Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Empat Perenungan Pelindung Diri yang Terbaik

3 November 2022   19:23 Diperbarui: 3 November 2022   19:26 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Empat Perenungan Pelindung Diri yang Terbaik (gambar: lifestyle.okezone.com, diolah pribadi)

Visuddhimagga atau "Jalan Pemurnian" berisikan risalah ajaran Buddha.  Visuddhimagga ditulis oleh Buddhaghosa di abad kelima Masehi. Risalah ini menjelaskan tujuh rangkaian pemurnian yang diurutkan berdasarkan sila, samadhi, dan pannna.

Risalah ini dipandang menjadi salah satu teks terpenting selain kitab suci berdasarkan kanon Tipitaka Pali. Visuddhimagga ditulis dengan struktur yang didasarkan kepada Ratha-vinita Sutta (MN: 24). Struktur ini menjelaskan perkembangan atas kemurnian disiplin menuju kepada tujuan akhir, yakni Nibbana. Ke semuanya dilakukan dalam tujuh langkah.

Dalam Visuddhimagga terdapat penjelasan berkenaan dengan empat obyek meditasi pelindung diri. Keempatnya dapat dipakai sebagai perlindungan diri terhadap bahaya-bahaya yang mengancam dari internal maupun eksternal diri.

Bahaya-bahaya yang mengancam dari internal diri itu berupa rintangan batin (nivaraa) yang berjumlah lima buah. Juga berbagai kekotoran batin (kilesa) yang timbul dan membuat kotor, serta membuat batin tercemar. Alhasil, batin akan sulit menjadi bajik dan jinak. Kelima rintangan batin tersebut merupakan penghalang-penghalang di dalam diri yang menghalangi kita untuk berbuat hal-hal bajik. Juga akan menghalangi munculnya moral yang sadar, jhana, dan magga sewaktu kita mempraktikkan meditasi.

Ancaman dari berbagai bahaya yang berasal dari eksternal diri bisa muncul dari berbagai orang jahat, binatang-binatang buas dan liar, hantu-hantu, raksasa-raksasa, raksasi-raksasi, dan lain-lainnya. Ada saja kemungkinan kita berhadapan dengan berbagai bahaya demikian, semisal sewaktu kita ada di alam liar, contohnya di hutan belantara.

Untuk bisa terhindar dari bahaya-bahaya eksternal diri ini, kita dapat melakukan meditasi-meditasi pelindung. Durasinya tidak perlu lama, cukup beberapa menit misal dilakukan setiap pagi sebelum memulai aktivitas sehari-hari.

Berbagai meditasi pelindung sebagaimana yang dinyatakan dalam Visuddhimagga, dapat diadaptasi sebagai perenungan pelindung. Durasi berbagai perenungan pelindung ini juga tidak perlu lama, yang terpenting dilakukan dengan penuh fokus dan konsentrasi.

Berbagai perenungan pelindung tersebut adalah: (1) pemancaran cinta kasih (metta), (2) perenungan akan berbagai sifat mulia dari Buddha, (3) perenungan akan kejijikan sebuah mayat, dan (4) perenungan akan sifat-sifat kematian. Keempat perenungan pelindung tersebut bisa dilakukan dalam semua situasi, kapan pun waktunya, dan di mana pun adanya.

Seandainya kita tidak dimungkinkan mampu secara rutin setiap harinya melakukan keempat perenungan pelindung ini, dapat dipraktikkan dalam situasi serta kondisi yang memungkinkan. Semakin sering dilakukan secara sungguh-sungguh dan penuh konsentrasi, akan semakin baik.

Pemancaran cinta kasih (metta)

Cinta kasih adalah alat terampuh untuk mengendalikan dendam, kebencian, dan kemarahan. Karena itu, jika kita mudah marah atau mudah timbul benci atau mudah muncul dendam kepada siapa pun, praktik pemancaran cinta kasih ini harus lebih sering kita lakukan.

Cinta kasih bisa dipancarkan dengan cara diucapkan (bisa memperdengarkan suara atau cukup dilafalkan di dalam pikiran) secara berulang-ulang dengan penuh fokus atau konsentrasi:

"Semoga saya terbebas dari bahaya. Semoga saya terbebas dari penderitaan batin. Semoga saya terbebas dari penderitaan jasmani. Semoga saya sehat dan bahagia."

"Semoga semua makhluk terbebas dari bahaya. Semoga semua makhluk terbebas dari penderitaan batin. Semoga semua makhluk terbebas dari penderitaan jasmani. Semoga semua makhluk sehat dan bahagia."

Jika kita terbiasa melakukan pemancaran cinta kasih maka ketenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan akan meliputi batin kita. Kita terkhusus wajah, akan terlihat oleh orang-orang lain penuh dengan ketenangan dan kejernihan. Kita akan terlihat menyenangkan bagi orang-orang lain. Orang-orang yang berinteraksi dan berelasi dengan kita akan lebih mudah menyenangi, menyukai, bahkan mencintai kita. Bahaya tidak akan datang dari orang lain kepada diri kita. Orang yang berniat tidak baik bisa jadi mengurungkan niat buruknya terhadap diri kita.

Perenungan akan sifat-sifat mulia Buddha

Merenungkan sifat-sifat mulia Buddha termasuk salah satu cara terbaik untuk mengembangkan kepercayaan dan keyakinan terhadap Buddha, serta meningkatkan kejernihan batin. Karena itu, jika kita merasa kepercayaan dan keyakinan terhadap Buddha masih belum sepenuhnya kokoh, praktik perenungan akan sifat-sifat mulia Buddha harus lebih sering kita upayakan untuk dapat dilakukan.

Sifat-sifat mulia Buddha dapat kita ucapkan (dengan kata-kata yang diperdengarkan atau hanya dilafalkan di dalam pikiran) dengan penuh penghormatan, sambil direnungkan:

"Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, sempurna pengetahuan serta tindak-tandukNya, sempurna menempuh Sang Jalan (ke Nibbana), Pengenal Segenap Alam, Pembimbing Manusia Yang Tiada Taranya, Guru Para Dewa dan Manusia, Yang Sadar, Yang Patut Dimuliakan."

Jika kita terbiasa melakukan perenungan akan sifat-sifat mulia Buddha, kita sebenarnya menginternalisasikan berbagai sifat mulia Buddha ke dalam diri kita. Penginternalisasian ini tidak hanya ke dalam batin kita tetapi juga ke dalam jasmani kita. Dengan sering melakukannya, tidak hanya batin, jasmani kita juga akan lebih bersih, bahkan suci.

Perenungan akan kejijikan sebuah mayat

Perenungan akan kejijikan sesosok mayat termasuk satu cara terbaik dari cara-cara lainnya dalam melakukan pengendalian hawa nafsu, haus-damba, dan keterikatan atau kemelekatan. Oleh karenanya, jika di dalam diri kita mudah sekali timbul hawa nafsu, lalu kita menjadi tidak tenang atau gelisah, praktik perenungan akan kejijikan sebuah mayat harus lebih sering kita lakukan.

Cara perenungan akan kejijikan sebuah mayat dapat dilakukan secara bertahap. Mayat yang masih baru tentu bentuknya masih utuh, laiknya orang biasa yang sedang diam tertidur. Mayat tersebut pasti akan mulai membusuk karena peruraian jasmani mulai terjadi dengan berjalannnya waktu. Kemudian mayat tersebut akan mulai terlihat menjadi sesuatu yang menjijikkan. Penciuman pun akan diterpa dengan bau busuk dari mayat yang sudah dibiarkan sekian lama.

Jika kita rutin dan terbiasa mempraktikkan perenungan akan kejijikan sebuah mayat, kita akan mampu untuk lebih mengendalikan hawa nafsu kita. Hawa nafsu yang kurang atau bahkan tidak terkendali, dapat menyebabkan kita melakukan hal-hal buruk atau jahat. Dengan sering mempraktikkan perenungan ini, kita juga akan mampu mengurangi keterikatan atau kemelekatan, tidak hanya terhadap tubuh sendiri, tetapi juga tubuh orang lain. Keterikatan atau kemelekatan terhadap keduanya, akan bisa dikurangi bahkan dipotong secara bijaksana.

Perenungan akan sifat-sifat kematian

Perenungan akan sifat-sifat kematian adalah satu dari cara-cara terbaik guna memunculkan perasaan mendesak untuk mencegah diri kita melakukan upaya-upaya yang tidak pantas dalam pengumpulan harta kekayaan duniawi secara berlebihan dan pemenuhan kesenangan indera yang meluap-luap. Karena itu, jika kita sering merasa kurang akan perasaan yang mendesak atau sering merasa malas untuk bermeditasi, praktik perenungan akan sifat-sifat kematian harus lebih sering kita lakukan.

Perenungan akan sifat-sifat kematian dapat dipraktikkan dengan cara diucapkan (dengan kata-kata yang diperdengarkan atau hanya dilafalkan di dalam pikiran), seperti berikut:

"Kehidupanku merupakan hal yang tidak pasti. Kematianku adalah hal yang pasti. Setiap yang pernah dilahirkan, pasti pada waktunya akan mengalami kematian."

Jika kita rutin atau terbiasa mempraktikkan perenungan akan sifat-sifat kematian; beberapa hal buruk dalam diri kita akan lebih mudah untuk diredakan atau dikontrol. Hal-hal buruk tersebut, contohnya kesombongan, keserakahan, dan kemarahan. Sebelumnya, hal-hal tersebut akan lebih mudah timbul di dalam diri kita jika tidak pernah atau tidak rutin mempraktikkan perenungan akan sifat-sifat kematian.

Kesimpulan

Kita harus berupaya untuk mampu melakukan empat perenungan pelindung secara rutin. Bahkan jika bisa, dilakukan setiap hari karena untuk melakukan keempatnya tidaklah dibutuhkan waktu yang lama, serta tidaklah sulit untuk melakukannya.

Dengan mempraktikkan keempatnya secara rutin, kita akan dapat terhindar dari semua bahaya internal maupun eksternal diri. Juga dengan rutin mempraktikkan keempat perenungan tersebut, semoga cita-cita luhur kita akan dapat tercapai. Yang pasti melalui praktik rutin keempatnya, lima kecakapan atau kekuatan dalam mengendalikan diri akan berkembang dengan pesat. Kelimanya adalah keyakinan, semangat, kesadaran, dan konsentrasi, serta kebijaksanaan.

Selain itu, berbagai perenungan pelindung ini jikalau dapat dipraktikkan secara rutin, pasti akan dapat mendukung peningkatan kualitas meditasi yang kita lakukan, apa pun obyek yang dipilih.

Referensi:

Dr. Mehm Tin Mon. 2012. Intisari Jalan Kesucian (Visuddhi Magga) Volume 1. Medan: Indonesia Tipitaka Center (ITC).

**

Tangerang, 03 November 2022
Penulis: Toni Yoyo, Kompasianer Mettasik

Professional | Trainer |Consultant | Speaker | Lecturer | Author

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun