33 ayat 1-3 dijelaskan sebagai berikut:
- Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional
- Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli
- Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari tanaman nasional, tanaman hutan raya, dan taman wisata alam sanksi pidana denda dan penjara terbilang beragam jika melanggar aturan tersebut. Jika melanggar dapat dikenakan sanksi denda paling besar Rp 200 juta dan panjang penjara paling lama 10 tahun.
Kasus Berulang
Usut punya usut, kasus seperti ini tidak hanya terjadi sekali saja. Melainkan sering terjadi dan hampir semua pelaku kasus ini tidak pernah diproses hukum dan hanya sebatas diberi teguran.
Menurut teman saya, Safrin, yang notabene bekerja di Bandara Nasional Komodo, mengatakan bahwa kejadian illegal seperti itu acapkali terjadi. Jika para penumpang kedapatan membawa pasir, karang dan sebagainya, bakal disita oleh petugas lalu ditegur.
Setelahnya, pasir itu ditaruh di dalam tong, baru dibawa pulang ke tempat semula oleh petugas/pegawai di sana.
Lebih lanjut, pelaku yang melanggar aturan ini tidak saja dilakukan oleh oknum wisatawan manca negara (wisman), tapi juga dilakukan oleh oknum wisatawan domestik.
Ya, terkhusus untuk wisman misalnya, mungkin mereka kurang mafhum dengan aturan main perundang-undangan kita. Sehingga, tindakan peringatan sebagai langkah awal bisa saja dimaklumi.
Tapi lain lagi ceritanya bila kita yang di Indonesia tidak tahu menahu dan mungkin dengan sadar melanggar aturan tersebut.
Hadeuuh! norak dan memalukan sekali sih. Kampungan!
Saya kira ini sangat penting untuk diperhatikan bersama. Lantaran, demi kelancaran dan kenyamanan aktivitas berwisata dan/atau liburan kita.
Saya pikir, aturan ini tidak hanya berlaku di TNK saja, melainkan juga di objek wisata lain di Indonesia.
Sebagai informasi saja bahwa, pelarangan ini dirasa perlu lantaran bentangan alam dan seluruh satwa maupun biota laut yang ada disekitar TNK memiliki peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi masyarakat Manggarai Barat (Mabar).
Apabila volume pasir pink, karang dan kerang terus berkurang jumlahnya, maka akan berdampak pada ekonomi masyarakat setempat.
Daya tarik pariwisata Labuan Bajo pada dasarnya tidak semata-mata berpijak pada satwa Komodo, tapi juga karena biota lautnya dan tentu saja keindahan pasirnya. Karenanya, banyak wisman dan wisata domestik yang datang berkunjung.
Tentu saja kegiatan banal dan perilaku nakal membawa pulang pasir dan karang ini sangat merugikan nilai eksotis suatu obyek wisata dan secara tidak langsung berpengaruh pada ekonomi masyarakat di Mabar.
Akhir kata, mari jadi pelaku wisata yang bijak dan arif terhadap alam dan ekosistem laut. Saya tunggu liburan kalian di Labuan Bajo ya teman-teman.
Salam hangat dan sehat selalu. Tabe
|Baca juga: Pengembangan Pulau Rinca Jadi "Jurassic Park" Kenapa Dikecam dan Ditolak?|
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI