Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Filosofi Bertani Bapak: "Weri Mesik Todo Lor"

16 Agustus 2020   16:10 Diperbarui: 18 Agustus 2020   15:59 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Swafoto di kebun: Bapak saya sementara memangkas ranting kayu gamal yang dijalari stek fanili (Dokumentasi pribadi/REBA LOMEH)

Weri Mesik Todo Lor.. (menanam itu berbuah manis).

Begitulah filsofi Bapak saya dalam bertani. Meski dalam hal ini, beliau tidak pernah mengatakan dengan tegas kepada kami anak-anaknya.

Bisa dikatakan Bapak adalah petani separuh hati. Karena pada paruh yang lain, Bapak saya merupakan seorang guru Sekolah Dasar (SD). Meski sudah pensiun sejak dua tahun yang lalu.

Selain sebagai orangtua, ia adalah guru pertanian kami di rumah. Sedari kecil aura kongnitif kami anak-anaknya diajari dengan ilmu pertanian oleh beliau. Selain mahfum memberi sekolah lisan, Bapak juga ulet dalam mengurusi perkebunan.

Baginya, menekuni aktivitas pertanian sudah menjadi kosekuensi logis di desa. Dalam hal ini memanfaatkan peluang-peluang yang ada di depan mata. Misalnya memfungsikan tanah yang lapang untuk bercocok tanam.

Sepulang mengajar dulunya, Bapak acapkali mengajak kami anak-anaknya berwisata ekologis, alias pergi ke kebun. Ya, layaknya seorang petani tulen. Segala perkakas kebun, semuanya beliau punya.

Dalam hal bertani, beliau juga menerapkan prinsip diversifikasi pertanian. Di mana bukan hanya cengkeh saja yang di tanam, tapi juga kopi, coklat dan fanili. Sementara pada bagian luar kebun, terdapat pohon jati putih dan mahoni sebagai tanaman pelindung.

Pohon kopi arabika yang ditanami di sela-sela pohon cengkeh zanzibar (Dokumentasi pribadi/REBA LOMEH)
Pohon kopi arabika yang ditanami di sela-sela pohon cengkeh zanzibar (Dokumentasi pribadi/REBA LOMEH)

Menurut Bapak, varietas tumbuhan ini ditanaminya tak lain untuk meningkatkan hasil pertanian. Selain menjaga kesuburan pada tanah, tentu saja.

Memang tak dipungkiri lagi jika beliau punya etos kerja tinggi. Semangat bertaninya berdarah-darah, meski secara usia sudah hampir kepala tujuh.

Selama ini pula, berulang kali kami anak-anaknya melarang beliau untuk tidak usah ke kebun lagi dan bekerja yang berat-berat. Tetapi ia tetap saja ngotot;

 "Hee.. Saya bisa stress berat bahkan bisa kena struk bila tidak ke kebun lagi" gerutunya.

Berkesadaran pada hal itu, kami biasanya mengalah; "Yo sudah, Bapa". Meski kami juga tahu, keinginannya itu tidak lebih dari sekadar memenuhi subjek hasratnya semata. Maklum, orang tua seumuran beliau sudah tidak peduli lagi dengan subjek ekonomi yang menjadi tanggung jawab kami anak-anaknya. Ha ha ha

Demikian halnya bila kami sekeluarga sedang ngumpul dan ngopi bareng di pendopo rumah, pasti saja topik diskusinya seputar perkebunan dan/atau tanaman. Tidak lebih dari itu.

***

Bila menghela narasi seputar pemanenan cengkeh yang usai belum lama ini, beliau lebih memilih untuk menangani bagian penyortiran dan penjemuran cengkeh di rumah bersama Mama tercinta.

Bapak sementara menjemur cengkeh didepan halaman rumah di Desa Pacar, Manggarai Barat (Dokumentasi pribadi/REBA LOMEH)
Bapak sementara menjemur cengkeh didepan halaman rumah di Desa Pacar, Manggarai Barat (Dokumentasi pribadi/REBA LOMEH)

Mungkin karena Bapak sudah menganggap kami anak-anaknya mahir dalam mengkoordinasi jalannya pemetikan di kebun. Jadi, kehadiranya tidak dirasa perlu lagi.

Lebih lanjut, di Kecamatan Pacar sendiri, beliau tidak saja di kenal sebagai seorang guru, melainkan juga petani cengkeh besar. Lebih tepatnya, memiliki lahan perkebunan cengkeh yang lumayan besar dari serumpun petani cengkeh lain.

Begitu juga halnya dengan kami jika sedang ditanyai oleh orang; "Om, anaknya si pak anu yang punya cengkeh banyak itu ya?". Meski ujung-unjungnya minta bibit cengkeh juga. Ahaaha

Tetapi memang benar demikian. Galibnya, seusai panen cengkeh kami sengaja menyisahkan bunga cengkeh pada beberapa dahan pohon untuk modal pembibitan nanti.

Pada bulan Desember, bunga cengkeh ini nantinya akan jatuh sendiri. Kemudian pada musim hujan bulan Januari dan Februari bunga cengkeh ini akan tumbuh bak jamur di dekat pokok pohon.

Sewaktu itulah rekan-rekan dari luar daerah ini datang ke rumah untuk meminta bibit cengkeh. Kami biasanya persilakan dengan senang hati. Yang penting mereka mau menanam saja.

Dan terbukti, banyak peranakan cengkeh kami yang sukses tumbuh dan berbuah di tangan mereka. Ada rasa bangga, tentu saja.

Weri Mesik Todo Lor.. (menanam itu berbuah manis).

Begitu kira-kira bila menelaah filosofi dan hakikat "Weri Mesik Todo Lor" ala Bapak. Selain menanam untuk kebaikan sendiri, juga untuk kemaslahatan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun