Disini pemerintah memiliki andil yang besar dalam mematok standarisasi harga dipasaran. Ya pemerintah punya fungsi etatisme kalitalis. Mempunyai wewenang dalam menerapkan kebijakan yang setidaknya fair dan menguntungkan kedua belah pihak (petani dan pengusaha).
Tapi yang terjadi selama ini ialah kebijakan pemerintah cendrung friendly ke pengusaha. Sehingga secara tidak langsung menjadikan kapitalis sebagai pemain tunggal di pasar.
Apa lagi bila berbicara tentang Perda yang melindungi usaha petani. Wadaw jauuuh buanget!. Kalau pun ada Perda dan perangkat hukum yang mengatur, saya pikir mubazir dan hanya polesan gincu semata.
Fakta yang ada didepan mata memang demikian. Satu-satunya harga beli yang berlaku dipasaran adalah harga yang ditentukan oleh pembisnis. Jadi seenak udel mereka saja.
Ada beberapa teman petani cengkeh di Sulawesi yang sempat curhat-curhatan dengan saya. Dikatakannya, pada saat musim panen Januari 2020 kemarin, tidak semua pohon yang berbuah mereka petik. Hanya sebagiannya saja.
Hal ini dilakukan lantaran harga cengkeh dipasaran yang tidak sebanding dengan pengeluaraan pada saat musim panen. Artinya mereka rugi.
Lain halnya dengan pohon cengkeh kepunyaan kami di Manggarai, Flores. Jumlahnya memang hanya seupil dibandingkan dengan di Sulawesi.
Tapi kasihan juga sih bila tidak dipetik. Wong nanamnnya dulu setengah mati dan berkeringat darah. Tergantung pribadinya sih.
Sebagai penutup, saya sendiri sekiranya sudah hampir bosan dengan napas 'senin-kamis' karena berkeluh kesah dengan hal-hal yang sama melulu. Percuma juga sih sebenarnya bila menulis panjang lebar sampai jari saya jetlek.
Hemm...Tapi entahlah, apa mau dikata..