Dan bukan hanya air saya pikir, pohon, hutan, hewan dan ekosistem lain perlu kita jaga seraya lestarikan. Kurang lebih saya juga sudah menyiratkan pesan serupa lewat tulisan-tulisan saya sebelumnya di sini.
Air dan Kita
Seperti biasa, setiap tanggal 22 Maret kita semua merayakan Hari Air sedunia. Di tengah perayaan hari air ini sulit rasanya melupakan keprihatinan kita akan kondisi air di bumi ini. Tersebab kualitas air (tawar) di sungai dan danau saat ini banyak yang tercemar limbah industri maupun limbah rumah tangga.
Kita bisa saksikan sendiri penampakan air di kota-kota besar yang sudah tercemar oleh limbah pabrik, sampah dan kotoran manusia. Juga laut di samudra luas yang isinya dipenuhi onggokan sampah plastik.
Fakta lain juga menyuguhkan bahwa, di sebagian reksa wilayah di Indonesia timur, dalam masa-masa tertentu kekuranan pasokan air bersih untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Penyebabnya antara lain disebabkan oleh perubahan iklim dan musim kemarau, hutan gundul hingga adanya modus operandi- kejahatatan privatisasi air.
Sebagai contoh saja misalnya, privatisasi air di Labuan Bajo, Manggarai Barat (Mabar), NTT. Di mana pasokan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari sangat terbatas.
Dalam hal ini sangat dirasakan oleh masyarakat umum/awam. Tapi anehnya, keperluan air bersih untuk hotel, vila, restauran hingga rumah elit di daerah selalu tersedia dan lancar jaya.
Air bersih yang dulunya dirancang untuk semua kalangan, kini telah dimonopoli oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab dan perilaku banal. Nahasnya, masyarakat awam di Labuan Bajo sekarang ini terpaksa harus membeli air bersih yang dijual oleh mobil polo tank yang biasanya menjajakan air ke setiap gang-gang rumah warga.
Harga air bersih ini juga tidak main-main. Satu tanki air bertarif Rp 150.000,00. Sementara bagi warga yang tidak mampu membeli, mereka akhirnya membuat sumur bor pribadi untuk keperluan air sehari-hari.
Fakta ini memang sudah jelas bentuk dari kesewenang-wenangan pemerintah daerah Mabar. Kalau bukan mereka yang disalahkan dan dituntut harus bertanggung jawab, lalu kepada siapa lagi?
Kenapa pemerintah membiarkan masalah krlangkaan air di Labuan Bajo berlarut-larut selama ini? Kenapa para mafia air ini dibiarkan dan tidak ditindak keras? Kenapa pemerintah diam saja?
Fenomena air di kota Labuan Bajo, tempat saya tinggal sekarang ini, memang merupakan diskursus buruk dan meledek kewarasan. Masyarakat kota Labuan Bajo sangat sengsara karena kelangkaan air.