Karena keinginan untuk menyenangkan orang tuaku, menjelang ujian akhir aku dapat menghasilkan uang sebesar 175 ribu rupiah yang kudapat dari jerih payahku membuatkan karya tulis komplit. Dari mengolah data, mengetik rangkap tiga sampai menjilidnya, semua kukerjakan sendiri, untung otakku cukup encer aku berhasil mengolah sekitar seratus karya tulis dalam waktu dua bulan.
Aku mendapatkan mesin ketik itu, hadiah spesial di ulang tahunku yang ke-17. Entah berdasarkan primbon dari mana, orang tuaku mempunyai keyakinan, harus memberikan hadiah spesial kepada anak perempuan disaat berusia 17 tahun dan anak laki-laki saat berusia 21 tahun.
Aku bukannya meminta perhiasan sebagaimana lazimnya anak perempuan yang baru "beger", namun aku memilih mesin ketik sebagai hadiah ultahku karena aku yakin dan harus bisa segera mengembalikannya.
Kutahu jumlah 125.000 rupiah, merupakan nilai yang cukup fantastis di tahun 1997, dimana harga emas saat itu cuma sekitar 20.000 rupiah per-gramnya. Namun, diatas segalanya itu adalah nilai cucuran keringat orang tuaku tak ternilai. Hasil tabungan selama beberapa tahun dikeluarkan hanya demi untuk membahagiakan diriku. Rasa haru menyesakkan dada, aku berjanji akan segera mengembalikannya
Karena niat itu aku mulai kasak-kusuk merayu kakak-kakak kelasku dan juga teman-temanku agar mau menggunakan jasaku membuatkan/mengetik karya tulis bagi mereka yang malas tapi berduit.
Kalau dipikir sekarang-sekarang ini, kok bisa ya aku punya ide untuk mencari uang seperti itu. Sebenarnya hal ini tidak diperbolehkan di sekolah, tapi itulah aku yang penuh keajaiban ini. Aku berhasil mendapatkan orderan sekitar 100 karya tulis atau sebanyak 7.000 halaman, yang kutarifkan 25.000 rupiah per lembarnya.
Ya ... aku berhasil membayar kembali harga mesin ketik itu plus bunga sebesar Rp50.000, sehingga totalnya menjadi 175.000 rupiah.
Orang tuaku terkejut saat kusodorkan uang itu, mereka takut aku memperolehnya dari hasil mencuri. Setelah diintrogasi panjang kali lebar barulah beliau mau menerima uang hasil jerih payahku. Aku merasa sangat bahagia melihat senyum lega diwajah beliau.
Sejak saat itu yang ada dalam benakku hanyalah ingin selalu membahagiakan orang tuaku. Aku ingin segera dapat mencari uang menggantikan mereka yang membanting tulang untuk keluarga kecil kami. Dan keinginan untuk mendapatkan uang terus menggodaku dari kelas dua SMEA.
Lalu, datanglah kabar yang menggembirakan itu. Hore, ada tawaran dari temanku untuk bekerja di rumah sakit Husada, yang pada saat itu baru membuka layanan VIP dan sedang mencari sekretaris zaal, dengan bermodalkan ijazah smp.
Kami berdua melamar kerjaan tersebut dan diterima. Aku tidak sempat berleha-leha karena keesokan hari setelah ujian akhir SMEA. Aku sudah masuk kerja di Husada, dan itu hanya bertahan selama enam bulan, bukan karena bosan tapi karena dapat tawaran yang lebih baik.